RENUNGAN BULAN KELUARGA: MENASIHATI SESAMA SAUDARA DALAM RANGKULAN KASIH (MATIUS 18:15-20)

 

Ada seorang anak laki-laki yang datang mengadu kepada pendeta, karena menurutnya kedua orang tuannya jahat kepadanya bahkan saudara-saudaranya juga membencinya. Si pendeta bertemu dengan kedua orang tuannya, kemudian si pendeta mendapatkan cerita bahwa anak mereka jatuh dalam pergaulan bebas sehingga jarang pulang ke rumah dan malas sekolah. Kedua orang tuanya sering mencarinya. Ketika pulang ke rumah, kedua orang tuanya menasihatinya. Namun bagi si anak ini, nasihat tersebut merupakan kebencian kedua orang tua kepadanya. Padahal orang tua sayang kepada anak mereka. Cerita ini menghantar kita masuk dalam perenungan firman Tuhan di minggu terakhir Bulan Keluarga GMIT.

Injil Matius 18:15-20, menekankan bagaimana sikap murid-murid Yesus menegur saudaranya yang jatuh ke dalam dosa. Teguran tersebut berangkat dari kisah domba yang hilang (Ay. 12-14), yakni kasih Allah diumpamakan seperti seorang gembala yang berupaya untuk mencari satu dombanya yang hilang dan bersukacita ketika menemukannya. Kesungguhan sang gembala mencari domba menjadi titik tolak murid-murid Yesus menegur saudaranya yang berbuat dosa. Matius 18 disebut sebagai bentuk “percakapan eklesiologis”, karena menggunakan kata ekklesia yang berarti gereja atau komunitas atau “percakapan mengenai persekutuan atau Jemaat. 

Matius mengarahkan pembaca untuk memandang kisah ini sebagaimana sikap Bapa terhadap anak-anak-Nya yang berada di jalan yang salah (ay. 14). Sebagaimana seorang gembala berupaya menemukan dombanya yang hilang dan bersukacita setelah menemukannya kembali demikian pula Allah yang tidak menghendaki satu orang pun tersesat.

Dari bacaan ini ada tahapan-tahapan yang diberikan oleh Yesus dalam mengingatkan orang yang jatuh dalam dosa.

Tahap pertama, bertemu dan berbicara secara pribadi (ay. 15). Tahap kedua, membawa saksi dan berbicara di depan saksi (ay. 16). Tahap ketiga, pembicaraan di depan Jemaat (ay. 17). Kemudian Yesus berbicara tentang otoritas dan janji.

Pertama, menegur secara empat mata. Memang tidak ada penjelasan jenis dosa atau seberapa berat pelanggaran yang dilakukan menurut saksi yang pertama, namun Tuhan Yesus menganggap setiap pelanggaran merupakan hal yang serius. Oleh karena itu, hal pertama yang harus segera dilakukan adalah menegurnya empat mata. Tahap ini dilakukan secara diam-diam tanpa melibatkan orang lain, hanya antara dua orang saja, yaitu saksi pertama dan seorang saudara yang melakukan suatu kesalahan. Dalam Alkitab Terjemahan Indonesia Sehari-hari dikatakan ‘kalau saudaramu berdosa terhadapmu, pergilah kepadanya dan tunjukkanlah kesalahannya’ (15a). Kata tegurlah di dalam bahasa Yunani menggunakan kata elegxon mengekspresikan suatu perintah atau nasihat yang memiliki arti ‘membongkar’. Dalam konteks ini menyatakan suatu tindakan yang dilakukan sebagai akibat dari sesuatu yang pernah terjadi di masa lalu.

 Saksi pertama dalam tahap ini adalah membawa saudara tersebut pada terang untuk meyakinkannya dari sesuatu. Artinya, orang pertama yang mengetahui bahwa saudaranya telah melakukan dosa, ia harus ‘membongkar’ dosa itu secara empat mata. Terjemahan lain menggunakan kata bring to light. Membawanya pada terang dan kebenaran, merupakan solusi utama yang harus dilakukan ketika mendapati saudara seiman melakukan dosa. Membawanya pada terang dan kebenaran merupakan penegasan bahwa landasan dalam prosedur ini adalah kasih Kristus. Artinya, ketika terjadi peneguran oleh saksi pertama, saksi tersebut tidak sedang menghakimi atau mempermalukan saudaranya melainkan ingin membawanya kembali pada terang Kristus.

