Renungan: KENAIKAN YESUS MENGATASI BATASAN BUDAYA (MARKUS 16:14-20)


Menurut Frank L. Cooley , di Nusa Tenggara Timur terdapat kurang lebih 11 suku besar yang ada di GMIT, yaitu suku Dawan, Belu, Marae, Kari, Kemak, Helong, Rote, Sabu, Sumba, Alor dan Flores. Masing-masing suku terdiri dari sub-sub suku yang sangat banyak, dan masyarakatnya tidak terlalu memiliki perbedaan besar dalam bahasa dan identitasnya. Namun demikian, setiap suku memiliki budayanya. 

Bagaimana memberitakan Injil dalam konteks yang demikian? C.S. Song mengumpamakan pemberitaan Injil seperti air dan ikan. Ikan mati ketika dikeluarkan dari air. Pemberitaan Injil tidak ada maknanya ketika dipisahkan dari konteks kehidupan jemaat. Injil seperti berita “mati” atau “mematikan” jika dipisahkan dari konteks.

Kenaikan-Nya ke sorga merupakan peristiwa yang paling agung dalam iman kekristenan. Yesus terangkat ke sorga merupakan penggenapan. Ia ditinggikan dan dimuliakan dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa, menjadi perantara kita, dan mempersiapkan tempat bagi kita. Peristiwa ini juga menandai peralihan misi dari Yesus kepada para murid dan kepada kita semua.

Ayat 14-18, mungkin pertemuan yang disebutkan dalam ayat 14 sama dengannya diceritakan dalam Lukas 24:33 dan Yohanes 20:19-21.

Ayat 15 dan 16 dicantumkan amanat Yesus, yaitu “Pergilah ke seluruh dunia, beritakan Injil kepada segala makhluk.” Pesan ini juga terdapat dalam Injil yang lainnya. Pemberitaan ini disampaikan kepada semua orang tanpa memandang latar belakang suku, etnis, budaya, agama, dst.  

Ayat 16 dimulai dengan siapa yang percaya harus mendahului dengan baptisan. Perlu diperhatikan bahwa Alkitab tidak menyebutkan dan menetapkan cara tertentu dalam hal membaptis, baik baptis percik maupun selam. Yesus tidak memberikan resep untuk melakukan baptisan tertentu. Tidak pernah terjadi suatu peristiwa pun yang di dalamnya kita diberi tahu secara jelas bagaimana baptisan harus dilakukan, walaupun baptisan itu merupakan perintah Tuhan Yesus sendiri (Yoh. 3:5; Mat. 28:19; Kis. 8:13 dan Kis. 10:37). Dalam PB menurut F.D Wellem, baptisan hanya menyebutkan rumusan “dalam nama Tuhan Yesus”. Sejak akhir abad pertama baru baptisan menggunakan rumusan Trinitas, yaitu dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Namun kepercayaan  menjadi hal penting, karena itu ditegaskan dalam ayat 16 bagian akhir, “Siapa yang tidak percaya pasti dihukum.

Gereja (khususnya GMIT) menganut baptisan percik (baptisan anak), namun juga melaksanakan baptisan bagi orang dewasa. Ada syarat utama yang diterapkan bagi orang dewasa yang mau dibaptis. Syarat itu adalah kepercayaan akan kasih Allah yang menyelamatkannya di dalam Yesus Kristus yang telah dikabarkan dalam pemberitaan firman Tuhan, dan keinginannya penuh sukacita untuk menjadi murid Yesus serta mulai hidup baru bersama Dia. Selain itu, ada syarat yang kedua, yaitu orang yang dibaptis harus merasa membutuhkan pembebasan yang sungguh-sungguh dari ikatan-ikatan yang lama, dan mempunyai kemauan untuk menyerahkan serta mempercayakan seluruh hidupnya kepada Kristus. Jika seseorang harus menerima baptisan dengan sungguh-sungguh dan memaknai iman. Karena itu gereja harus mengajarkan kepada calon baptisan pokok-pokok iman Kristen dan kehidupan bersusila yang timbul dari perkembangan iman itu. Kita harus mengakui bahwa zaman kita berbeda dengan zaman rasul-rasul. Pada zaman rasul-rasul, jika ada orang non-Kristen yang percaya maka ia akan segera dibaptis. Akan tetapi, pada masa kini diperlukan masa persiapan yang sungguh-sungguh sebelum seseorang dibaptis.

Ayat 17-18 dikatakan bahwa “Tanda-tanda ini akan menyertai orang percaya. Banyak mujizat yang dilakukan oleh rasul-rasul (Kis. 2:43; 3:1-11; 5:12-15, dst.). Dalam bacaan ini disebutkan beberapa tanda seperti: mereka akan mengusir setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka (bdk. Kis 2 peristiwa Pentakosta), mereka akan menginjak ular, sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka dan mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit dan orang itu akan sembuh. Tanda-tanda tersebut menurut J.H. Bavinck, bukti penyertaan Tuhan sehingga orang yang mendengarkan Injil menjadi percaya.

Namun kita harus meletakkan bacaan ini dalam konteks Markus. Pada waktu itu banyak sekali aliran dan paham religious yang bersifat misterius. Injil harus keluar ke seluruh dunia. Penduduk Roma sangat tergila-gila mujizat dan hal-hal yang mendatangkan perasaan takjub. Kaisar sangat dihormati dan disegani sebagai anak allah dengan kuasa ilahi yang terpancar darinya. Kaisar dianggap memiliki kemampuan supra natural dan bersifat tidak terbatas.

