Renungan Bulan Keluarga: MENJADI TELADAN IMAN (Titus 2:1-10)

 

PENGANTAR

Ada sebuah adagium yang mengatakan bahwa “cara terbaik untuk mengubah orang lain” adalah mengubah diri kita sendiri. Artinya bahwa “keteladanan” dari diri kita merubah orang lain. Adagium ini disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara, seorang guru bangsa. Untuk mendukung adagium itu, Dewantara, menggunakan tiga istilah dalam bahasa Jawa: Pertama, Ing Ngarso Sun Tulodo, yang artinya menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri teladan bagi bawahan atau anak buahnya. Kedua, Ing Madyo Mbangun Karso, yang artinya seorang pemimpin di tengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat kerja anggota bawahannya. Ketiga,  Tut Wuri Handayani,  yang berarti memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Itulah keteladanan yang diajarkan oleh Dewantara. Di minggu ketiga Bulan Keluarga yang dirayakan oleh GMIT, kita belajar dari surat Paulus kepada Titus tentang keteladanan. Tema renungan minggu ini adalah ”Keteladanan Iman”.

PEMAHAMAN TEKS

Surat Titus ditulis oleh rasul Paulus sekitar tahun 61 dan 63 M. Surat ini adalah salah satu surat penggembalaan atau surat pastoral Paulus. Disebut surat pastoral karena membahas tentang masalah yang berkaitan dengan peraturan gereja dan pelayanan di dalamnya. Sama dengan Timotius, Titus adalah anak  rohani Paulus. Titus berasal dari Antiokhia di Suria yang melayani di Korintus dan Kreta.

Kreta pada umumnya terkenal sebagai orang-orang yang suka bergolak dan sulit dikendalikan, seperti yang dikatakan Paulus. Banyak orang yang hidup tidak tertib (1:10). Kemudian ia mengatakan bahwa “Dasar orang Kreta pembohong, binatang buas, pelahap yang malas” (1:12). Latar belakang ini berdampak dalam pelayanan jemaat dan akan membuat perkembangan Injil di Kreta terancam.

 Oleh karena itu Paulus memberikan beberapa nasehat melalui surat ini. Pertama, tanggung jawab utama Titus adalah memberitakan dan mengajarkan ajaran yang sehat (1:9, 13, 2:1). Pemakaian kata ini biasanya di dalam surat-surat penggembalaan, yang senantiasa dikaitkan dengan pengajaran, menunjukkan penekanan Paulus pada pentingnya doktrin yang benar.

Kedua, walaupun Titus seorang yang masih muda namun dia adalah gembala yang harus memberikan teladan. Permintaan ini juga terdapat di dalam surat pastoral yang lain (bdk. 1 Timotius 4:12). Di mana Paulus meminta kepada Timotius yang masih muda itu untuk menjadi teladan. Kepada Titus, Paulus meminta agar jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaran, sehat dan tidak bercela. (ay. 7 - 8). Mengapa? supaya orang tidak menganggap rendah sebagai orang muda (ay. 15).

Ketiga, menolong jemaat untuk mengerti tanggung jawab, baik sebagai orang tua, pemuda dan hamba yang melayani tuannya. Seperti biasanya, Paulus memberikan petunjuk-petunjuk praktis untuk menjadi teladan. Pertama, untuk orang laki-laki yang tua, umumnya menunjuk pada usia yang lanjut atau tidak muda lagi yang berpengalaman. Mereka haruslah hidup sederhana, bersahaja, sopan, tidak menonjolkan diri dan rendah hati. Dari bahasa Yunani “nefalios” yang diartikan “mampu menahan diri”. Terhormat, mulia, tulus hati, bijaksana, arif, cerdas dan budiman. Sehat dalam iman, kasih dan ketekunan, menunjuk pada kondisi yang stabil kehidupan rohaninya, hidup dalam keteguhan hati yang sungguh.

Kedua, untuk perempuan-perempuan yang tua, yaitu mereka yang lanjut umur dan memiliki banyak pengalaman hidup. Mereka harus hidup sebagai orang-orang beribadah, hidup yang pantas dan layak seperti orang-orang kudus, menjaga kelakuan yang baik. Jangan memfitnah: jangan menjelek-jelekkan sesama, mencemarkan nama baik seseorang, penabur perselisihan, penghasut. Jangan jadi hamba anggur, tidak minum anggur, dan diperbudak oleh anggur. Cakap mengajar hal-hal yang baik, dapat memberi bekal, teladan pengajaran iman yang baik dan benar terutama kepada perempuan-perempuan yang muda.

Ketiga, perempuan yang muda menunjukkan pada perempuan yang sudah menikah, yang tinggal bersama suami dan anak-anak. Mengasihi suami dan anak-anak artinya memberi perhatian penuh pada suami dan anak-anak, memberi cinta kasih yang tulus apapun keadaannya. Hidup bijaksana, dapat membedakan mana yang baik atau tidak baik untuk dilakukan, arif dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi dalam keluarga. Suci artinya tetap menjaga kekudusan diri sendiri dan keluarga. Rajin mengatur rumah tangga secara rutin apa yang harus dikerjakan di rumah. Baik hati, murah hati, manis dan sopan. Taat pada suami, menghormati suami sebagai kepala keluarga, tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan (bdk. Efesus 5:22).

