PERJALANAN MENUJU KE KANTOR KLASIS DAN PENGALAMAN TENTANG BAHASA
PERJALANAN MENUJU KE KANTOR KLASIS DAN PENGALAMAN TENTANG
BAHASA
Pulau
Pantar itu kaya, baik alam, budaya dan bahasa. Topografi yang unik membuat para
pengunjung sudah bisa menyimpulkan tentang keadaan di pulau Pantar.
Surat
Keputusan MS-GMIT tentang lamanya masa vikariat dua tahun, yakni mulai tanggal
1 Mei 2017 sampai dengan 1 Mei 2019. Namun keputusan persidangan Majelis Sinode tahun 2018 menyatakan masa vikariat menjadi satu tahun enam bulan.
Karena berpatokan pada masa vikaris dua tahun, maka
persiapan barang yang dibawah cukup banyak.
Saya membawa tiga tas besar. Belum lagi harus membantu teman-teman vikaris yang
lain.
Setelah beristirahat di Tamakh, kami menumpang ojek ke Maliang karena belum ada
mobil, angkutan umum. Kantor klasis berada di Maliang, pusat kota Kecamatan
Pantar Tengah. Ransel besar di belakang sambil memangku satu tas dan tas yang
lain di depan motor mendaki gunung dengan jalan yang berlekuk-lekuk
Mau pegang orang yang mengemudikan sepeda motor atau menahan tas di belakang
dan yang di samping.
Capek, berat, takut jatuh menjadi masalah tersendiri. Namun demikian kami tiba
dengan selamat. Di atas kendaraan saya dikejutkan dengan kemegahan bangunan
gedung gereja di setiap kampung. Salah satu bangunan gereja yang megah ialah
GMIT Imanuel Airmama, kampung halamannya ibu vikaris Teny Lemagang.
Sampai di
kantor klasis kami disambut lalu dijamu.
Saya
masih terkesan dengan gedung gereja di setiap kampung yang kami lewati.
Apakah
kemegahan gedung merupakan salah satu ekspresi iman jemaat, yang lahir dari
partisipasi aktif dari anggota jemaat? Gedung gereja harus menunjukkan kekuatan
daya dan dana warga jemaatnya. Jika pertumbuhan ekonomi masyarakat dan status
sosial dinilai dari bangunan rumah pribadi, maka bangunan gedung gereja
menggambarkan daya dan dana dari jemaat setempat.
Kami
hampir seminggu di klasis. Ketua Majelis Klasis, Pdt Yeskiel Oumaara,
memperkenalkan kepada kami wilayah pelayanan Klasis Pantar Barat. Keunikan dan
kekhasan budaya Pantar. Saat itu bulan budaya.
Setelah
sejenak beristirahat, sore harinya saya ke perigi menimba air. Ada beberapa ibu yang
telah mendahului di pergi. Saya menyapa mereka dengan panggilan khas kepada
seorang perempuan yang lebih tua yakni, "kuba." Ada beberapa ibu yang
senyum namun ada beberapa orang lagi tidak merespons sambil memandang saya
dengan tatapan yang kosong. Saya bertanya-tanya, apakah karena saya orang baru
atau ada sesuatu yang lucu dengan saya?
Kemudian saya baru tahu bahwa panggilan "kuba" hanya bagi suku dengan
bahasa tertentu. Ibu-ibu yang ada di sumur itu beda bahasa.
Hari minggu, 7 Mei 2017 kami diminta untuk memimpin kebaktian di gereja-gereja terdekat. Saya memimpin kebaktian di Mata Jemaat Kefas Kapas. Suatu perenungan
yang mendalam tentang keunikan dan kekhasan budaya di P
antar. Saat itu bacaan
Alkitab Kejadian 11 tentang menara Babel.
Dunia tidak indah jika tidak berwarna warni budayanya. Jika Allah tidak mengacaubalaukan bahasa mungkin kita satu warna. Alor dengan puluhan bahasa di situlah keindahannya. Keragaman budaya merupakan karya Allah dari keberdosaan manusia, ketika manusia bersatu untuk mempermuliakan dirinya sendiri.Itulah ringkasan refleksi perdana saya dari mimbar sebagai seorang vikaris di Klasis Pantar Barat.
Saya ditempatkan di Jemaat Beang.
Selasa, 9 Mei 2017 saya dijemput dan dibawa ke rumah pastori Jemaat Beang.
Bersambung........

Komentar
Posting Komentar