Renungan : KUALITAS ATAU KUANTITAS? (Lukas 21: 1-4 dan Tawarikh 29:10-19)

 

Apakah jumlah persembahan tidak penting? Atau pertanyaan seperti tema yang diberikan oleh Majelis Sinode GMIT; kualitas atau kuantitas? Kita tahu bersama apa pengertian kualitas dan kuantitas. Kualitas tingkat keunggulan atau keadaan yang baik suatu objek. Kualitas menunjuk sejauh mana suatu hal dapat memenuhi harapan atau kebutuhan pengguna. Penilaian kualitas didasarkan kepada suatu hal memenuhi standar atau kriteria tersebut. Kuantitas merujuk kepada jumlah. Penilaian kuantitas berdasarkan berapa banyak atau seberapa besar suatu hal tersebut

Bacaan kita saat ini berbicara tentang persembahan seorang janda miskin dan nyanyian pujian Daud.

Bagaimana persembahan yang berkenan kepada Tuhan; dari segi kualitas atau kuantitas?

Mari kita lihat penjelasannya.

Lukas 21:1-4

Ayat 1: Di Bait Allah ada tempat bagian khusus untuk kaum perempuan yaitu pada pelataran depan. Pelataran itu boleh dimasuki oleh laki-laki, namun pelataran untuk laki-laki perempuan dilarang untuk masuk. Di pelataran itulah diletakkan sejumlah (ada yang menyebut 13) kotak persembahan, semacam terompet, masing-masing dengan maksud khusus. Tiap orang, laki-laki dan perempuan, memasukkan persembahannya ke dalam salah satu kotak, sesuai tujuan persembahannya, sambil menyebut jumlah (besarnya) persembahannya dengan suara keras untuk didengar oleh semua orang. Para lelaki memasukkan persembahannya, menyebut jumlahnya lalu berjalan terus ke pelataran khusus untuk laki-laki. Tetapi ada juga laki-laki yang duduk di pelataran perempuan. Nampaknya Yesus duduk di pelataran perempuan itu (lihat kata-kata, “, ketika Yesus mengangkat muka-Nya, (tentu karena Ia duduk sambil menundukkan kepala, Ia melihat orang kaya memasukkan persembahan mereka …”)

Ayat 2: “… seorang janda miskin ….” Dua kata yang menunjuk pada status perempuan ini: janda, yang berarti tidak ada tempat untuk bersandar secara sosial budaya, tidak ada pembelaan kalau ia menghadapi perkara dan bisa juga seringkali menjadi korban perlakuan tidak adil (baca 20:46-47). Kata “miskin” menunjuk pada status sosial ekonomi ekonomi yang rendah yang bekerja hari ini untuk mendapat upah hari ini yang cukup untuk makan hari ini. (lih. Matius 20: 6,7 yang menggambarkan buruh harian lepas yang menanti orang menawarkan untuk memberi kerja, sampai hampir putus asa karena sudah jam lima petang. Untung ada yang menawarkan kerja. Dan mereka serta merta, juga dengan gembira menerima tawaran itu tanpa bertanya tentang besarnya upah mereka. Pasti mereka tidak mengharapkan upah 1 dinar, karena waktu kerja Cuma sisa satu jam saja. Jadi mereka berpikir, “berapa pun yang diberi, asal bisa mengganjal perut untuk hari ini.” lih. juga dengan salah satu permintaan dalam Doa Bapa Kami menurut Matius 6:11, “berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Si miskin adalah mereka yang bekerja hari ini untuk makan hari ini. Jangan pikir tentang esok.

“… dua peser ….” ( LAI TB2 dan LAI BIS: “dua keping uang tembaga”; Bahasa Kupang: “dua sen.” Bahasa Kupang juga menambah keterangan, “itu doi pung harga paling kici…” Sementara Markus 12:42 menambah keterangan “dua peser yaitu satu duit.” Jauh berbeda dengan para orang kaya yang pasti memberi lebih banyak. Pasti ia memberi dengan sikap malu-malu dan diam-diam karena kecilnya nilai uang persembahannya.