Dalam kaitan menasihati sesama dalam empat mata, tampaknya Tuhan Yesus tidak menghendaki penundaan di sana. Artinya, ketika telah diketahui bahwa ada saudara yang melenceng dari kebenaran dengan bukti yang memadai, perintah Yesus adalah pergi dan tegurlah saudaramu itu. Jika mau mendengarkan apa yang telah “dibongkar” oleh saudaranya, dengan catatan ia mengaku dan bersedia berpaling dari dosanya pada kebenaran, maka permasalahan dianggap selesai (ay. 15b). Dalam hal ini, ada harapan bahwa seorang saudara yang melakukan kesalahan akan mendengar atau kembali kepada terang. Jika ia memang mendengar dan menyadarinya maka permasalahan dianggap selesai dan saksi pertama dianggap berhasil mendapatkan saudaranya kembali. Tahap pertama merupakan teguran yang hanya melibatkan pelaku dan saksi yang pertama atau orang yang pertama kali mengetahui kesalahan saudaranya.

Kedua, membawa dua tiga saksi. “Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan”. Ayat 16, ditujukan bagi orang yang tidak mendengar si penegur atau mengeraskan hati terhadap teguran saudaranya.

Solusi yang diberikan untuk mengatasi sikap tidak responsif dari saudara seiman yang jatuh dalam dosa tersebut adalah dengan membawa dua atau tiga orang saksi untuk menyatakan kesalahannya. Tahap ini adalah tahap selanjutnya bagi sesama yang tidak menerima teguran secara empat mata. Saksi pertama membawa orang lain yang dipercaya untuk menegur saudara yang jatuh dalam dosa dan tidak mendengarkan teguran sebelumnya. Dua atau tiga orang saksi yang dibawa, memiliki tanggung jawab yang sama untuk menunjukkan kesalahannya, menasihati dan sampai tahap menegur saudara yang jatuh dalam dosa tersebut. Dua atau tiga orang saksi ini memiliki hati yang sama untuk membawa saudaranya yang jatuh dalam dosa tersebut kepada kesadaran akan kesalahannya dan membawanya pada terang atau kebenaran yang sesungguhnya.

Dua atau tiga orang saksi akan memerkuat tindakan “membawanya pada terang” untuk menyatakan seorang yang tertuduh bersalah. Dalam Perjanjian Lama, satu orang saksi saja tidak berlaku untuk melakukan tindakan pemberian sanksi di hadapan TUHAN dan para imam. Sebelum orang yang berdosa dihadapkan pada imam, kehadiran dua atau tiga saksi lah yang dapat menjadi pendukung bahwa suatu kasus dapat dikatakan valid (Ul. 19:15). Allah menyampaikan melalui Musa, bahwa dalam penggugatan, dua atau tiga orang saksi diperlukan untuk menyatakan keabsahan suatu masalah. Dua atau tiga orang saksi yang dimaksud, dapat memerkuat teguran terhadap seorang yang terbukti bersalah.

 “Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.” Sifat tidak responsif terhadap teguran karena dosanya sendiri tidak dapat

Ketiga, Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai (ay. 17). Menyampaikan persoalan kepada jemaat merupakan langkah final, yang disebut teguran publik bagi anggota gereja yang jatuh dalam dosa dan masih tidak mendengar saksi-saksi yang telah menegurnya. Ayat 17, memberikan keterangan yang cukup jelas bahwa Tuhan Yesus sendiri telah memberikan kapasitas kepada jemaat untuk menunjukkan tanggung jawabnya kepada anggota gereja yang jatuh dalam dosa. Membawanya kepada terang dan memulihkannya kepada keadaan yang sesuai dengan firman Allah. Tahap ini adalah langkah yang sangat serius dan memang tidak mudah untuk dilakukan, tetapi Tuhan Yesus mengatakan bahwa ini adalah langkah yang terbaik bagi seseorang yang bersalah khususnya anggota gereja yang jatuh dalam dosa namun tetap mengeraskan hatinya.

Keempat, otoritas dan janji dari Tuhan Yesus Matius.

Ayat 18-20, merupakan bukti otoritas yang diberikan oleh Tuhan Yesus secara langsung yang disertai dengan janji kepada murid-murid-Nya. Dari otoritas dengan janji ini ada beberapa catatan: Pertama, Kristus menjanjikan bahwa apa yang telah disepakati berdasarkan firman Tuhan, itu juga disetujui di sorga. Maka kata Yesus apa yang diikat di bumi, itu juga terikat di sorga (ay.18). Dengan kata lain, apa yang diikat dan dilepaskan di dunia dipandang sebagai kesepakatan yang diresponi di sorga.

Kedua, Kristus memberi janji tentang kesepakatan dua orang saksi, maka Bapa akan melakukannya bagi mereka. Berkaitan dengan ayat 18, ayat selanjutnya menegaskan gagasan sebelumnya, bahwa Allah yang di sorga akan mengabulkan permintaan dari dua orang yang telah bersepakat tersebut (ay.19). Dengan tegas Tuhan Yesus mengatakan bahwa Bapa di sorga turut campur tangan terhadap keputusan dari persekutuan orang percaya Maka janji-Nya, permintaan mereka akan didengarkan oleh Bapa di sorga yang turut ambil bagian dalam pemulihan saudara seiman yang jatuh dalam dosa. Ketiga adalah kehadiran Kristus di tengah-tengah orang yang berkumpul untuk berdoa.

