RENUNGAN PENTAKOSTA: TUNTUNAN ROH KUDUS DALAM KEHIDUPAN ORANG PERCAYA (GALATIA 5:16-26)

 PENGANTAR

Sebelum kita masuk dalam pembahasan teks ini, ada hal yang perlu kita garis bawahi bahwa kita hanya merayakan Pentakosta. Roh Kudus telah dicurahkan oleh Allah secara berlimpah-limpah kepada manusia. Baptisan Roh yang terjadi di Yerusalem pada hari Pentakosta merupakan peristiwa besar dalam sejarah keselamatan yang menandai berakhirnya masa peralihan dari era yang lama (nubuatan) ke era yang baru (pemenuhan). Karena itu, Pentakosta adalah hari kelahiran gereja Kristus di dunia. Peristiwa Pentakosta di Yerusalem tidak akan terulang lagi, sedangkan penerimaan Roh Kudus bagi keselamatan orang-orang yang masih hidup dalam ketidaktahuan akan Kristus, penyangkalan akan Kristus serta peristiwa bergabungnya manusia ke dalam gereja masih berlangsung terus menerus.

PEMBAHASAN TEKS

            Nada surat kepada jemaat di Galatia memang panas. Paulus langsung dan tajam menyerang para pengacau di Galatia. Mereka menyebarkan Injil yang bukan sebenarnya (1:6-7). Mereka hendak memaksakan hukum Taurat kepada orang lain, namun mereka sendiri tidak melakukannya (Gal. 6:13). Dan rupanya, memaksakan juga penanggalan  liturgis Yahudi (Gal. 4:10). Pengacau-pengacau itu orang Yahudi yang masuk Kristen. Hanya mereka berpegang teguh pada adat istiadat Yahudi (sunat, hukum Taurat). Yang mau dibebankan juga kepada orang Kristen bukan Yahudi.

            Jemaat terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama berpendapat bahwa orang Kristen yang percaya kepada Yesus sebagai Mesias harus tetap yakin bahwa hukum Taurat dan sunat sebagai syarat mutlak nanti mendapat keselamatan. Maka orang bukan Yahudi yang masuk Kristen wajib bersunat dan melakukan hukum Taurat. Kelompok kedua berpendapat bahwa hukum Taurat dan sunat bukan syarat untuk memperoleh keselamatan karena keselamatan itu dimulai dari kebangkitan Yesus. Bagi orang Yahudi boleh bersunat dan melakukan adat istiadat Yahudi tetapi itu bukan syarat keselamatan dan tidak dipaksakan. Karena itu, dalam Galatia pasal 5, Paulus memberikan wejangan praktis. Orang yang sudah dimerdekakan oleh Kristus dari hukum Taurat jangan menjadi budak lagi atas bujukan orang lain. Karena manusia telah dibeli dengan harga yang tinggi sehingga menjadi milik Allah.

Jika orang Kristen yang telah dimerdekakan oleh kebangkitan Kristus masih menekankan sunat dan hukum Taurat menjadi syarat, maka ia menyia-nyiakan keselamatan serta kasih karunia Allah. Ada kecenderungan manusia bahwa apa yang terlarang, itulah justru yang dilakukan. Sehingga William Barclay mengatakan, ada semacam sifat jahat dalam diri kita masing-masing yang menyebabkan kita ingin melakukan apa yang terlarang. Seekor sapi yang berada di ladang rumput yang subur, masih menguakkan pagar untuk menikmati rumput yang di luar pagar itu. Agustinus menceritakan bahwa waktu dia masih kecil, dia dan teman-temannya sering mencuri buah apel, bukan karena mereka ingin makan apel, dan juga bukan karena apel itu enak. Sebaliknya, buah apel yang mereka curi asam dan sama sekali tidak enak. Mereka mencuri karena buah terlarang itu rasanya paling enak. Oleh karena itu, Paulus berpendapat bahwa sebenarnya hukum Taurat membangkitkan keinginan untuk berdosa; jadi hukum membuat keadaan lebih parah. Kematian dan kebangkitan Kristus membuat orang Kristen dimerdekakan dari hukum Taurat. Namun kemerdekaan Kristen jangan disalahartikan, seolah boleh hidup tanpa kekang (5:3). Sebab kemerdekaan adalah kemerdekaan yang mengamalkan cinta kasih yang menyimpulkan seluruh hukum Taurat yang sebagai pedoman hidup masih berlaku (5:14-15). Pedoman itu dilaksanakan dengan tuntunan Roh Kudus.

       Bacaan kita pada perayaan Pentakosta saat ini, Paulus berbicara tentang hidup oleh Roh dan hidup oleh daging. Bagi Paulus kemerdekaan adalah ciri dari Roh (bdk. 2 Kor. 3:17).

