KASIH YANG MEMULIHKAN RELASI (YOHANES 21:15-19)

 

Ada empat jenis kasih dalam bahasa Yunani yang kita tahu selama ini.

Pertama, Kasih Stergo, yaitu kasih secara spontan. Secara spontan merasa tertarik, ingin melindungi, merasa bertanggungjawab terhadap kesejahteraan seseorang.

Kedua,        Kasih Eros, yaitu daya tarik jasmaniah atau seksual yang timbul dari emosional. Kasih ini mudah berubah menjadi egois (mementingkan diri sendiri).

Ketiga Kasih Philia, yaitu menyayangi secara tulus berdasarkan suatu hubungan yang saling melengkapi dan saling mengasihi antara dua orang sahabat. Kasih yang rela berkorban untuk dua orang sahabat.

Keempat,    Kasih Agape, yaitu kasih yang tanpa syarat, yang berani berkorban dan mengorbankan diri, seluruh hati dan jiwanya dicurahkan kepada orang dikasihinya.

Pada umumnya, orang mengatakan bahwa kasih yang paling tinggi adalah kasih agape. Pandangan yang menetapkan kasih agape paling tertinggi adalah seorang teolog asal Swedia yang bernama Anders Nygren. Menurut Nygren kasih agape  merupakan bentuk cinta kasih yang berkorban dan kristiani yang sangat autentik. 

Kisah percakapan antara Yesus dan Petrus, pasti ia mengingat betul ucapan Yesus yang disampaikan sebelum Ia ditangkap dan disalibkan. Yesus mengatkan dalam Yohanes 15:13 “tidak ada kasih (agape) yang lebih besar daripada kasih seseorang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya (philon). Dalam bacaan itu Yesus mau menegaskan bahwa agape yang besar justru filia. Filia bukanlah agape yang biasa, namun agape yang rela berkorban, mati, demi sahabat.

Ayat 15 mencatat bagaimana Yesus memanggil Simon Petrus dengan melibatkan nama orang tua yang melekat dengannya, “Simon anak Yohanes.” Simon artinya buluh yang terkulai. Menurut beberapa penafsir, Yesus menggunakan panggilan itu untuk menunjukan kondisi Petrus yang terkulai dengan peristiwa penyangkalannya. Dan juga mengingatkan Petrus akan panggilan yang mula-mula. Namun secara naratif, hal ini  menunjukkan terjadinya pergeseran cerita yang disajikan Injil Yohanes, yakni yang awalnya merupakan percakapan antara Yesus dengan para murid lainnya, kini bergeser menjadi lebih spesifik, yaitu antara Yesus dengan Simon Petrus, sekalipun pada saat itu sebetulnya juga terdapat tokoh lain yang berada di seputaran kedua tokoh ini.

Yesus bertanya kepada Petrus, “Simon, Anak Yohanes apakah engkau mengasihi Aku lebih dari mereka ini?” Berdasarkan bahasa Yunaninya, pertanyaan pertama dan kedua ini Yesus menggunakan kata agapaō, sedangkan jawaban Petrus selalu menggunakan fileō. Pertanyaan ketiga Yesus yang menggunakan kata fileō, dan Petrus juga menjawab dengan menggunakan fileō. Sekilas, bahwa hal ini menunjukan adanya sebuah disjungsi yang sangat signifikan dalam penggunaan kata “kasih” tersebut, sehingga tidak heran jika orang terjebak ke dalam supremasi agapē melampaui bentuk kasih manapun, termasuk fileō.

Pertanyaan Yesus kepada Petrus di ayat 15 sangat menarik karena terdapat perbedaan. Alkitab terjemahan Baru bahasa Indonesia mencatat, “apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Terjemahan LAI secara eksplisit menyebut "mereka ini" dan memaknainya sebagai "para murid lain yang bersama Petrus". Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan adalah “touton” yang merupakan sebuah kata penunjuk (demonstrative pronoun), yaitu sebuah pronoun yang menunjukkan sesuatu yang spesifik yakni penunjukan kepada peralatan penangkap ikan atau pekerjaan Petrus sebagai nelayan.