 Dengan kata lain, ketika dua tiga orang percaya berkumpul dalam nama Tuhan untuk mendoakan suatu pergumulan yang akan diputuskan, Allah hadir di sana. Jika janji Allah ini yang menjadi landasan jemaat. Tentu saja otoritas yang diberikan Tuhan Yesus bukan semata-mata mengukur perbuatan dan ganjaran saudara seiman. Melainkan melihat suatu hal yang lebih besar yaitu memaknai janji Allah yang ada di dalamnya. Janji Allah bahwa Ia menghargai kesepakatan jemaat-Nya. Janji-Nya untuk campur tangan bahkan mengabulkan permohonan dari jemaat yang sepakat. Janji Allah hadir di tengah-tengah jemaat yang bergumul.

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, di bulan keluarga ini kita diingatkan oleh firman Tuhan, jika kita melihat saudara kita yang berbuat dosa, bukan kita menjadi hakim baginya, melainkan bertemu dengan dia dan omong dengan dia, bukan omong tentang dia. Bukan memposting dosa di media sosial atau menjadi bahan obrolan. Yang mendorong kita bertemu dengan dia untuk berbicara dengan dia karena kita mengasihi saudara. Seperti kasih Allah yang diumpamakan seorang gembala yang berupaya untuk mencari satu dombanya yang hilang dan bersukacita ketika menemukannya. Jika melihat saudara kita yang berbuat dosa jangan “masa bodoh” tetapi harus berusaha menolong dia. Allah memakai kita untuk menolong saudara kita yang jatuh dalam dosa. Pertanyaan untuk kita: jika saudara kita berbuat dosa apa langkah-langkah yang kita ambil? Atau kita langsung menghakimi dan memberikan disiplin?

Kedua, kita saling mengingatkan sebagai saudara dan saudari di dalam Tuhan, bukan sebagai musuh yang saling menyingkirkan. Sebagai persekutuan keluarga Allah dalam tidak ada dendam dan kebencian di antara kita. Toh itu ada, diselesaikan sebagai keluarga. Tidak ada orang tua yang senang melihat anak-anaknya hidup saling bermusuhan. Demikian juga Tuhan sebagai Bapa kita. Karena itu, jika saudara saya mengingatkan saya tanda bahwa dia mengasihi saya. Oleh karena itu, jika saudara kita mengingatkan kita, sadar dan bertobatlah karena Allah hadir melalui saudara untuk menyelamatkan kita. Allah menyatakan kasihnya seperti orang tua yang mengasihi anak-anaknya.

Ketiga, jika kita mengatakan bahwa gereja sebagai Keluarga Allah, maka semua warga gereja di mana pun berada adalah keluarga. Gereja adalah ibu kita dan kita adalah anak-anak yang di dalam rumah itu. Dalam rumah ada aturan untuk mendisiplinkan anak-anaknya, jika ada anak yang “nakal” ditegur bahkan mungkin dikenai disiplin. Aturan dalam rumah bukan hukuman melainkan cara untuk mengatur kita agar kita hidup tertib dalam rumah. Tidak ada orang tua yang menegur anaknya karena benci melainkan karena mengasihi anaknya. Hendaklah kasih itulah menjadi landasan kita menegakkan aturan dan disiplin dalam gereja.

Keempat, Tuhan memberi kepada kita wewenang dan kuasa untuk saling mengingatkan dan menegur. Wewenang dan kuasa diberikan kepada murid-murid sebagai individu maupun sebagai persekutuan berjemaat. Karena wewenang dan kuasa adalah pemberian Tuhan maka apa yang kita tegakan atas dasar kasih maka itulah kehendak Tuhan. Tuhan menghendakinya. Tuhan juga berjanji untuk mengabulkan doa umat-Nya yang sepakat (sehati) dinaikkan kepada-Nya.

Kelima, percakapan dalam bacaan ini adalah percakapan sebagai persekutuan jemaat. Kata yang digunakan oleh Yesus adalah “kamu” dan “dua orang sepakat” serta “dua atau tiga orang berkumpul”, Ia mengabulkan doa dan Dia hadir di tengah-tengah. Firman Tuhan mengingatkan akan pentingnya kesepakatan dalam persekutuan berjemaat. Di bulan keluarga ini kita  bersepakat bersama dan berdoa bersama sebagai sebuah keluarga. Jika dua orang bersekutu untuk melakukan suatu pemberesan dan mencari kehendak Tuhan maka Ia akan menjawab permintaan mereka. Amin. FN.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)

RENUNGAN BULAN KELUARGA: HIDUP DENGAN RASA CUKUP (I TIMOTIUS 6: 2b - 12)