Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)
Seiring berjalannya waktu, yang kian didominasi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peristiwa sejarah tentang makna penderitaan adalah kasih karunia Tuhan Yesus Kristus menjadi memudar bahkan redup diperdengarkan dalam khotbah di gereja maupun berbagai pengajaran bangku pendidikan Kristiani maupun di sekolah-sekolah tinggi teologia. Bagi manusia modern, penderitaan adalah suatu kutuk yang tidak semestinya dialami oleh orang percaya di masa kini atau di zaman yang serba modern dan menjanjikan ini. Pola pemahaman ini berkembang sedemikian rupa, sehingga penderitaan bukan lagi merupakan bagian yang harus dialami oleh orang percaya dengan berbagai dalil. Bahkan manusia modern melakukan berbagai tentang analisis penyebab penderitaan yang dialami oleh manusia.
Petrus memulai dengan sebuah nasehat dalam ayat 18, kepada para orang Kristen, di mana dikatakan bahwa “Hai kamu hamba-hamba tunduklah dengan penuh ketakutan”. Kata hamba-hamba di bagian ini menggunakan istilah oiketes. Kata ini memberikan kesan sebuah nuansa pelayanan dalam rumah tangga, yakni hamba dan tuan.
Perbudakan pada saat itu adalah sesuatu yang mendasar di zaman itu. Kehidupan para budak zaman ini dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan. Tingkatan budak yang paling rendah adalah budak yang bekerja sebagai petani, lalu di atasnya adalah budak yang bekerja sebagai pekerja kasar dan yang ketiga adalah budak yang bekerja di rumah.
Para budak tidak memiliki hak sama sekali, mereka hanya dianggap sebagai benda saja. Banyak budak menandakan bahwa semakin kayalah orang itu. Jika seorang budak memiliki tuan yang baik, maka perekonomian budak juga bisa baik. Namun tak jarang para budak ini dipekerjakan melebihi kapasitas yang mereka miliki demi memperkaya tuan mereka. Ada tuan yang baik sekali tetapi ada sangat bengis, jahat, bahkan mereka tak segan menganiaya, menghukum dan membunuh.
Hal ini memperlihatkan bagaimana kehidupan sebagai budak pada zaman itu diwarnai kesulitan dan berbagai penderitaan. Lalu kata “ketakutan” dalam bahasa Yunani menggunakan kata phobos. Kata ini sendiri sebenarnya memiliki kesan bahwa ketakutan yang seharusnya dimiliki oleh para budak adalah ketakutan yang didasari penghormatan pada Allah dan bukan ketakutan kepada tuan. Jadi, tunduk dengan penuh ketakutan ini bukan didasari penghormatan kepada manusia, tetapi dengan dasar sikap hormat kepada Allah. Selain itu kata “tunduk” tersebut merupakan suatu istilah militer yang berarti “ditempatkan sebagai bawahan. Seorang prajurit yang tunduk kepada komandannya.
Seorang tamtama dalam kemiliteran mungkin berkepribadian lebih baik daripada seorang jenderal berbintang lima, tetapi ia tetap seorang prajurit. Kristus pun menjadi seorang hamba dan menyerah kepada kehendak Allah walaupun seketika waktu Ia harus menanggung begitu banyak penderitaan.
Ayat 19-20, Petrus juga berkata bahwa penderitaan hidup yang dirasakan oleh orang-orang Kristen sebagai sebuah kasih karunia, jika seseorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Bagaimana bisa dikatakan karunia jika karena kebenaran yang dilakukan seseorang malah mendapatkan hukuman? Bukankah seseorang yang mengalami penderitaan karena dia tidak berbuat salah layak untuk membalas dan memberontak? Apa maksudnya? Kita melihat ayat 21, “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.” Bagi Petrus, penderitaan adalah sebuah kasih karunia karena kita mengikuti jejak Yesus. Setiap pengikut Yesus pasti mengalami penderitaan sebab itu sebuah panggilan. Panggil untuk mengikuti jejak Yesus, walaupun kita tidak sempurna seperti Yesus, namun kita terus berjuang untuk menunjukan gambar dan rupa Allah.
Dalam bahasa Yunaninya kata “teladan” adalah hupogrammon yang artinya mengikuti sepersis mungkin atau bisa juga diartikan secara literal menulis ulang. Kata ini adalah hapax legomenon. Namun perlu kita ketahui bersama bahwa dalam budaya masa itu, kata ini biasa diartikan seperti guru yang mengajar baca tulis anak kelas 1 SD, di mana anak-anak yang masih belajar itu mengikuti cara guru menulis abjad dan membaca sepersis mungkin sehingga akhirnya lambat laun dia bisa menjadi mandiri dan dapat membaca dan menulis sendiri.
