Renungan Minggu Sengsara Kelima: MENCARI DAN MENYELAMATKAN YANG HILANG (Lukas 15:1-10)

Ada seorang pengkhotbah yang memegang uang Rp. 100.000 di tangannya. Kemudian dia bertanya kepada jemaat yang di depannya, "uang yang saya pegang ini nilainya berapa? " Semua jemaat menjawab sesuai dengan nilainya. Dia mengucak uang itu dengan tangannya, kemudian dia bertanya lagi kepada jemaat, "apakah uang saya sudah kucak ini nilai masih tetap sama? " Semua menjawab nilainya masih tetap sama. Kemudian dia meletakkan uang di lantai lalu mengajak, uang kotor sekali, lalu ia mengangkat uang itu dan bertanya lagi, "berapa nilai uang yang telah kotor ini? " Jemaat menjawab walaupun sudah kotor tetapi nilainya tetap sama. Kemudian si pengkhotbah membersihkan uang itu, meluruskan kembali dan seperti baru kembali. Kemudian ia mengatakan kepada jemaat, "walaupun kita berdosa tetapi kita tetap berharga. Hidup ini walaupun berdosa tetapi sangat berharga. Karena berharganya manusia sehingga Allah mengorbankan anak-Nya yang tunggal untuk dan membersihkan kotoran, dosa-dosa kita dengan darah-Nya sehingga kita jadi baru.

Perumpamaan ini disampaikan oleh Yesus karena orang-orang Farisis dan ahli-ahli Taurat melihat Yesus duduk dengan pemungut cukai dan orang-orang berdosa, bahkan makan dengan mereka. Para pemungut cukai dibenci karena mereka menjadi kaki-tangan Romawi untuk menarik pajak ke sesama bangsanya sendiri, dan biasanya seenaknya sendiri menaikkan pajak. Mereka dipandang rendah oleh orang lain dan dianggap “tidak layak untuk masuk surga,”

Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, menjalankan Taurat dengan ketat dan punya pengetahuan luas tentang Kitab Suci. Karena itu, mereka merasa paling rohani dan “layak” untuk menghakimi orang lain. 

Kedekatan Yesus dengan pemungut cukai dan orang-orang berdosa, dianggap Yesus menyamakan diri dengan mereka dan menyetujui perbuatan mereka. Melihat hal itu, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut. 

Untuk menjelaskannya, Tuhan Yesus menceritakan tiga buah perumpamaan dalam pasal 15: domba yang hilang (ay. 1-7), dirham yang hilang (ay. 8-10), dan anak yang hilang (ay. 11-32). Perenungan kita di minggu sengsara kelima hanya dua perumpamaan.

Pertama, ayat 1-7. Yesus membungkam pikiran orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu, memulainya dengan bertanya menggunakan kata-kata yang jelas. “Siapakah di antara kamu,” begitu kata Yesus, “yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?” (ay. 4).

Dengan perumpamaan ini, orang-orang yang mendengarkan Yesus pada saat itu, termasuk juga orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, dalam hati pasti setuju bahwa tidak ada gembala sejati yang tidak akan mencari dombanya yang hilang. Gembala sejati pasti akan melakukan apa saja untuk menemukan dombanya itu.

Siapa yang dimaksud Yesus hilang? Seekor domba yang hilang adalah gambaran dari setiap orang yang dianggap berdosa oleh sesamanya sehingga layak untuk dijauhi dan dikucilkan. Sedangkan, sembilan puluh sembilan domba yang ditinggalkan adalah gambaran orang-orang yang merasa diri benar karena memahami dan melaksanakan aturan-aturan Taurat. Hal menarik dari perumpamaan ini adalah ketika sang gembala meninggalkan kesembilan puluh sembilan ekor domba, demi mendapatkan seekor domba yang jauh atau juga dijauhi oleh kawanannya. Lalu ketika sang gembala telah menemukan maka ia meletakan di atas bahunya dan dibawa pulang ke rumahnya dengan gembira. Ada makna diletakan di bahu. Biasanya bahu imam-iman besar orang Yahudi tertulis nama-nama bangsa Israel (Kel. 28:1-2). Ada penanfsir yang mengatakan bahwa Yesus adalah imam besar yang datang mencari dan menemukan kembali mereka yang tersesat dan mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Sesat di sini mereka yang dijauhi oleh para pemuka agama dan masyarakat Yahudi pada umumnya karena aturan agama. Mereka itu adalah orang-orang miskin, pengidap penyakit tertentu dll, (orang berdosa). Atau mereka yang memihak kepada pemerintah Romawi seperi para cukai.

Meletakan domba di bahu lambang si gembala memikul domba tersebut karena tersesat, sehingga tak berdaya, si domba berjalan tak ada arah dan tujuan. Lelah, capek, badan terluka, dst. Menariknya adalah sang gembala tidak membawanya kembali kepada kawanannya yang sembilan puluh sembilan ekor. Melainkan ia bersukacita dengan mengundang sahabat-sahabatnya tetangga-tetangganya. Di sorga pun ada sukacita. Ada kegembiraan yang tak bisa dilukiskan. Mencari satu yang hilang adalah kehendak Bapa di sorga. Sang gembala seperti “meninggalkan” kesembilan puluh sembilan ekor domba yang ada di kandang untuk bersukacita karena satu yang hilang ditemukan.

