Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

 

Doa menurut KBBI adalah permohonan, harapan dan pujian kepada Tuhan. Berdoa adalah suara hati nurani yang menyapa Allah, yaitu suatu permohonan dan syukur kepada Allah. Oleh karena itu tidaklah dapat dipungkiri bahwa berdoa merupakan suatu bagian penting bagi orang beriman. Doa menurut Kamus Alkitab adalah tindak menghubungkan diri dengan Tuhan dengan, atau tanpa perkataan.

 Berdasarkan pengertian doa di atas, maka berdoa adalah ungkapan hati manusia kepada Allah dengan cara berbicara kepada-Nya. Doa juga mengajarkan untuk menerima diri sendiri, orang lain dan dunia, karena manusia sendiri
pun telah diterima dan diampuni oleh Tuhan tanpa syarat. Dalam Injil Lukas 11:1-13, mengisahkan tentang ajaran doa Yesus kepada para murid-Nya. Doa ini yang dikenal sebagai Doa Tuhan atau Doa Bapa Kami. Lukas menceritakan bahwa Yesus ada di suatu tempat dan sedang berdoa.

Pada waktu itu, doa sudah menjadi suatu kewajiban bagi orang Yahudi. Hal ini sudah menjadi tradisi turun temurun. Bukti yang kuat untuk mendukung hal tersebut adalah kehadiran Sinagoge. Bagi orang Yahudi Sinagoge adalah jantung peradaban iman, tempat yang sangat penting. Dua hal yang menjadi fokus di dalam Sinagoge yakni berdoa dan mempelajari firman Tuhan.

Orang Yahudi berdoa di Sinagoge tetapi Tuhan Yesus memilih latar alam adalah pilihan utamanya. Di dikatakan pagi-pagi benar waktu hari masih gelap, Yesus bangun dan pergi ke luar. Menurut catatan Injil bahwa Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana (Mrk. 1:35). Ia pergi ke bukit untuk berdoa (Mrk. 6:46). Di bukit Ia berdoa seorang diri saja (Mat. 14:23) ada kalanya meninggalkan murid, seorang diri berdoa (Mat. 26:36) bahkan Ia pergi ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah (Luk. 6:12). Doa mengambil peranan penting dalam pelayanan Yesus. Kebiasaan Yesus yang secara teratur berdoa ini menjadi perhatian murid serta menimbulkan penasaran. Bagaimana seharusnya berdoa?

Lukas 11:1-13 terdiri dari tiga ajaran, yaitu pertama, doa Bapa Kami, kedua perumpamaan tentang seorang sahabat yang datang meminta roti pada malam hari, dan ketiga tentang anugerah yang diberikan Bapa kepada si pendoa.

Pertama, Yesus mengajarkan para murid untuk memuliakan Allah dengan sapaan Bapa. Sapaan ini menandakan bahwa Allah sangat dekat dan akrab dengan manusia. Lukas melihat tentang konsep ke-Bapa-an Allah dalam doa (ay. 2). Di dalam doa Allah dipanggil sebagai Bapa yang di sorga. Ini menunjukkan adanya relasi yang akrab. Allah yang transenden menjadi imanen bagi tiap orang yang berdoa. Konsep ini memungkinkan manusia mengenal eksistensi Allah. Manusia membangun relasi seperti dengan Tuhan seperti orang tau dan anak.

Dikuduskanlah nama-Mu. Doa menjadi sarana manusia menghampiri nama Allah yang kudus. Nama Allah mulia dan berkuasa. Sebab Allah senantiasa menjaga nama-Nya yang agung. Ia tak dapat menyangkal diri-Nya sendiri. Pada saat yang sama tetap menjaga nama baik orang yang berdoa (diri sendiri). Di dalam doa nyatalah sakralitas nama Allah sebagai alasan agar Allah memampukan orang percaya melihat kudusnya nama Tuhan Allah. Murid-murid yang pertama baru memahami betapa hebat kuasa nama Allah yang kudus ini. "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus" (1 Pet.1:16).

Datanglah kerajaan-Mu. Kerajaan-Nya hadir di bumi diantara manusia. Doa menghadirkan kerajaan Allah. Di sini terlihat suatu konsep yang kuat bahwa doa sebagai sarana memahami kerajaan Tuhan Allah atas manusia, dan seluruh alam semesta.

Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya. Jika kita membandingkan dengan injil Matius, maka kita melihat kebutuhan makanan atau keperluan fisik sebagai kebutuhan hari ini (sekarang). Sedangkan Lukas menekankan pemenuhan kebutuhan yang jangka panjang yakni setiap hari, suatu permohonan melalui doa. Manusia bekerja dan berupaya untuk memenuhi keperluan-keperluannya, tetapi konsep yang muncul adalah itu semua adalah pemberian Allah semata. Ruang permohonan kecukupan makanan (kebutuhan fisik) hanya salah satu bagian dari doa. Jadi, tidak ada alasan manusia memegahkan diri di hadapan Allah.

Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Melalui doa di hadapan Allah manusia harus mengakui ketidaksempurnaanya dengan pengakuan kemungkinan salah kapan saja. Dengan konsep pengampunan ini merupakan kebutuhan psikis yang mesti dibereskan setiap hari. Dalam interaksi antar sesama manusia kemungkinan salah tetap ada (tidak bisa dihindarkan). Yang dituntut dari hal ini adanya saling mengakui kesalahan dan saling memberi pengampunan. Allah mengampuni, pada saat yang sama sesama manusia juga saling mengampuni.

