Renungan Bulan Budaya: YESUS MEMBARUI PRAKTEK BUDAYA YANG TIDAK ADIL (Yohanes 20:11-18)
Apa praktek budaya yang tidak adil di dalam masyarakat di mana gereja hadir dan melayani, khususnya dalam wilayah pelayanan GMIT? Kita bisa mengidentifikasi praktek-praktek tersebut.
Koentjaraningrat dan Clifford Geert mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka hidup bersama (masyarakat) yang menjadi milik manusia melalui proses belajar. Sementara itu Geertz mengartikan kebudayaan sebagai pola-pola arti yang mewujud sebagai simbol-simbol yang diwariskan secara historis, dengan bantuan mana manusia mengkomunikasikan, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan dan sikap terhadap hidup.
Berangkat dari pendapat kedua pakar antropologi di atas, kita melihat bahwa dalam keseharian masyarakat ada praktek budaya, yang di dalamnya mempunyai gagasan tersendiri, mempunyai mitos tersendiri, mempunyai sistem keyakinan tersendiri dan mempunyai tujuan sendiri. Oleh karena itu, kita tidak bisa mendakwa budaya dalam masyarakat tertentu.
Namun kita harus akui bahwa ada praktek budaya yang tidak adil, yang tidak sesuai dengan terang firman Tuhan. Misalnya, perbedaan gender memunculkan ketidakadilan gender. Dalam budaya patriarki mempercayai bahwa laki-laki memiliki kuasa atas segala hal. Sehingga tidak jarang perempuan mendapat perlakuan tidak adil dalam berbagai hal. Kemudian berdampak pada pembagian kerja secara seksual antara laki-laki dan perempuan. Praktek budaya tersebut masih terjadi dalam masyarakat tradisional seperti di Amanuban Timur, Fatukopa dan Fatumolo.
Dalam sistem pembagian kerja secara seksual, perempuan cenderung selalu ditempatkan dalam wilayah domestik atau rumah tangga. Hal tersebut terjadi karena adanya persepsi atas kekuatan perempuan masih di bawah laki-laki dalam berbagai aspek seperti politik, pendidikan, lingkungan pekerjaan, dan sebagainya. Pandangan ini meresap menjadi sebuah unsur kebudayaan, di mana masyarakat masih mempercayai kendali tunggal oleh laki-laki dalam banyak bidang sehingga menimbulkan ketidakadilan akses dan kesempatan bagi perempuan untuk maju dalam bidang-bidang tersebut. Itu hanya salah satu contoh. Masih banyak praktek budaya yang tidak adil dalam kehidupan kita.
Hari ini merupakan minggu pertama kita berada dalam Bulan Budaya.
Bacaan firman Tuhan dalam Injil Yohanes 20:11-18 merupakan bagian dari 20:1-9. Kemudian ayat. 1-9 merupakan berita singkat kunjungan Maria Magdalena ke kubur Yesus. Peristiwa ini dapat dikatakan terjadi di dekat kubur Yesus. Yohanes menunjukkan tempat Maria Magdalena berada yakni di luar kubur Yesus (ay. 11). Di mana kubur itu terletak di dekat penyaliban Yesus di bukit Golgota (tempat tengkorak). Dalam teks sebelumnya Yoh. 19:38-42 dikatakan bahwa Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus menguburkan Yesus di sebuah kubur yang terletak di taman dekat penyaliban Yesus (Yoh. 19:41). Maria Magdalena mengunjungi kubur Yesus pada hari pertama minggu itu ketika hari masih pagi-pagi benar (ay.1). Tidak ada penjelasan khusus mengapa Maria Magdalena mengunjungi Yesus pagi-pagi benar. Dalam Injil sinoptik, cerita yang sama diberi keterangan bahwa Maria Magdalena bersama dengan perempuan-perempuan lain ingin meminyaki Yesus (Mark. 16:1). Pagi-pagi benar yang dimaksud ialah ketika matahari belum terbit.
