Renungan : MENGAKU PERCAYA DAN MENGENAL YANG DIIMANI (MATIUS 16:13-20)
Pada
tahun 1987 seorang komponis bernama Edward Hopper menulis syair bagi sebuah
lagu yang akrab bagi kita saat ini: Yesus Kau Nahkodaku. Lagu ini ditulis pada
zaman di mana orang-orang Eropa melakukan penjelajahan samudera untuk menemukan
benua-benua baru bagi kebutuhan industri dan perdagangan. Pelayaran-pelayaran
besar, lama dan penuh resiko harus dilakukan oleh para pelaut. Bahaya selalu
siap mengancam perahu dan para awak. Kitab-kitab Injil melukiskan Yesus yang
berkuasa atas lautan (Mat. 8:26). Ia juga siap menolong orang-orang yang
dihantam badai nyaris tenggelam dan membawa mereka sampai kepada pelabuhan
dengan selamat. Terinspirasi dengan kesaksian itu, E. Hopper, memberi
interpretasi baru tetapi aktual bagi para pelaut yang hidup pada masanya. Yesus,
Kau Nahkodaku. Dari interpretasi ini Yesus dari Nazaret yang hidup ribuan tahun
yang lalu dihadirkan secara bermakna pada masa Hopper dan sesamanya bahkan bagi
orang-orang sesudah dia.
Gambaran
tentang Yesus masih akan terus berkembang selama manusia masih ada. Kata H.M.
Kuiter, “Refleksi iman tidak bisa dipisahkan dengan pengalaman manusia.”
Dalam
bacaan kita saat ini, Yesus menggunakan pertanyaan pemantik. Pertama, ayat 13,
setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada
murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?". Apa yang
murid-murid dengar dari orang tentang Yesus. Namun tidak cukup hanya kata
orang, tetapi menurut kamu sendiri. Muncullah pertanyaan kedua, ayat
15, menurut mereka sendiri: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?".
Kata
‘mu’ bahasa Yunaninya dalam bentuk jamak. Jadi, jelas bahwa pertanyaan ini
ditujukan kepada semua murid. "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?"
Dan Petrus, yang paling selalu tampil di depan menjawab, Engkau adalah Mesias,
Putra (LAI menggunakan istilah Anak) Allah yang hidup. Putra menunjuk kepada
seseorang dengan martabat yang jauh lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis,
atau Elia, atau Yeremia, atau nabi lainnya.
Menarik
bahwa kelanjutan dari pertanyaan Yesus tersebut berhasil memantik nalar kritis
para pendengar sebagaimana Petrus menjawab dalam ayat 16 “Engkau adalah Mesias,
Anak Allah yang hidup”. Petrus, untuk dirinya sendiri dan saudara-saudaranya
yakin bahwa Tuhan kita adalah Mesias yang dijanjikan, Anak Allah yang hidup.
Ini menunjukkan bahwa mereka percaya Yesus lebih dari manusia. Jadi klimaks
pengakuan akan sifat sejati Kristus dinyatakan dalam pengakuan agung Petrus
tersebut. Siapakah Anak Manusia itu? Ini adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukkan kebenaran inkarnasi, Tuhan yang sempurna dan manusia yang sempurna.
Kemudian
Yesus berkata “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang
menyatakan itu kepadamu melainkan Bapa-Ku yang di sorga” (ay. 17). Bagaimana
Bapa menyatakan itu? Apakah Petrus memiliki karunia khusus? Kita tidak
memperoleh informasi, tetapi Roh Allah bekerja dalam hati Petrus sehingga
mengungkapkan pengakuan tersebut.
Ayat
18, menunjukkan kepada dampak pengakuan tersebut. Di sini kita menemukan
istilah ekklesia. Kata ekklesia menunjuk kepada
dua hal: pertama, kepada kumpulan orang-orang Yahudi kala itu. Karena gagasan
kata ekklesia dalam ayat tersebut diangkat dari konteks
percakapan umat Israel setempat berdasarkan tradisi Yahudi dalam PL (Ul.
19:15). Oleh sebab itu, konteks tersebut tidak menekankan kepada pengertian
gereja atau jemaat Kristen sebagai tubuh Kristus. Kedua, kata ekklesia yang
dipakai untuk mengungkapkan nubuatan tentang gereja Tuhan di masa depan. Namun
hal itu terlihat dalam Matius 18:17. Penekanannya menerangkan sebuah nubuatan
tentang gereja yang akan berdiri di masa depan, bukan menyatakan kehadiran
gereja dalam periode Injil atau pada masa di mana Yesus hidup bersama para
murid-Nya di bumi. Kemudian kata “alam maut” menunjuk kepada kekuatan atau
kuasa dunia yang mengancam persekutuan umat yang berdiri atas pengakuan
tersebut. Walaupun berbagai hambatan, tantangan, namun gereja akan terus
berdiri dan berkembang. Semakin dihambat semakin merambat, semakin dibabat
semakin bertunas.
Ayat
19, pernyataan ikat-lepas yang diucapkan Yesus didahului oleh kalimat pembuka,
yaitu “kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga”. Kalimat ini diawali
dengan kata dōsō, yaitu kata dasar didōmi yang
berarti “memberikan”. Yang menunjukkan pada tindakan ”memberi” terjadi di masa
depan. Kunci Kerajaan Surga merupakan otoritas untuk mengikat dan melepas namun
otoritas ini belum diberikan kepada Petrus dan para murid pada saat itu.