Pertanyaan Yesus kepada Petrus berisikan sebuah pembandingan, apakah Petrus lebih mengasihi Yesus atau profesinya. Sebagaimana dinyatakan oleh Keener, bahwa dalam Yoh. 21:15-17, Petrus diberikan tiga kali kesempatan untuk mengakui kasihnya kepada Yesus, sesuai dengan penyangkalan Petrus sebelumnya yang juga dilakukan tiga kali, maka sangat bisa dilihat bahwa, Yoh. 21:15-17 merupakan pemulihan (restorasi) terhadap Petrus. Dalam terang ini, maka pertanyaan Yesus kepada Petrus adalah sebuah pertanyaan yang juga menanyakan kembali komitmen Petrus, yang mana jauh sebelumnya, Yesus telah memanggil Petrus menjadi penjala manusia dan bukan lagi penjala ikan seperti dicatat dalam Injil Matius 4:19 dan Markus 1:17.

Petrus dalam konteks Yoh. 21:1-14 telah kembali kepada profesi lama, sebelum Yesus memanggilnya. Hal itu ditandai dengan latar tempat peristiwa yang terjadi di danau Tiberias, yang merupakan sebutan untuk danau Galilea, sehingga terlihat bahwa penulis Injil Yohanes sedang memotret sebuah peristiwa yang serupa namun dalam konteks waktu yang berbeda. Tampaknya penulis Injil Yohanes sedang menggambarkan sebuah peristiwa restorasi, atau yang disebut oleh Johanes Beutler, Jesus Recalls Peter, menunjukkan kembalinya Petrus pada panggilan awalnya, setelah penyangkalannya dan palingannya kepada profesi lama, agar Petrus kembali mengasihi Yesus dan melakukan perintah-Nya.

Pertanyaan Yesus yang kepada Petrus adalah sebuah pertanyaan yang menanyakan dengan serius, apakah Petrus benar-benar mengasihi Yesus lebih dari profesinya dan tidak akan kembali kepada profesi lamanya. Dengan kata lain, Yesus meminta Petrus untuk memberikan keseluruhan hidupnya dengan suatu komitmen utuh, tanpa ada lagi niat untuk kembali kepada profesi lamanya, atau bahkan meninggalkan Yesus, sebagaimana yang pernah dilakukannya lewat penyangkalan dan juga kembali kepada profesi lamanya sebelum bertemu dengan Yesus untuk pertama kali.

Jawaban Petrus terhadap pertanyaan Yesus dan perbedaan yang terdapat dalam perintah Yesus kepada Petrus kendati diterjemahkan sama dalam terjemahan LAI, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Jawaban Petrus yang pertama dan kedua, yakni ayat 15 dan 16, merupakan dua jawaban yang sama persis. Jawaban Petrus yang merupakan respon  terhadap pertanyaan Yesus. Sebuah penerimaan, bahkan sebuah penegasan bahwa Petrus bersungguh-sungguh dan yakin dengan jawabannya. Pertanyaan ketiga Yesus menggunakan kata “fileoo” dan dengan hati yang hancur Petrus menjawab Yesus (ayat 17).

Menurut Bultman, pernyataan Petrus ini memperlihatkan bahwa dalam perspektif Petrus, Yesus adalah seorang yang Mahatahu.  Dengan demikian, Petrus telah melihat Yesus bukan sekedar guru, tetapi juga Allah, sebab sosok Mahatahu adalah identitas yang Ilahi. Ada sebuah perbedaan yang signifikan antara pernyataan Petrus dalam Yoh. 21:15-17 dan Yoh. 13:37-38. Yoh. 13:37-38 memperlihatkan pernyataan Petrus yang sangat egosentris dan penuh percaya diri, sedangkan pada Yoh. 21:15-17 jawaban Petrus bukan lagi tentang dirinya, melainkan tentang Yesus, sebagai pribadi yang Mahatahu. Inilah yang memperlihatkan komitmen Petrus terbangun. Dari pribadi yang egosentris menjadi seorang Petrus yang Kristosentris.