Ayat 16 bukanlah seperti ayat 25, yakni bahwa Roh itu sumber hidup, melainkan kita berjalan atau hidup sesuai dengan tuntunan Roh. Daging di sini menunjuk kepada manusia seluruhnya, yang melawan kehendak Allah dan tidak mengindahkan sesamanya, dengan kata lain, daging adalah manusia lama, manusia yang hidup untuk dirinya sendiri dan berputar di sekitar dirinya sendiri. Bagi Paulus, manusia lama itu telah disalibkan tetapi tetap ada sebagai ancaman, musuh yang mengintai.

Dengan demikian Roh dan daging saling memerangi. Daging dan Roh menjadi musuh supaya kita tidak melakukan apa yang kita Tuhan kehendaki. Manusia menjadi medan perang. Kalau kita ingin berbuat daging, maka Roh mencoba mencegah itu dan sebaliknya (Rom. 8:5-11). Tetapi dalam perang ini manusia tidak pasif, sebab siapa yang memberi dirinya (aktif) dipimpin oleh Roh maka daging dikalahkan.

Paulus justru menganjurkan kepada orang-orang Galatia, supaya mereka aktif untuk menanggalkan manusia lama itu dan mengenakan manusia baru. Pertentangan antara Roh dengan daging menjadi nyata dalam hidup sehari-hari. Bila manusia menurut daging, maka ia terpecah belah, tak utuh. Paulus menyebut daftar perbuatan daging. Daftar ini tidak dimaksud sebagai sebuah daftar lengkap yang merupakan pelanggaran-pelanggaran hukum.

Orang-orang yang menuruti daging takkan mewarisi Kerajaan Allah, mereka hidup terasing dari Kerajaan Allah. Sedangkan kebenaran karena iman adalah kesempatan untuk hidup secara merdeka. Bertalian dengan daging, Paulus berbicara tentang perbuatan-perbuatan (ay. 19) sedangkan bertalian dengan Roh ia berkata buah. Buah tidak dibuat tetapi tumbuh dengan sendirinya.

Di sini penekanannya bukan berarti supaya kita hidup secara sempurna. Kesempurnaan adalah cita-cita filsafat helinisme, sedangkan mematuhi hukum Taurat dengan teliti adalah cita-cita orang Farisi dan ahli-ahli hukum Taurat. Dua-duanya menganggap kebaikan sebagai suatu tujuan yang dicapai sebagai hasil dari usaha kita. Namun bagi Paulus, kebaikan adalah pemberiaan, sesuatu yang boleh diterima dan dipergunakan.

Pertanyaannya adalah apakah ada pilihan antara daging dan Roh? Tidak ada. Orang Galatia telah menjadi milik Yesus Kristus. Mereka telah memberi dirinya dibaptis, mereka telah disalibkan bersama-sama dengan Dia (2:19; 3:27-29). Dalam pandangan Paulus terdapat ketegangan, di mana ia  berkata bahwa daging telah disalibkan (ay. 24), jadi sudah mati, dan serentak juga ia bicara tentang keinginan daging, yang masih ada yang harus dilawan. Keinginan di dalam kehendak bebas manusia.

Oleh karena itu, Paulus mengingatkan kepada orang-orang Kristen yang telah dikuduskan bahwa mereka harus menyerahkan diri menjadi hamba kebenaran yang membawa mereka kepada pengudusan. Ahli-ahli PB menggunakan istilah indikatif (bentuk menunjuk) dan imperatif bentuk (menyuruh) untuk menandai ketegangan ini. Jadi, di satu pihak “kamu adalah” dan di lain pihak “janganlah, baiklah, hendaklah kamu” (ay. 13, 25).

Ketegangan ini adalah ketegangan dalam kehidupan orang-orang percaya sebab menurut J.J.Gunning, dalam tafsirnya terhadap Surat Galatia, orang percaya hidup dalam dua kenyataan, yaitu dua kerajaan yang masing-masing mempunyai ciri tersendiri. Yang pertama ditandai istilah-istilah seperti; manusia lama, daging, dunia ini. Yang kedua, manusia baru, Roh. Umat Kristen diumpamakan meninggalkan “kerajaan pertama” menuju ke “kerajaan kedua”.

Dalam ayat yang 25, Paulus berbicara tentang  hidup oleh Roh sumber hidup, bukan cara hidup, Roh itu menghidupkan. Roh adalah sumber kehidupan manusia. Ayat 26 Paulus memperingati jemaat di Galatia untuk tidak gila hormat, artinya jangan mau menikmati pujian orang lain. Karena akibat gila hormat itu adalah saling mendengki. Dengki adalah ketakutan bahwa orang lain lebih baik, lebih beruntung daripada kita.