Bacaan kita saat ini ini dibuka dengan pernyataan bahwa Maria Magdalena menangis sembari menengok ke dalam kubur yang kosong itu (ay. 11). Tangisan ini menggambarkan sebuah kondisi psikologis ketika seseorang kehilangan orang yang dikasihi. Seseorang yang ditinggalkan atau kehilangan orang yang dikasihi tentunya akan mengalami kesedihan yang mendalam. Kemungkinan, persis pengalaman Maria Ibu Yesus yang sedih karena melihat Yesus Mati di kayu salib. Kesedihan ini juga bisa seperti Yesus yang sangat sedih ketika berdoa di taman Getsemani sebelum ditangkap. Yesus berdoa kepada Bapa-Nya dan berkata, ”Hatiku sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Mat. 26:38a).
Dengan perasaan sedih, ia justru masuk dalam kubur tersebut. Penginjil Yohanes tidak menunjukkan keterangan atau alasan mengapa Magdalena tidak pergi seperti para murid yang lain (ay. 10). Hal ini menunjukkan sebuah kesetiaan dari seorang murid perempuan. Maka dari itu, Maria Magdalena tidak mengikuti murid-murid yang lain untuk segera meninggalkan makam yang kosong.
Kesetiaan Maria Magdalena membawanya kepada sebuah perjumpaan dengan Dia, meskipun ia tidak percaya bahwa akan menjumpai Yesus. Sebab dalam benaknya masih berfikir bahwa mayat Yesus telah dicuri seseorang. Sehingga ketika ia berjumpa dengan malaikat, ia mengungkapkan isi hatinya, “Tuhan telah dicuri orang dan aku tidak tahu di mana Dia diletakkan” (Yoh. 13). Maria Magdalena tidak menyadarinya hingga beberapa saat. Bahkan Maria Magdalena mengira bahwa yang menyapanya adalah seorang pekerja taman. W. Barclay menyatakan alasan mengapa Maria Magdalena tidak mengenali Yesus pada waktu itu. Pertama, Maria Magdalena tidak dapat mengenali Yesus karena matanya penuh dengan air mata. Penyataan ini dapat dibenarkan karena memang benar bahwa Maria Magdalena waktu itu menangis terus-menerus karena kehilangan Yesus. Kedua, Maria Magdalena tidak mengenali Yesus karena dia terus memfokuskan pandangannya ke makam, sedangkan Yesus di belakangnya. Maria Magdalena baru bisa mengenali Yesus setelah dipanggil-Nya. Setelah dia dipanggil, dia menoleh ke belakang dan mengenali Yesus.
Setelah Maria Magdalena mengenali Yesus (ay. 16). Tampaklah sebuah adegan yang tidak mengenakan, yakni Yesus tidak memperbolehkan Maria Magdalena menyentuhnya sebelum Dia pergi ke Bapa. Larangan ini menimbulkan sebuah kesulitan untuk menafsirkannya, sebab dalam setelah ini menunjukkan adegan Yesus meminta Thomas untuk menyentuh/mencucukkan jarinya ke luka-luka Yesus (Yoh. 20:27).
Teks ini sering kali menimbulkan ketegangan dan salah penafsiran, sebab ada yang mengatakan bahwa Maria Magdalena sudah memegang Yesus dan ada yang berpendapat bahwa Yesus melarang untuk memegang-Nya terus menerus. Namun dari kalimat yang digunakan oleh Yohanes mau mengatakan, “berhentilah memegang-Ku”. Sebab pada waktu itu Maria Magdalena memegang Yesus terus menerus, sehingga Yesus memintanya untuk berhenti memegang. Dapat dikatakan bahwa dalam teks ini Yesus tidak melarang Maria Magdalena untuk memegang-Nya, namun Yesus hanya meminta Maria Magdalena untuk berhenti memegang-Nya.