Kempat, orang muda, yaitu orang yang belum menikah, usia remaja dan pemuda. Mereka harus menguasai diri dalam segala hal, yaitu mampu menolak tawaran dan godaan duniawi, identitas diri sebagai orang percaya dipertahankan apapun situasi yang dihadapi. Titus sebagai orang muda dinasihati Paulus untuk jadi teladan, sebab pengajarannya tidak akan berhasil apa bila dia sendiri tidak memiliki sikap yang baik dalam perilaku maupun pengajarannya. Dia harus jujur yaitu murni menyampaikan setiap pengajaran yang datang dari Allah. Bersungguh-sungguh dalam pengajaran, tidak setengah-setengah atau pun lalai mengerjakan tugas mengajar firman untuk jemaat, bertanggung jawab penuh. Sehat dan tidak bercela dalam pemberitaan yaitu menyampaikan pengajaran yang benar, tidak menyimpang dari kebenaran Allah.

Kelima, hamba-hamba, yaitu “Seseorang yang dimiliki atau dikuasai oleh orang lain, tidak mendapat upah, melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga”. Mereka dinasihati agar taat kepada tuannya dalam segala hal, jangan membantah, jangan curang, selalu tulus dan setia maksudnya harus memiliki sikap hidup yang benar-benar mengabdi dan melayani serta, menyenangkan hati tuannya serta tidak berpura-pura.

POKOK-POKOK RENUNGAN

Dari pembahasan di atas kita dapat merumuskan beberapa pokok renungan.

Pertama, keluarga Kristen yang memberikan teladan melalui perkataan dan perbuatan. Teladan melalui perkataan: misalnya, sebagai orang tua, berbicaralah yang baik, lemah lembut, jauhkan kata-kata kotor, makian dan cacian dari depan anak-anak sebab anak-anak dalam rumah akan meniru ucapan dari orang tua. Sebagai pelayan (presbiter), menunjukkan teladan bagi jemaat, sebagai guru memberikan teladan bagi murid, pimpinan bagi orang yang dipimpin, dst. Teladan tidak hanya lewat kata-kata namun lewat perbuatan. Misalnya menolong sesama, bekerja keras di dalam rumah maupun di luar rumah. Kita belajar dari nasehat Paulus kepada Titus tentang mengajarkan ajaran yang sehat dan dalam perkataan dan perbuatan. Ia sendiri harus menjadi teladan, walaupun  sebagai orang yang masih muda.

Kedua, keluarga Kristen yang dihargai dan dihormati karena memberikan teladan melalui cara hidup: cara omong, cara bertindak, cara membawa diri, cara berpakaian, cara mengambil keputusan, dst., serta menjaga integritas. Keteladanan hidup tidak mengenal batas umur dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, sebab keteladanan keluar dari dalam hati, nampak melalui perkataan serta sikap hidup. Nasehat itu yang disampaikan oleh Rasul Paulus kepada Titus dan juga Timotius sebagai orang muda.

Ketiga, keluarga Kristen yang memberitakan Injil melalui keteladanan. Orang akan lebih percaya jika Injil itu dihidupi dalam kehidupan keluarga Kristen sehari-hari. Kita akan menjadi keluarga yang dapat dipercaya dalam kehidupan bersama di dalam masyarakat. Hal itu yang diminta oleh Paulus kepada Titus. Ia sebagai orang muda dinasihati sebab pengajarannya tidak akan berhasil apa bila dia sendiri tidak memiliki sikap yang baik dalam perilaku maupun pengajarannya.

Keempat, menjadi teladan iman. Saya membagi sebuah cerita untuk kita semua. Ada seorang anak sekolah minggu yang membawa seekor kucing kesayangan yang sakit ke pendeta untuk mendoakannya. Ketika anak ini sampai di rumah pendeta, si pendeta sibuk sehingga tidak bisa melayani anak ini. Namun si anak tetap duduk di ruang tamu sambil menggendong kucing kesayangannya. Pendeta marah melihat anak ini, karena anak ini tidak mau pulang. Lalu si pendeta memanggil anak ini datang membawa kucingnya. Si pendeta mengajak anak ini berdoa untuk kucing tersebut. Begini bunyi doa si pendeta, “Tuhan, kami serahkan kucing ini ke dalam tangan-Mu, mau hidup atau mati ada dalam tangan-Mu, amin.” Setelah itu si anak ini pulang dengan membawa kucingnya. Hari Minggu, si pendeta tidak bisa memimpin kebaktian minggu karena sakit. Sehabis kebaktian, si anak ke Pastori untuk mendoakan si pendeta. Ia langsung menuju ke tempat tidur si pendeta yang sementara berbaring. Si pendeta tertidur namun karena anak ini duduk di atas tempat tidur, tepat di atas kepala si pendeta, tersadarlah ia. Pendeta membuka mata si anak telah meletakkan tangan di atas kepalanya. Lalu dia berkata kepada si pendeta bahwa ia hendak mendoakannya. Begini bunyi doa si anak: “Tuhan, kami serahkan pendeta ke dalam tangan-Mu, dia mau mati atau hidup ada dalam tangan-Mu, amin.” Doa si anak sama persis doa si pendeta kepada kucing yang sakit. Amin. FN.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)