Pernyataan Yesus ini adalah suatu janji yang akan digenapi bagi semua
murid-Nya. Kemudian kita menemukan kata epi yang berarti “di
atas”. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu yang Petrus ikat dan lepas berada di
atas tanah tempat manusia hidup alias bumi/dunia. Dibuktikan oleh penyebutan
kata benda tes ges yang berarti ”tanah/bumi/dunia (itu)”.
Jadi, gereja menghadirkan Kerajaan Sorga di bumi, di mana manusia hidup dalam
konteksnya.
Namun
sesuatu yang Petrus ikat dan lepas tersebut juga berada di dalam surga.
Berdasarkan tata bahasanya, pernyataan “ikat” dan “lepas” dapat diterjemahkan
menjadi ”jika engkau (Petrus) dulu mengikat sesuatu di bumi ini, maka sesuatu
yang telah engkau ikat itu akan telah (ada) terikat juga di surga sampai
sekarang.” Hal ini bukan berarti Allah mendukung segala keputusan Petrus dan
para murid, melainkan Allah meneguhkan keputusan mereka di bumi berdasarkan
pernyataan ”lepas” dan “ikat”. Yesus memberikan otoritas untuk melepas dan
mengikat.
Yesus
memberikan otoritas ikat-lepas untuk menentukan hukum mana yang perlu “diikat”
dan “dilepas” sesuai dengan perkembangan gereja. Otoritas tersebut bukan
berasal dari status gerejawi, melainkan dari Yesus sendiri. Para murid diberi
otoritas untuk membuat aturan kehidupan berjemaat yang lahir dari pengakuan
Yesus adalah Tuhan. Tujuan adalah menghadirkan Kerajaan Allah. Otoritas itu
untuk mencari solusi terhadap masalah etis atau dogmatis di dalam gereja.
Inilah peran para murid dalam otoritas yang telah dipercayakan Yesus. Bukan
para pemimpin gereja pemegang kunci sorga, melainkan penekanan kepada otoritas
yang diberikan oleh Yesus.
POKOK-POKOK
RENUNGAN
Dari
urain di atas kita merumuskan beberapa pokok renungan.
Pertama,
kita bisa mengenal Yesus Kristus melalui berbagai sumber, membaca buku,
mendengar khotbah, pelajaran agama di sekolah, dll. Pengenalan tersebut melalui
kata orang, kata para ahli, namun menurut pengenalan pribadi kita sendiri siapa
itu Yesus Kristus. Pengenalan melahirkan pengakuan. Pengakuan itu lahir dari
pengalaman kita masing-masing. Pengenalan akan Yesus Kristus bersumber dari
pengalaman iman kita. Misalnya, siapakah Yesus Kristus bagi seorang janda
bekerja siang dan malam untuk membiayai kebutuhan hidup dan kebutuhan sekolah
anak-anaknya? Siapakah Yesus Kristus bagi mereka kehilangan segala sesuatu
karena musibah yang dialami? Dll.
Kedua,
gereja berdiri atas pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Pengakuan
tersebut secara pribadi maupun dalam sebuah komunitas. Pengakuan tidak hanya
dalam formulasi liturgis setiap kali ibadah, melainkan dinyatakan dalam
kehidupan kita sehari-hari. Misalnya, kita hidup di era digital, di mana
kecanggihan teknologi, kecerdasan buatan (artificial intelligence); manusia
bisa menciptakan robot seperti manusia. Manusia menjadi pencipta. Siapakah
Yesus Kristus dalam konteks yang demikian? Kita hidup dalam konteks nasional
dan lokal yang plural; siapakah Yesus Kristus?
Ketiga,
selain pengenalan melalui pengalaman iman, namun kita juga harus memiliki
pengetahuan tentang Yesus Kristus melalui pengajaran dalam gereja. Misalnya
melalui khotbah-khotbah dalam ibadah, pengajaran sekolah minggu, katekasasi,
dll. Ajaran-ajaran gereja harus memberi pengetahuan yang pasti siapa Yesus
Kristus. Jadi pengenalan yang lahir dari pengalaman iman dan
pengajaran-pengajaran membuat warga gereja kuat dan teguh menghadapi berbagai
tantangan. Apa pun godaannya mereka akan tetap mengatakan Yesus adalah Tuhan,
Anak Allah. Mereka tidak gampang menjual keyakinan kepada Yesus Kristus. Alam
maut tidak akan menguasainya.
Keempat, Yesus
memilih murid-murid dan memakai mereka. Melalui mereka gereja Tuhan berdiri.
Para pelayan gereja diberi otoritas (kunci) untuk mengatur dengan hikmat Allah.
Kunci dari surga. Penataan untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah. Para
pelayan gereja mereka diberi wewenang untuk untuk mengeluarkan aturan, ajaran
gereja yang mengikat umat dalam satu komunitas. Dan juga melepaskan
mereka dari berbagai aturan yang menjadi beban. Otoritas dan kuasa yang
diberikan kepada para pelayan gereja untuk menata dan mengatur bukan untuk
menindas, mengancam, orang dipimpinnya. Apalagi memegang kunci itu untuk
menutup.
Kelima, gereja berdiri atas pengakuan bahwa Yesus Kristus adalah Mesias, Anak Allah, bukan karena orang tertentu atau marga tertentu. Oleh karena itu tidak pantas ada orang yang mengatakan bahwa karena saya baru gereja ini berdiri. Ingat, gereja ada karena pekerjaan Roh Kudus, di mana Roh Kudus bekerja dalam hati setiap orang percaya sehingga mereka berkumpul mengaku dan bergereja. Amin.
Komentar
Posting Komentar