Setelah Yesus meminta Maria Magdalena berhenti memegang, Yesus mengutus Maria Magdalena untuk mewartakan kebangkitan-Nya. Kata Yesus kepada Maria Magdalena, “Pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakan kepada mereka bahwa sekarang aku akan naik kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allah-Mu” (Yoh. 20:17b). Di sini tampak jelas, bahwa Maria Magdalena diutus mewartakan kebangkitan-Nya kepada saudara saudara Yesus. Ketika Maria Magdalena diutus Yesus untuk pergi mewartakan kebangkitan-Nya, Maria Magdalena tidak melakukan tawar-menawar ataupun menjawab pernyataan Yesus. Maria Magdalena segera pergi meninggalkan Yesus dan menjumpai murid-murid Yesus (Yoh. 20:18).
POKOK-POKOK RENUNGAN
Dari uraian firman Tuhan tersebut kita bisa mencatat beberapa pokok refleksi.
Pertama, keberanian seorang perempuan untuk ‘keluar dari rumah’ berjalan ke kuburan dengan pagi-pagi benar. Hal ini ditunjukkan oleh seorang perempuan yang bernama Maria Magdalena. Dalam budaya di mana perempuan hanya berada di rana domestik, di dalam rumah, asumsi dan narasi-narasi budaya yang negatif terhadap seorang perempuan, Maria Magdalena menjadi contoh, seorang perempuan yang memiliki keberanian membungkam narasi-narasi dan asumsi-asumsi yang negatif terhadap seorang Perempuan.
Kedua, keberanian Maria Magdalena membuat ia berjumpa dengan Tuhan yang bangkit. Kesedihannya, ketakutan dipulihkan oleh Tuhan. Dalam budaya patriarki Ada anggapan dalam masyarakat bahwa laki-laki lebih kuat dan kekuatan perempuan hanya dengan kesedihan dan air mata. Anggapan itu kini dihapus oleh Tuhan melalui penampakan Yesus kepada Maria Magdalena. Perempuan dipulihkan dan dia menjadi saksi pertama tentang kebangkitan Yesus. Kini seorang perempuan yang pergi memberikan kesaksian kepada laki-laki (murid-murid yang masih takut).
Ketiga, kesetiaan perempuan. Ketika Yesus di taman Getsemani banyak murid (laki-laki) yang lari meninggalkan Yesus. Namun Injil-injil mencatat perempuan-perempuan yang mengikuti Dia sejak dari Galilea sampai ke bukit Golgota. Mereka menyaksikan kematian Yesus dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar salib (Luk. 23:49; Mar. 15:40-41). Melalui firman Tuhan ini, kita disuguhkan lagi tentang Maria Magdalena yang menunjukkan kesetian kepada Yesus walaupun sudah ada dalam kubur. Kita hidup dalam masyarakat di mana kesetian semakin terkikis karena berbagai pengaruh, firman Tuhan mengajar kita tentang kesetiaan seorang perempuan. Setia kepada nilai-nilai budaya yang adil dan diwariskan kepada anak-anak kita.
Keempat, memfokuskan pandangan kepada Yesus yang bangkit. Maria Magdalena tidak mengenal Yesus karena dia fokusnya kepada makam Yesus. Pikiran dan perasaan berpusat pada Yesus yang telah mati dan dikuburkan. Di minggu pertama perayaan bulan budaya ini, mari kita memfokuskan perasaan kita kepada Kristus yang bangkit. Hapus air mata kita supaya dengan jelas kita mengenal Dia. Ia ada berdiri di belakang kita, artinya kita tidak sendirian. Ia akan tampil membela kita ketika kita tak berdaya.
Kelima, kebangkitan Yesus memberikan relasi baru, relasi murid menjadi saudara. Yesus adalah anak Allah. Kita adalah saudara Yesus (saudara rohani). Maka kita memiliki Bapa yang satu yakni Tuhan Allah. Sebuah relasi keakraban sebagai orang tua dan anak, saudara dan saudari. Karena itu tindakan etis yang perlu dikembangkan dalam persekutuan adalah relasi persaudaraan. Mari membangun budaya persaudaraan di dalam Tuhan. Amin.
Selamat merayakan Bulan Budaya. Salam dari Pastori Jemaat Betel Tetus-Oelet, Klasis Amanuban Timur.

Komentar
Posting Komentar