 Janganlah bawa kami ke dalam pencobaan tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. Di dalam dunia ini dua hal yang tak mungkin bisa hilang, yakni pencobaan dan kejahatan. Ini memang problem yang sulit, tetapi kenyataan. Tetapi apakah maksudnya janganlah bawa kami ke dalam pencobaan tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat? Berdoa supaya Allah menjaga agar tidak dicobai untuk berbuat dosa (Mat. 26:41; Maz. 19:13-14) atau menopang dan melepaskan kita ketika kita dicobai (Maz. 51:12,14). Dalam permohonan ini tiap orang berdoa agar dilepaskan (dibebaskan) dari ancaman kejahatan yang dirancang oleh pihak lain, maupun oleh si jahat.

Kedua, Yesus mengundang para pengikut-Nya untuk berani mendekati Tuhan, yang sudah dekat dengan mereka. Yesus mendukung pengajaran-Nya dengan perumpamaan tentang sahabat yang mendesak (ay. 5-8). Perumpamaan ini mendorong para pengikut untuk bertekun dalam permohonan mereka kepada Tuhan. Apa memotivasi seseorang yang untuk memohon kepada sahabatnya di malam hari? Karena keberanian untuk meminta bantuan kepada sahabat dekatnya dalam situasi yang menantang. Namun, ikatan yang menghubungkan mereka dengan Tuhan lebih penting daripada persahabatan; itu adalah hubungan kekeluargaan yang intim. Hubungan ini mengundang orang percaya untuk bertekun dalam doa.

Ketiga, perumpamaan kedua (ay. 9:13) adalah undangan untuk meminta, fokus pada jawaban doa. Perumpamaan ini ditemukan dalam Matius. Yesus mengundang para pendengar-Nya untuk menempatkan diri mereka dalam situasi orang tua dan membayangkan bagaimana menanggapi permintaan makanan dari anak-anak mereka. Yesus melanjutkan pengajaran-Nya tentang doa dengan menyoroti tanggung jawab para pendengar yang berdoa. Di masa-masa sulit, para murid perlu memulai, meminta, mencari, dan mengetuk pintu untuk meminta pertolongan (ayat 9). Intinya adalah bahwa ketika mereka datang kepada Allah maka Ia akan menjawab doa mereka. 

Untuk menjelaskan maksud-Nya lebih lanjut, Yesus memberikan contoh kepada para pendengar-Nya dari interaksi mereka dengan anak-anak mereka. Ketika anak-anak meminta makanan kepada orang tua mereka, orang tua tidak memberi ular atau kalajengking untuk menyakiti mereka. Sebaliknya, orang tua memberi anak-anak sesuatu untuk mereka makan.  Yesus mengundang para pendengar-Nya untuk membandingkan ayah duniawi dengan Bapa surgawi, dengan menegaskan bahwa Allah, yang kebaikannya jauh melebihi kebaikan para ayah manusia, yang tidak akan pernah menjawab permintaan anak-anak mereka dengan kebencian, juga tidak pernah memberikan hadiah yang berbahaya bagi anak-anak-Nya.”  Kemudian Lukas mempersiapkan para pendengar-Nya di mana Roh Kudus akan mengurapi para pengikut-Nya. 

POKOK-POKOK RENUNGAN

Dari uraian di atas maka ada beberapa pokok yang bisa menjadi bahan perenungan:

Pertama, doa bukan sekedar kata, di dalamnya terdapat makna yang menunjukkan hubungan manusia dengan Tuhan Allah tanpa melupakan hubungan manusia dengan sesamanya. Doa mestilah mencerminkan hati yang taat. Lebih dalam lagi, doa itu adalah tindakan persekutuan dengan Tuhan,  dan manusia, di dalamnya melibatkan dua pribadi yang memiliki perasaan dan hati. Allah memiliki hati seperti orang tua yang sangat mengasihi anak-anaknya dan manusia memiliki perasaan untuk mau bersandar dan mau dengar curahan isi hati dari seorang anak.

Kedua, doa membangun persekutuan dengan Allah sebagai orang tua dan sesama sahabat. Dia adalah Allah yang bertindak seperti orang tua yang mau mendengar pembicaraan anak-anaknya. Di dalam Yesus Kristus Allah hanya sejauh doa (nyanyian rohani). Berdoa menolong kita untuk mendekatkan dengan Bapa kita dan kita nyatakan dalam menolong sesama yang membutuhkan pertolongan. Menghidupi doa dinyatakan dalam sikap kita kepada sesama. Jadi berdoa tidak hanya menutup mata tetapi membuka mata untuk memperhatikan sesama kita.

Ketiga, menghidupi doa  dengan menjaga kekudusan hidup karena Allah, Bapa kita, adalah Allah yang kudus. “Kuduslah kamu sebab Aku kudus” (I Petrus 1:16). Kita berdoa menyapa Allah yang kudus dengan mulut, maka mulut, hati, pikiran, kaki dan tangan kita juga harus kudus. Orang selalu berdoa adalah orang yang menjaga kekudusan hidup agar melalui hidupnya orang memuliakan nama Allah.

Keempat, menghidupi doa dengan menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah. Jadi hadirnya kerajaan Allah selain berdoa meminta, tetapi nyatakan melalui sikap dan karya kita dalam kehidupan kita sehari-hari. Kerajaan Allah berhubungan dengan kecukupan hidup seperti doa Yesus “Berikanlah kepada kami setiap hari makanan kami yang secukupnya”.

Kelima, menghidupi doa dengan menyadari bahwa kita orang berdosa, karena itu mari kita saling mengampuni. Orang yang selalu berdoa adalah orang yang mudah mengampuni sesamanya.

Keenam, jangan jenuh-jenuh berdoa supaya kita dikuatkan untuk menghadapi berbagai cobaan dan terhindar dari berbagai kejahatan. Amin. FN



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)