Renungan : MENDENGAR DAN MENYELIDIKI FIRMAN ALLAH (Kisah Para Rasul 17:10-15)
Di
era digital media sosial seperti Instagram, Facebook, TikTok dan Twitter
biasanya tempat di mana berita-berita hoax bermunculan dan
cepat menyebar. Berita-berita hoax terkadang membuat
masyarakat percaya terhasut dan bahkan terprovokasi. Mengapa masyarakat muda
percaya? Ada berbagai faktor namun di sini kita menyebut dua faktor: Pertama
karena terbatasnya pengetahuan. Pengetahuan yang terbatas membuat
berita hoax kian tersebar semakin cepat. Kurangnya pengetahuan
membuat orang rasa percaya terhadap berita yang muncul meskipun itu merupakan
berita hoax. Kedua, seseorang memang cenderung lebih gampang
percaya akan sebuah berita yang sesuai dengan opini atau sikap yang
dimilikinya.
Salah
satu cara yang tepat bagi masyarakat dalam menyaring informasi hoax di
media sosial adalah dengan mempelajari literasi media. Literasi media
berhubungan dengan bagaimana khalayak dapat mengambil kontrol atas media.
Tujuan dasar literasi media ialah mengajar khalayak dan pengguna media untuk
menganalisis pesan yang disampaikan oleh media massa, mempertimbangkan tujuan
komersil dan politik di balik suatu citra atau pesan media, dan meneliti siapa
yang bertanggungjawab atas pesan atau ide yang diimplikasikan oleh pesan dalam
berita. Literasi media menjelaskan mengenai bagaimana cara memahami, mengakses,
mengevaluasi, dan memproduksi. Karena banyaknya informasi yang dengan mudah
didapatkan menjadikan masyarakat harus dapat memilih secara baik sesuai dengan
yang dibutuhkan.
Kerusuhan
di Tesalonika membuat Paulus dan Silas harus berangkat ke Berea. Orang-orang
Yahudi mengumpulkan kelompok para pencoleng, lalu menghasut mereka dengan
informasi yang tidak benar sehingga terjadi kerusuhan. Kemudian Paulus
ditangkap. Kata Yunani yang menggambarkan orang-orang ini secara harfiah
berarti orang-orang yang luntang-lantung di pasar (atau persimpangan jalan).
Dengan bantuan gangster-gangster orang Yahudi yang menimbulkan huru-hara.
Dengan tiba-tiba mereka menyerang rumah Yason di mana Paulus menginap. Keadaan
makin memburuk karena orang Yahudi mengadukan tuduhan yang tidak benar kepada
orang Kristen, yang mau tidak mau harus diperhatikan oleh para hakim.
Tuduhan
dengan penyebaran berita hoax adalah bahwa orang Kristen
mengadakan pemberontakan serta berusaha mengangkat seorang kaisar lain seorang
yang bernama Yesus. Teriakan orang-orang Yahudi (ay. 6) dimaksud adalah sebuah
fitnahan. Agama Kristen dituduh sebagai obat bius rakyat yakni sesuatu yang
membuat orang tertidur menerima hal-hal yang sebenarnya mereka lawan dan
tentang. Iman Kristen sungguh-sungguh mengusik.
Namun
demikian, iman Kristen menyebar seperti penyakit menular dari seorang kepada
yang lain. Penyebaran kekristenan sangat meresahkan orang-orang Yahudi. Situasi
di Tesalonika yang tidak aman bagi Paulus, maka orang-orang percaya menyuruh
Paulus dan Silas untuk berangkat ke Berea (ay. 10).
Ayat
11-12. Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang
Yahudi di Tesalonika. Mengapa mereka lebih baik hatinya? Ada tiga alasan: pertama,
karena mereka menerima Firman dengan segala kerelaan hati yakni suka mendengar.
Terjemahan Alkitab bahasa Kupangnya “talalu suka dengar.” Suka mendengar akan
dijelaskan pada bagian kedua. Mereka mendengar dengan senang hati,
tulus, dan tidak mengharapkan imbalan. Kedua, suka mendengar
itulah yang membuat mereka setiap hari menyelidiki (secara teliti) Kitab Suci,
apakah semua yang diberitakan oleh Paulus itu benar (ay. 11). Karena suka
meneliti, belajar, maka mereka tidak gampang percaya. Tidak gampang dibohongi.
Mereka mempelajari baru merespons. Kebenaran terbuka untuk dipelajari, digali
dan dicari tahu. Klaim kebenaran tidak terbuka untuk dipelajari,
diteliti, diuji, maka itu kebenaran yang semu. Paulus pun terbuka, karena
baginya segala sesuatu harus diuji. Hal ini Paulus sampaikan kepada Jemaat
Tesalonika, “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1 Tes. 5:21).