Ayat 3:  “Lalu Ia (Yesus) berkata:” … Lukas tidak mencatat kepada siapa Yesus berkata. Tetapi Markus 12:43 mencatat, “Lalu Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata ….” Jadi Yesus berkata kepada pada murid-murid.

“Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu”. Tentu saja perkataan ini mengandung pesan moral dan pesan iman yang kuat sekali. Sebab di sini Yesus tidak berkata-kata tentang jumlah (besarnya) persembahan melainkan Yesus berbicara tentang nilai iman dan niat atau motif hati pemberi. Dari segi ini persembahan janda ini sungguh amat banyak.

Ayat 4: Yesus menjelaskan perbedaan kualitatif antara persembahan orang-orang kaya (ayat 1) dengan seorang janda miskin (ayat 2). Orang kaya memberi persembahan dari kelimpahannya. Ada tiga perbedaan di sini: Pertama, persembahan orang kaya tidak mengganggu jaminan hidupnya sama sekali, karena masih ada sisa banyak di rumah mereka. Bahkan yang mereka persembahkan adalah sisa dari kelebihan (kelimpahan) hidup mereka untuk hari itu. Sementara persembahan janda miskin ini menyebabkan ia kehilangan nafkahnya untuk satu hari itu. Persembahan janda itu amat mengganggu kenyamanan dan kepastian makan minum untuk dirinya pada hari itu.  Kedua, persembahan orang kaya tidak mempunyai nilai iman dan tidak mempunyai nilai moral sebagai bukti pengorbanan diri demi iman. Sebaliknya persembahan janda miskin ini mengandung nilai moral yang amat tinggi dan menjadi bukti iman. Dalam hal ini iman bahwa hidupnya tidak bergantung pada uang yang ia miliki, melainkan bergantung kepada Tuhan yang ia sembah dan yang kepada-Nya ia memberi persembahan. Ketiga, persembahan orang-orang kaya itu dilakukan sebagai kewajiban agama untuk menunjukkan kepada orang banyak bahwa mereka adalah orang yang taat beragama dan mengasihi Tuhan. (lih. 20:45-47). Sementara persembahan janda tersebut adalah persembahan hati, persembahan diri, persembahan hidupnya kepada Tuhan.

1 Tawarikh 29:10-19

Kitab Tawarikh mencatat pesan akhir yang lebih panjang tanpa menyinggung masalah balas jasa dan balas dendam. Sebaliknya menyebutkan jenis dan jumlah bahan-bahan yang sudah ia persiapkan untuk membangun Bait Allah sambil mendorong para kepala suku untuk terus membantu Salomo membangun Bait Allah antara lain dengan terus memberi persembahan pembangunan (1 Taw. 28:1-29:9).

Sedangkan 29:10-19 merupakan pengakuan iman Daud tentang semua yang telah ia perbuat, terutama tentang semua yang telah ia bersama orang-orang Israel kumpulkan untuk membangun Bait Allah. Pengakuan iman ini ia lakukan dalam bentuk pujian kepada Allah. Tentu saja pengakuan dalam bentuk pujian ini (lihat kata “terpujilah Engkau, ya Tuhan, Allah Israel, bapa kami ….” Di ayat 10). Tentu saja isi pujian ini merefleksikan pengalaman hidup sekaligus pengalaman iman Daud sejak masa muda, ketika ia menggembalakan domba-domba ayahnya dan terutama ketika ia sudah diurapi menjadi raja, lalu bekerja pada raja Saul dan pengalaman terancam mati karena kebencian Saul, serta seluruh pengalamannya selama 40 tahun menjadi raja atas Israel. Selain pujian ini yang amat indah isinya pengalaman iman Daud juga ia nyatakan dalam Mazmur 23.  Pujian ini menegaskan beberapa hal:

Pertama, pengakuan bahwa itu kekal, mahakuasa dan pemilik segala sesuatu. Kedua, pengakuan bahwa manusia menerima segala sesuatu dari Tuhan, antara lain berkuasa untuk membesarkan dan mengokohkan seseorang menjadi raja (lihat kata-kata, “dalam tangan-Mulah kuasa untuk membesarkan dan mengokohkan” di ayat 12). Daud mengalami bahwa ia bisa menjadi raja yang kuat dan penuh kuasa selama 40 tahun karena Tuhan memilih dia dan memberi kuasa kepadanya. Selain itu Tuhan Allah memberi kelimpahan berkat material kepada manusia dan memanggil manusia untuk mengingat Tuhan dan memberi persembahan kepada Tuhan, tanpa merasa berjasa kepada Tuhan, sebab semua yang manusia beri kepada Tuhan adalah sesungguhnya berasal dari Tuhan juga. Ketiga, bahwa Tuhan menguji hati (ay. 17). Ini pun merupakan pengalaman Daud, yang mulai dari sejak ia akan diurapi menjadi raja (lih. 1 Sam 16:7, yaitu perkataan Samuel yang ia ucapkan kepada Isai dan anak-anaknya. Walau Daud tidak hadir namun pasti Isai dan kakak-kakak Daud menceritakan hal ini kepada Daud, untuk menjelaskan mengapa ia yang diurapi). Karena itu Tuhan tidak melihat pertama-tama pada apa yang manusia persembahkan kepada-Nya melainkan melihat ke dalam hati untuk memastikan motif dan alasan orang memberi persembahan.

POKOK-POKOK RENUNGAN

Dari pembahasan tersebut kita dapat merumuskan beberapa poin perenungan.

Pertama, hidup tidak bergantung kepada uang namun kepada Tuhan sehingga si janda ini berani mempersembahkan kembali seluruh apa yang ada padanya kepada Sang sumber berkat. Orang kaya memberikan persembahan namun masih banyak disimpan. Ada untuk hari esok dan seterusnya. Di sini kita dapat menemukan bahwa si janda tidak bersandar kepada uang tetapi bersandar kepada Tuhan sedangkan orang kaya bersandaran kepada uang masih yang ada. Hal inilah juga terlihat dari ungkapan syukur raja Daud. Di mana selama 40 tahun Tuhan menyertai dia. Tuhan adalah pemilik segala sesuatu. Ia bersandar penuh kepada Tuhan.

Kedua, persembahan bukan sebuah kewajiban dan dilihat dari jumlah uang tetapi persembahan hidup. Kehidupan Anda dan saya yang menjadi persembahan kepada Tuhan. Nilai persembahan yang paling tertinggi adalah kehidupan untuk memuliakan nama Tuhan. Karena itu persembahkan hidupmu kepada Tuhan. Si janda ini memberi dua peser yakni nafkahnya hari itu. Dia tidak berpikir hari ini dan esok makan apa, namun dengan keyakinan bahwa Tuhan memeliharanya.

Ketiga, Tuhan bukan melihat jumlah (kuantitas) tapi melihat hati (kualitas) bahkan menguji hati, kata Daud (ay. 17). Tuhan tidak melihat pertama-tama jumlah persembahkan (kuantitas) tetapi melihat kedalaman hati dan melihat motif seseorang memberikan persembahan (kuantitas). Motif orang berikan kemungkinan untuk diketahui orang dengan mengumumkan dan juga merasa berjasa karena memberi banyak kepada Tuhan secara jumlah.

Keempat, lalu apakah jumlah persembahan tidak diwajibkan? Orang Israel mengenal beberapa bentuk persembahan yang diwajibkan, misalnya perpuluhan dan hulu hasil. Gereja juga mengenal beberapa jenis persembahan sebagaimana tertulis dalam Alkitab. Kolekte adalah persembahan yang dipersembahkan tidak menetapkan jumlah. Persembahan yang diberikan dalam bacaan ini dalam bentuk kolekte, yakni memberi dari ketulusan hati dan apa yang ada pada kita. Persembahan secara kuantitas harus dengan hati yang tulus, bukan supaya dipamer dan diketahui oleh orang atau merasa berjasa. Persembahan dengan hati yang tulus dan motif yang benar berapa banyak jumlahnya adalah persembahan yang berkualitas di hadapan Tuhan. Amin.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)

RENUNGAN BULAN KELUARGA: HIDUP DENGAN RASA CUKUP (I TIMOTIUS 6: 2b - 12)