Dalam penderitaan hidup yang dialami oleh para budak, Petrus memberikan nasihat ini. Petrus tidak serta merta menyuruh para budak yang saat itu mengalami penderitaan untuk melakukan pemberontakan kepada tuan mereka. Petrus sadar betul situasi dan kondisi saat itu, bagaimana cukup mencekam dan menakutkannya kondisi saat itu. Petrus tidak menyarankan kepada para orang Kristen untuk melakukan hal konyol yang nantinya malah membuat mereka makin menderita, makin tertindas. Orang-orang Kristen saat itu tidak membelot. Itulah nasihat yang diberikan oleh Petrus kepada orang-orang Kristen masa itu. Walaupun penderitaan yang berat tapi tidak membelot, tetap jadi kesaksian. Bukan berhenti dan mandek ketika merasakan penderitaan. Tapi harus ada hal lanjutan yang menjadi sebuah tindakan mereka.
Ayat 22-24, dasar apologetika Rasul Petrus adalah bahwa Yesus telah memberikan teladan bagi orang percaya. Ia tidak berbuat dosa dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. Bagi Rasul Petrus inilah panggilan yang harus diresponi dengan benar oleh setiap orang percaya yang harus turut mengambil bagian dalam penderitaan Yesus di dalam merefleksikan imannya. Yesus adalah satu-satunya figur yang perlu diteladani dalam segala aspek kehidupan orang percaya. Sebab Yesus tidak hanya memberikan teladan melalui sikap hidup-Nya tetapi juga dalam kerelaan-Nya, Ia menderita untuk memenuhi tuntutan penguasa dunia yang berlaku sewenang wenang atas diri-Nya, karena Ia tunduk kepada kehendak Allah. Tanpa ketundukan Nya kepada Allah, manusia masih tetap tersandera karena berbagai dosa, kejahatan dan pemberontakan yang dilakukannya. Penderitaan-Nya, pengorbanan-Nya untuk menyelamatkan umat manusia dari berbagai cengkraman dosa tetapi juga menolong orang percaya untuk tetap eksis dalam menghadapi berbagai penderitaan karena iman dan keyakinannya kepada Tuhan, Yesus Kristus.
Ayat 25, Petrus mengingatkan mereka bahwa kini mereka sudah kembali ke jalan yang benar. Dulu mereka sesat pengorbanan Yesus telang membawa mereka kepada Allah dan mereka dipelihara oleh Tuhan.
POKOK-POKOK RENUNGAN
Pertama, di minggu sengsara Tuhan Yesus yang kedua ini, kita belajar dari firman Tuhan bahwa penderitaan Yesus untuk menghapus dosa keangkuhan manusia yang merasa diri sebagai tuan atas orang lain. Merasa diri lebih kaya dari pada yang lain sehingga menindas orang yang miskin. Menindas para pendatang. Penderitaan Yesus membuat kita sama di hadapan Allah. Kata rasul Paulus “Ia telah mengambil rupa seorang hamba”. Dengan kata lain, Dia telah mengganti orang struktur sosial, budaya dan agama yang menindas orang-orang kecil. Dia menjadi hamba dan merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang kecil dan mengangkat dan memulihkan mereka. Kini kita semua sama di mata Tuhan. Kita semua tunduk, hormat dan taat kepada Tuhan. Sikap kita seperti seorang prajurit yang taat dan hormat kepada komandannya.
Kedua, pengorbanan Yesus memberikan teladan bagi kita. Dia menderita untuk dosa-dosa kita, maka kita memperoleh pengampunan dan mengikuti teladan-Nya. Ia menderita untuk kita hidup. Ia telah menggantikan kita. Artinya, Yesus bukan asal menderita atau menderita karena Dia berbuat kejahatan. Dalam ayat 22-24, Petrus mengatakan bahwa Ia menderita tetapi Dia tidak berbuat dosa. Ia menderita karena kebenaran, sebuah misi keselamatan bagi umat manusia. Oleh karena itu di taman Getsemani Ia menerima cawan itu. Jadi orang Kristen jangan takut menderita karena memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Takutlah menderita kalau kita tidak berbuat kebenaran dan tidak memperjuangkan keadilan.
Ketiga, Yesus menderita akibat dosa-dosa kita. Oleh karena itu kita dimampukan untuk berjuang melawan dosa-dosa yang membuat orang lain menderita. Dosa yang merusak persekutuan sehingga terjadi perpecahan dalam gereja, rumah tangga, merusak persahabatan, dst. Penderitaan Yesus, bilur-bilur-Nya telah menyembuhkan kita karena itu kita hadir untuk menyembuhkan mereka yang terluka. Gereja (lembaga), Anda dan saya adalah penyembuh.
Keempat, orang Kristen dipanggil untuk mengikuti jejak Yesus. Jika kita berada di minggu sengsara maka kita mengikuti jejak penderitaan Yesus. Yesus telah melewati jalan tersebut maka Dia akan memampukan kita untuk melewati setiap penderitaan yang kita alami. Jangan takut menderita karena kita ikut Tuhan. Amin. FN.
Komentar
Posting Komentar