Dari
bacaan ini memberi kesan bahwa orang Yahudi di Berea orang yang dewasa.
Kedewasaan tersebut terlihat ketika mencari tahu kebenaran dan tidak gampang
terprovokasi. Ketiga, Berea terletak di Makedonia Barat Daya,
Yunani. Kota ini berada di kaki Gunung Bermeus. Pada zaman Paulus kota ini
terkenal karena penduduknya yang berpikiran terbuka. Berea dulunya merupakan
pusat budaya dan pembelajaran Yunani. Pada zaman Paulus, Berea sudah
menjadi kota kuno, pertama kali disebutkan oleh Thucydides pada tahun 437 SM.
Pada zaman Romawi, kota ini telah menjadi kota yang makmur dengan komunitas
Yahudi yang besar. Konteks inilah juga merupakan salah satu faktor mengapa
oramg Berea terbuka.
Ayat
13-15, para penghasut dari kelompok Yahudi ini, mendengar bahwa Injil
diberitakan juga di Berea dan orang Berea. Banyak orang yang percaya baik
laki-laki maupun perempuan (ay.12). Karena itu kelompok penghasut ini ke Berea,
untuk menghasut dan menggelisahkan hati orang-orang percaya di sana. Kelompok
ini membuat jemaat tidak tenang, khawatir dan cemas. Mereka juga mencari Paulus
untuk menangkapnya. Namun banyak “saudara-saudara” (ay. 14). Istilah
saudara-saudara di sini bukan saudara secara biologis melainkan orang-orang
yang menerima Injil, yang percaya akan pemberitaan Paulus. Saudara-saudara ini
juga dikenakan kepada rekan-rekannya yakni Silas dan Timotius yang menemani dia
dalam perjalanan pemberitaan Injil. Karena Injil membuat mereka menjadi saudara.
Mereka menolong Paulus untuk berangkat, meninggalkan Berea. Silas dan Timotius
masih tinggal di Berea untuk menemani jemaat dan menguatkan iman jemaat
terhadap hasutan-hasutan. Ada kelompok yang menemani Paulus sampai ke Atena
(ay. 15).
POKOK-POKOK
RENUNGAN
Pertama,
kita diingatkan oleh firman Tuhan agar mempelajari Kitab Suci dengan
sungguh-sungguh. Membangun kerinduan yang terus menerus belajar firman Tuhan.
Ketika kita tahu banyak tentang firman Tuhan maka kita tidak cepat-cepat
menerima ajaran-ajaran yang tidak benar. Orang Berea tidak begitu saja menerima
setiap doktrin yang diajarkan kepada mereka, tetapi malah mempelajari suntuk
menentukan kebenaran setiap doktrin. Orang mempelajari dengan sungguh-sungguh
dan tahu tentang kebenaran Firman tidak terpengaruh dengan berbagai doktrin
yang menyesatkan.
Kedua, orang
yang suka mendengar dan mempelajari dengan teliti kebenaran tidak cepat
terhasut dan terprovokasi dengan berita – berita yang hoax. Orang-orang
percaya di Berea menjadi Pelajaran berharga bagi kita saat ini. Di mana setiap
hari kita disuguhkan berita dari berbagai platform media sosial.
Ketiga,
keterbukaan untuk belajar. Orang atau jemaat yang terbuka adalah jemaat yang
mau bertumbuh dan berkembang. Kita belajar dari Berea, kota ini
terletak di Makedonia Barat Daya, Yunani. Kota ini berada di kaki Gunung
Bermeus. Pada zaman Paulus kota ini terkenal karena penduduknya yang berpikiran
terbuka. Berea dulunya merupakan pusat budaya dan pembelajaran
Yunani. Keterbukaan terhadap perubahan maka lingkungan kehidupan jemaat
semakin berkembang. Mereka terbuka untuk menerima perbedaan dengan tidak kehilangan
identitas dan eksistensinya.
Keempat,
orang suka mendengar, belajar, terbuka dan membawa kabar baik adalah orang
banyak memiliki keluarga. Di mana pun dia berada di sanalah ada persaudaraan
dan keluarganya. Persaudaraan yang saling tolong menolong. Kita belajar dari
Paulus dan orang percaya di Berea. Paulus memiliki banyak saudara di sana yang
menolong dia dalam pelayanan. Persaudaraan ini terjadi karena jemaat terbuka
untuk mendengar dan belajar.
Kelima, kita
hidup di era digital, setiap berita yang kita dengar, baca, harus dianalisa,
cari tahu kebenarannya sebelum Anda dan saya melanjutkan berita tersebut.
Saring dahulu baru share. Gunakan media sosial untuk membagi
berita-berita yang menguatkan hati dan memberitakan Kabar Baik. Amin. FN.
Komentar
Posting Komentar