“Gembalakanlah domba-domba-Ku!”. Dalam terjemahan dari bahasa Yunani adalah “memberi makan anak-anak domba-domba-Ku” (boske ta arnia mou), ini bukan sebuah seruan pelayanan biasa, tapi sebuah pelayanan yang mengimitasi Yesus, yang mati memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi domba-domba-Nya. Demikianlah, perintah Yesus kepada Petrus untuk memberikan hidupnya, untuk memelihara hidup domba-domba yang telah Yesus berikan baginya. Penggembalaan adalah sebuah kepemimpinan yang memiliki konsep unik, yaitu berkorban.

Di dalam penggembalaan, kepemimpinan adalah sebuah tindakan merelakan hidup dan nyawa untuk melayani Kristus lewat pelayanan kepada domba-domba-Nya. Sebagaimana gembala, maka ia merepresentasikan Kristus, demikian juga melayani domba adalah representasi melayani Kristus. Demikianlah Injil Yohanes diakhiri dengan sebuah penutup yang berisikan sebuah amanat untuk menggembalakan domba-domba Yesus, dan memelihara mereka dalam persekutuan dengan Kristus dan Bapa dengan sebuah kerelaan mengorbankan segala sesuatu bagi domba-domba-Nya.

Perintah Yesus kepada Petrus, “Gembalakanlah domba-domba-Ku”, merupakan sebuah perintah yang dapat dilakukan jikalau kasih dan komitmen sungguh dipegang oleh Petrus. Jawaban Petrus menunjukkan kasihnya dan komitmennya kepada Yesus. Hal ini merupakan sebuah potret Petrus yang telah berubah. Tidak lagi menjadi Petrus yang menyangkal Yesus, namun kali ini, Yesus memberikannya perintah untuk menggembalakan komunitas iman yang adalah domba-domba Yesus. Penggembalaan yang dimaksud adalah kesediaan Petrus untuk memberikan seluruh hidupnya, bahkan jika perlu mati untuk memelihara domba-domba Yesus, sebagaimana Yesus pun telah mati untuk domba-domba-Nya.

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, kasih yang memulihkan relasi adalah kasih yang rela berkorban. Mengorbankan kepentingan pribadi, keuntungan diri sendiri demi kebaikan bersama. Kasih agape yang paling tertinggi adalah kasih filia yakni kasih yang berani berkorban.

Kedua, mengasihi Yesus harus meninggalkan egosentris dan harus beralih kepada Kristosentris, yakni meniru Kristus. Paulus menggambarkan dengan indah dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, “Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya, dst....” (ay.6-8 ). Yesus menjadi teladan kerendahan hati dalam mengasihi. Kasih kita kepada Allah melalui pelayanan kepada sesama.

Ketiga, mengasihi Yesus berarti menyerahkan keseluruhan hidup untuk melayani dan membutuhkan keseriusan dalam melayani. Hal ini terlihat Ia bertanya kepada Petrus sampai tiga kali. Pertanyaan Yesus kepada Simon adalah pertanyaan untuk Anda dan saya. Apakah engkau mengasihi Aku lebih dari semuanya ini? Sambil menunjuk neuter dan mungkin orang-orang yang selalu di samping kita, harta kita, dll.

Keempat, Yesus mengasihi sahabat-sahabat-Nya yakni murid-murid. Kasih itu dinyatakan dalam pengorbanan, namun tidak hanya sebatas itu melainkan Ia berjumpa dengan mereka. Perjumpaan memulihkan kembali relasi mereka dengan Dia dan komitmen mereka untuk menjadi murid Yesus. Pemulihan relasi terjadi apabila kita saling berjumpa untuk menguatkan satu dengan yang lain.

Kelima, gembalakanlah domba-domba-Ku! atau memberi makan anak-anak domba-domba-Ku. Menjadi yang mengasihi umat tidak hanya “omon-omon” tetapi nyatakan dalam aksi.

Keenam, di bulan budaya ini, mari kita membudayakan nilai-nilai dalam bacaan kita saat ini, yakni kasih yang rela berkorban, kerendahan hati, pelayanan kasih. Menghidupkan kembali budaya gotong royong dan makan bersama. Amin. 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)

RENUNGAN BULAN KELUARGA: HIDUP DENGAN RASA CUKUP (I TIMOTIUS 6: 2b - 12)