Dalam dunia seperti inilah Markus tampil untuk memperkenalkan Yesus sebagai pribadi yang dari diri-Nya terpancar kuasa yang tidak terpahami, tidak seorang pun yang menandingi-Nya. Yesus Kristus anak Allah penuh kuasa itu akan merampas kekuasaan kaisar-kaisar di Roma dan membuat mereka bertekuk lutut di kaki-Nya. Roma bahkan seluruh dunia akan digemparkan oleh berita tentang Yesus Kristus yang tampil sebagai anak Allah dengan kuasa yang tidak ada tandingnya.

Ayat 19. Kenaikan Yesus diceritakan oleh Markus secara singkat. Peristiwa itu tidak disebutkan sama sekali oleh Matius. Yesus terangkat ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah (bdk. Ibrani 1:3; 10:12). Kata “duduk” di sebelah kanan Allah menunjukkan bahwa Yesus telah menyelesaikan tugas-Nya di dunia.  Walter M. Post dalam tafsirannya terhadap Yesus “duduk”, memberikan pesan penting bahwa kini murid-murid-Nya dan Gereja yang harus berdiri untuk memberitakan Injil. Namun murid-murid dan Gereja tidak menggantikan Yesus sebagai Tuhan. Gereja hanya sebagai alat Tuhan untuk melanjutkan karya Yesus dalam dalam dunia. Gereja harus memberitakan Injil. Menurut de Jong, bahwa pemberitaan Injil  adalah unsur ‘inti’ gereja. Gereja yang tidak melakukan pemberitaan Injil, sebenarnya tidak boleh menyebut diri lagi sebagai gereja. Gereja ada karena ada pemberitaan Injil, bukan sebaliknya. Berpartisipasi  dalam pemberitaan Injil berarti berpartisipasi dalam gerakan cinta kasih Allah ke dunia ciptaan-Nya seperti yang dilakukan oleh Yesus.

Ayat 20. Setelah itu murid-murid pergi memberitakan Injil ke seluruh penjuru dunia dan Tuhan turut bekerja meneguhkan firman dengan tanda-tanda yang menyertainya. Ayat 20 ini merupakan penegasan terhadap janji penyertaan Tuhan melalui tanda-tanda yang disebutkan ayat 17-18.

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, kenaikan Yesus ke sorga menegaskan bahwa Ia adalah Tuhan. Oleh karena itu semua makhluk harus mendengar berita Injil. Kuasa-Nya tidak bisa dibatasi oleh teritori dan budaya tertentu. Batasan-batasan budaya yang selama ini menjadi rintangan dalam pemberitaan Injil telah diatasi lewat peristiwa kenaikan Yesus ke sorga. Kenaikan Yesus ke sorga menerobos rintangan-rintangan. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose mengatakan bahwa "Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu" (Kol. 3:11). Kini kita bisa menemukan karya Kristus dalam budaya sehingga unsur-unsur budaya mulia menjadi alat kesaksian. Sedangkan budaya yang menentang kuasa Kristus ditaklukan di bawah kaki Yesus. Berita ini menjadi spirit gereja untuk bersaksi tentang Injil melalui budaya masing-masing di setiap suku bangsa.

 Kedua, perintah pemberitaan Injil ke seluruh dunia dan semua makhluk bersifat inklusif, terbuka untuk menjangkau semua bangsa, suku, budaya, agama, golongan, dll. Keselamatan tidak hanya milik agama tertentu, namun untuk semua agama dan suku bangsa. Kini Kristus duduk di sebelah kanan Allah Bapa, sekarang Anda dan saya harus berdiri menyuarakan Injil. Apa isi pemberitaan Injil? Ayat 17-18 menjelaskan kepada kita. Pemberitaan Injil dalam bentuk perlawanan terhadap kuasa-kuasa yang menindas orang lain, mengancam kehidupan bersama dalam bentuk struktur maupun kultur. Anda dan saya hadir sebagai penyembuh.

Ketiga, kini Gereja bukan lagi gerakan melainkan telah melembaga. Maksud dari pada Gereja sebagai gerakan adalah pemberitaan Injil mula-mula, di mana murid-murid berjalan keliling memberitakan Injil dan siapa yang percaya segera dibaptis.  Kita harus mengakui bahwa zaman kita berbeda dengan zaman rasul-rasul. Oleh karena itu, diperlukan masa persiapan yang sungguh-sungguh sebelum seseorang dibaptis. Dalam rangka pemberitaan Injil gereja mempersiapkan warganya untuk memahami dengan benar ajaran gereja. Kita harus mengakui bahwa gereja-gereja di pendalaman, khususnya di Amanuban Timur, gereja masih dalam pola Gereja sebagai gerakan. Kebiasaan harus dirubah. Gereja harus memberi pengajaran iman Kristen yang benar kepada warganya, agar mereka memiliki akar iman yang kuat. 

Keempat, kenaikan Yesus ke sorga dan perintah untuk memberitakan Injil kepada seluruh makhluk, menunjukkan bahwa Kristus tidak hanya terdapat dan giat dalam gereja tetapi juga dalam sejarah kosmik. Artinya Kristus sudah hadir dalam sejarah, budaya dan agama jauh sebelum kekristenan datang ke Pulau Timor. Karena itu dalam pemberitaan Injil Gereja tidak bisa menyingkirkan budaya, karena jika Gereja menyingkirkan budaya maka Injil seperti berita mati.  Amin.

Selamat merayakan hari kenaikan Yesus Kristus!





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)

RENUNGAN BULAN KELUARGA: HIDUP DENGAN RASA CUKUP (I TIMOTIUS 6: 2b - 12)