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, perayaan Pentakosta kita diingatkan bahwa Roh Kudus menuntun kita untuk bertumbuh dan berkembang dengan baik. Paulus menggunakan istilah “buah-buah” Roh. Dalam Alkitab kita menemukan bermacam-macam istilah yang dipakai untuk menjelaskan tentang pekerjaan Roh-Kudus, seperti ciptaan baru (2 Kor. 5:17; Ef. 4:2; Kol. 3:10, dll), pembangkitan (Rm. 6:4; bnd 2 Kor. 3:6; Ef. 2:1), kelahiran kembali (Yoh. 3:3; I Pet. 1:3), pembaharuan (Rm. 12:2; 2 Kor. 4:16), pertobatan (Mat. 4:17; Mar. 1:17, dll), pembenaran (Rm. 3:24, dll), pengudusan (I Kor. 1:30, dll), penerimaan suatu kualitas atau suatu hidup baru (Rom. 7:6). Salah satu aspek yang sangat penting yaitu “kelahiran kembali” yang menunjuk suatu peristiwa pembaruan total, pembaharuan hakiki atau pembaharuan kualitas. Perayaan Pentakosta hanya berguna jika ada kelahiran kembali, pembaharuan hidup, pengudusan dan memperjuangkan kebenaran.

Kedua, orang yang hidup dituntun Roh Kudus, dalam kehidupannya menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah. Tanda-tanda tersebut adalah buah-buah Roh dalam ayat 22-23. Buah Roh itu dinyatakan dalam relasi sosialnya dalam masyarakat sehingga orang merasakan kehadiran Kerajaan Allah. Selain itu, orang yang hidup dalam Roh, hidupnya bukan untuk dirinya sendiri dan tidak berputar dalam lingkarannya sendiri (kehidupan dalam daging), melainkan hidup bagi sesamanya. Atau hidup dalam Roh adalah hidup yang bermanfaat dan berguna bagi orang lain. Perayaan Pentakosata hanya berguna jika kita menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam kehidupan kita sehari-hari dan hidup bermanfaat bagi sesama.

Ketiga, pekerjaan Roh tidak hanya bersangkut-paut dengan apa yang disebut pemberian-pemberian rohani, seperti beraneka-ragam karunia, misalnya karunia penyembuhan, penglihatan, pendengaran seperti yang disebutkan oleh Rasul Paulus dalam 1 Korintus 12. Kita tidak bisa “mengurung” atau membatasi pekerjaan Roh Kudus hanya pada karunia-karunia tersebut. Pekerjaan Roh Kudus tidak bisa dibatasi dalam ruang dan waktu. Roh Kudus yang menuntun seseorang bekerja dengan baik di kantor, di sekolah, di rumah sakit, di pasar, di kebun, di rumah, dst. Juga mengaruniakan kepintaran dan menuntun para ahli melakukan penelitian dan penemuan-penemuan untuk menolong manusia.

Keempat, Roh Kudus tidak hanya menuntun kita untuk bertumbuh dan berkembang, menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah, bagaimana cara hidup, namun Roh itu adalah hidup itu sendiri (ay. 25). Maka di sini ada ketergantungan hidup dalam pimpinan Roh. Dialah sumber kehidupan kita dan akan terus menuntun kita kepada kesempurnaan hidup dan menjadikan kita manusia yang sesungguhnya. Tanpa Dia kita tidak hidup (bdk. Yoh. 20:22; Kej. 2:7). Karena itu kita patut mesyukuri peristiwa Pentakosta. Kita terus berserah pada tuntunan Roh-Nya.

Kelima, kita merayakan Pentakosta kita menyerahkan hidup dipimpin oleh Roh Kudus agar kita dimampukan untuk menanggalkan manusia lama (daging) kita. Manusia lama seperti yang disebutkan dalam ayat 19-21 dan 6. Jika Roh menuntun kita, maka Ia memampukan kita untuk “menang” dalam pergumulan menanggalkan daging. Roh Kudus terus memampukan gereja-Nya untuk melawan keinginan daging yang berjuang merusak persekutuan dalam gereja. Daging-daging yang berjuang merusak gereja seperti gaya hidup yang hedonis, materialistik, individualistik, yang menuntun gereja kepada teologi kesuksesan. Apakah Anda saya sebagai gereja, dipimpin oleh Roh Kudus ataukah dituntun oleh daging? Mari kita terus berefleksi dalam kehidupan bergereja kita. Amin. (FN)

Dari Pastori Jemaat Betel Tetus-Oelet, Klasis Amanuban Timur, kami mengucapkan selamat merayakan Hari Raya Pentakosta!!!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)

RENUNGAN BULAN KELUARGA: HIDUP DENGAN RASA CUKUP (I TIMOTIUS 6: 2b - 12)