TUHAN ADA WAKTU URUS ORANG YANG ADA WAKTU UNTUK DIA

Pagi-pagi sekali pintu pintu rumah Pastori belum dibuka. Saya mendengar suara seorang ibu yang memanggil, "Bapak, bapak, bapak!" Saya bergegas membuka pintu. "Selamat pagi. Bagaimana Kuba?" tanya saya dari dalam rumah. "Tadi malam Wenang (suaminya) tidak bisa tidur karena mengeluh badan sakit kayak orang pukul. Bapak pi doa dulu," katanya kepada saya. 

Kemudian saya belajar bahwa Pastori adalah lambang kehadiran seorang pelayan. Nasehat dari salah seorang pendeta senior kepada saya seperti ini, "kalau jadi pendeta, pagi hari usahakan pintu rumah Pastori buka sebelum pintu rumah-rumah jemaat dibuka dan pada malam hari, pintu rumah Pastori tutup setelah pintu rumah-rumah jemaat ditutup. Pendeta harus bangun pagi mendahului jemaat untuk mendoakan jemaat dan malam hari sebelum tidur dia berdoa mensyukuri penyertaan Tuhan bagi jemaatnya."  

 "Iya, nanti saya pergi, Kuba duluan," jawab saya. Saya bergegas mengikuti ibu ini ke rumahnya. Ibu ini setia sekali bergereja. Suaminya jarang bergereja. Alasannya tidak ada waktu karena sibuk kerja.  Dari kejauhan saya melihat banyak orang dalam rumah itu. "Shalom!" sapa saya. "Shalom!" mereka serentak menjawab.

"Adooo, sakit sekali. Saya tidak mau mati," kata si bapa yang lagi berbaring di tempat tidur.
"Tidak mati," jawab saya membuat semua dalam rumah itu tertawa. Mengapa saya jawab seperti itu karena kedekatan saya dengan keluarga ini. Kami sering berkelakar jika bertemu atau ke rumahnya walaupun dia jarang hadir beribadah. Saya adalah vikaris bagi mereka semua entah yang rajin bergereja maupun yang tidak rajin bergereja. Di benak saya, nanti ke depan jadi pendeta tidak bisa menyenangkan semua orang, namun saya menjadi pendeta bagi mereka semua.  
Saya mengajak si bapak ini bercerita namun dia tidak mau bercerita karena sakit yang ia derita. Orang yang sakit bukan untuk diajak bercerita tetapi butuh disembuhkan, demikian juga orang yang lapar butuh makan bukan janji. Bagi si lapar, sepotong roti adalah Injil.
Saya hendak mendoakannya, lalu saya bilang "bapak, saya jarang lihat ikut ibadah di gereja dan kegiatan-kegiatan di gereja e."
"Itu dia, sibuk ini yang buat tidak ada waktu," dia menjawab saya. Saya tidak menanggapi lagi. Kemudian saya berdoa. Sehabis berdoa lalu dia bertanya kepada saya, "ada berita dari Tuhan ko tidak?" Dia pikir saya seorang pelihat. Saya diam dan cerita hal lain. Sekarang saya hendak pamit dia bertanya hal yang sama. 
Kemudian saya menjawab, "Tuhan bilang bapak tidak ada waktu untuk Tuhan jadi Tuhan juga tidak ada waktu untuk bapak". Situasi hening. Lalu saya pamit pulang. Saya berjalan sambil tertawa karena berita yang saya sampaikan. 
Pertanyaan yang bijak memberi jawaban yang bijak tapi pertanyaan yang konyol beri jawaban yang konyol. Saya tidak tahu tadi jawab saya konyol atau bodoh, tapi sudah terlanjur jawab.

Hari minggu saya di mimbar sambil memperhatikan, bapak yang sakit duduk di depan dengan muka ceria. Habis kebaktian saya turun bersalaman dengan dia, lalu saya bilang, "Su ada waktu untuk Tuhan o," sambil tertawa. 

"Bapak punya berita kemarin buat saya pikiran. Tuhan tidak ada waktu untuk urus orang yang tidak ada waktu untuk Dia," katanya sambil meniru gaya omong saya. Kemudian dia mengatakan lagi, "Sekarang saya yang kasih ingat mama dan anak-anak untuk siap ke gereja".


(cerita kenangan masa vikariat. Ikuti cerita di blogger Frans Nahak: Tuhan Punya Baek)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)