Perumpamaan kedua, ayat 8-10. "Atau perempuan manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan Jika ia kehilangan satu diantaranya, tidak menyalahkan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan cermat sampai menemukannya?" Lukas 15:8. Dalam perumpamaan ini si perempuan itu kehilangan satu dirham. Ada dua produk yang uang dirham pada waktu itu, yang pertama, dirham dari mata uang Yunani adalah nilai uang logam yang senilai satu dinar (upah buruh kasar), nilai uang dirham yang sangat kecil, sebab untuk bea masuk ke Bait Allah saja upetinya dua dirham (Mat. 17:24). Dirham yang kedua adalah mata uang emas dari Persia, berat kurang lebih dari 8 gram, sebuah dirham yang sangat berharga.

Konon ceritanya dirham yang dimiliki oleh perempuan itu adalah dirham hiasan emas dari Persia.

Pertama, dirham perempuan itu merupakan "maskawin" dari sang suami, dirham yang dirangkai dari sepuluh keping emas yang dilingkar di kepala, jika salah satu hilang, rangkaian dirham akan terlihat "ompong" dan menjadi hiasan yang sangat buruk.

Kedua, dirham sepuluh keping ini merupakan satu paket, jika salah satu hilang, belum tentu bisa ditukar dengan dirham yang lain.

Perempuan ini sangat rindu, segera menemukan dirhamnya, tanpa menunggu pagi, malam itu, ia langsung mengambil pelita menyalahkan lalu mencarinya. Sebab ia tidak menghendaki barang yang berharganya hilang, puruk, karena terputus dari lingkaran persekutuan. Ini merupakan insiatif dari seseorang pemilik, tuan, yang sangat menyayangi barang kesayangannya. Ia tidak mau kehilangan satu pun walaupun yang banyak masih ada, karena satu mempengaruhinya yang lain..

POKOK-POKOK RENUNGAN

Dari bacaan firman Tuhan di minggu sengsara kelima kita mencatat beberapa pokok renungan:     

Pertama, kedua perumpamaan ini hendak mengatakan bahwa setiap orang itu berharga. Satu orang pun berharga. Tidak ada orang yang lebih diistimewakan dari yang lain. Penderitaan Yesus untuk kita manusia karena kita berharga di mata Tuhan. Entah dia kaya, miskin, hidupnya suci, para pendosa, dst. Semua orang dikasihi dan dicintai oleh Tuhan. Semua orang yang berdosa selalu mempunyai kesempatan untuk bertobat dan kembalikan kepada kawanan domba yang lain. 

Kedua, bagi ilmu manajemen, buat apa mengejar satu mengorbankan sembilan puluh sembilan domba lainnya. Seratus ekor domba satu hilang lalu meninggalkan yang sembilan puluh sembilan hanya untuk mencari yang satu secara ilmu manajemen (ekonomi) modern hal ini sangat tidak logis. Kebanyakan orang akan membiarkan satu domba hilang asalkan sembilan puluh sembilan domba yang dimilikinya tidak hilang. Pengorbanan Yesus menunjukan bahwa Tuhan Allah melalui Yesus Kristus mengorbankan diri-Nya untuk keselamatan umat manusia. Ia tidak memikirkan keuntungan dengan tidak mengorbankan satupun. Kita belajar satu warga gereja yang “hilang” meninggalkan persekutuan kita sama berharga yang ada. Anak kecil, orang miskin, si sakit, orang kaya, orang sehat, dll., mereka semua berharga karena Yesus berkorban untuk semua orang. Jika Anda dan saya mengatakan bahwa "parsetan satu hilang/keluar dari persekutuan masih banyak yang ada" maka itu bukan hati seorang gembala, orientasi seorang pelayan, melaikan seorang pembisnis. Tuhan tidak pernah berbisnis dengan iblis untuk mencari mereka yang hilang untuk diselamatkan. 

Ketiga, pengorbanan Yesus memuliakan kembali persekutuan kita. Dia mengembalikan mereka yang dianggap berdosa, hina, tak layak. Mencari mereka untuk mengembalikan kepada persekutuan. Seperti si gembala dan si perempuan yang tidak tenang kehilangan satu dirham dan satu ekor domba. Dia segera mencari. Malam itu juga, saat itu juga. Bukan tunggu rapat. Lalu ada yang berkelakar, "orang su mau mati dong masih rapat. Selesai rapat orang su mati. Selesai rapat semua orang su keluar dari gereja!" 

Hati seorang pelayan tak tenang, tidak nyaman, tidak aman-aman saja, jika ada warganya yang keluar dari persekutuan orang percaya. Namun ada warga "hilang" lalu Anda dan saya menganggap biasa-biasa saja, maka kita membuat makna pengorbanan tak bermakna. Amin. FN



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)

RENUNGAN BULAN KELUARGA: HIDUP DENGAN RASA CUKUP (I TIMOTIUS 6: 2b - 12)