RENUNGAN BULAN LINGKUNGAN: BERSAMA MERAWAT SUMBER AIR MENDATANGKAN DAMAI SEJAHTERA (KEJADIAN 26:17-22)


Pulau Timor adalah ‘Pulau Karang’. Tanahnya berbatu dengan curah hujan yang sedikit. Ada teman saya dari Pulau Jawa datang berlibur Timor, ia menggunakan waktu libur untuk berjalan-jalan ke pedalaman Timor. Setelah masa liburnya habis ia ingin kembali ke Jawa. Saya mengajak dia untuk tinggal di Timor namun ia menolak. Ia berkata kepada saya, “Wah, ngeri, melihat keadaan alam di Timor yang penuh dengan batu karang. Suhu udaranya panas membakar. Cadangan air tanahnya sedikit sekali.” Ya, benar, Timor adalah sebuah atol (pulau karang) dan unsur tanahnya hanya sedikit sekali. 

Orang Timor mengakui itu. Hal itu terlihat dari nama yang diberikan kepada kampung-kampung. Menurut para peneliti, hampir 70% nama tempat di pulau Timor di awali dengan kata we (air dalam bahasa Tetun) oe (air dalam bahasa Meto) dan fatuk ( batu dalam bahasa Tetun), fatu (dalam bahasa Meto). Nama-nama itu mengekspresikan keadaan orang Timor akan air dan kenyataan tanah tanah Timor Timur. Ada sebuah iklan beberapa tahun yang lalu, mungkin menjadi bahan tertawaan atau olokan bagi kami orang Timor, yakni “sumber air su dekat.”

Di sebagian wilayah pelayanan GMIT mengalami krisis air bersih. Misalnya di wilayah pelayanan Klasis Amanuban Timur. Air dijual dengan 1 tangki, 5000 liter, dengan harga Rp. 600.000. Selain itu, warga GMIT yang hidup di pemukiman perkotaan bergumul dengan air bersih karena pencemaran lingkungan. Di tempat-tempat tertentu debit-debit air berkurang dan juga ada mata-mata air yang kering karena penebangan hutang.

Dalam bacaan kita saat ini, Ishak mengalami seperti yang dialami oleh Abraham. Karena kebutuhan akan air, membuat ia harus berpindah-pindah. Terjadi kelaparan di tanah Kanaan sehingga Ishak harus meninggalkan tanah itu. Ia pergi ke tanah orang Filistin, lalu tinggal di Gerar daerah yang dikuasai oleh raja Abimelekh. Ishak menabur juga di daerah itu seperti biasa dilakukan bangsa gembala pengembara yang mendiami suatu daerah dari musim menabur sampai musim panen, lalu meninggalkan negeri itu. Allah sangat memberkati Ishak. Orang Filistin menjadi cemburu. Lalu Abimelekh meminta dia untuk meninggalkan daerah itu, sebab orang Filistin tidak ingin Ishak tinggal di daerah mereka.

Untuk mengusir Ishak dari wilayah mereka, orang Filistin mencuri sumur-sumur Ishak, atau mereka menimbun sumur-sumur yang telah digali oleh hamba-hamba Ishak. Lalu Ishak menggali kembali sumur-sumur yang telah digali dalam zaman Abraham, ayahnya, yang telah ditutup oleh orang Filistin sesudah Abraham mati. Ishak memberi nama sumur-sumur itu menurut nama yang diberikan ayahnya. Menurut Bob Deffinbaugh, “Pada waktu itu menggali sumur dianggap sama saja dengan mengklaim kepemilikan atas tanah tempat sumur itu berada. Sumur memungkinkan seseorang untuk tinggal di sana dan memelihara ternak. 

Orang Filistin berusaha menghapusnya dengan menimbun sumur-sumur yang digali Abraham. Keinginan mereka untuk menggulingkan semua klaim atas tanah mereka begitu kuat sehingga mereka lebih suka menimbun sumur, aset yang sangat berharga di tanah yang gersang.

Sumur-sumur selalu diberi nama untuk menetapkan hak kepemilikan. Dengan memberi mereka nama yang sama seperti yang dimiliki ayahnya. Ishak bermaksud agar kepemilikannya tidak dapat disangkal. Hal ini menggarisbawahi ketidakadilan (Kej. 21:23-33) tetapi juga memperingati pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. 

Sumur pertama karena pertengkaran maka diberi nama Esek, karena mereka bertengkar dengan dia. Esek adalah kata benda diri eseq yang berarti, “perselisihan” dan merupakan peringatan akan kepicikan orang Filistin.

Kemudian mereka menggali sumur lagi, dan mereka pun bertengkar tentang hal itu, sehingga orang itu menamainya Sitna. Sitnah adalah kata benda diri sitnah yang berarti, “pertentangan” dan merupakan peringatan atas permusuhan orang Filistin terhadap hamba-hamba Ishak. Nama dua sumur pertama mencerminkan konflik atas kedua sumur tersebut.

Masalah sumur ini serius bagi Ishak karena untuk memenuhi kebutuhan ternaknya yang sangat banyak, ia harus memiliki persediaan air yang banyak. Bagi Ishak, sumur-sumur ini merupakan kebutuhan untuk bertahan hidup. Jadi masalah sumur ini merupakan ujian besar bagi iman Ishak.

Ishak tidak pernah membela haknya atas sumur-sumur ini, ia juga tidak berperang untuk mempertahankannya meskipun ia memiliki cukup banyak tenaga kerja untuk menghancurkan orang Filistin. 

Ishak bukanlah seorang pengecut karena tidak mau berperang, tetapi ia adalah seorang yang “murah hati” dan perilaku ini serupa dengan perilaku Abraham terhadap keponakannya, Lot. Ishak bersikeras memelihara hubungan baik dengan orang Filistin dan bersikap toleran, sabar, dan murah hati terhadap mereka. Ishak tidak memaksakan haknya sendiri atas tanah itu demi menjaga persatuan antara dirinya dan orang Filistin.

  Ia pindah dari situ dan menggali sumur lain, dan mereka tidak bertengkar tentang hal itu; maka ia menamainya Rehobot, sebab katanya, akhirnya Tuhan telah memberikan tempat bagi kita, dan kita akan menghasilkan banyak anak di negeri ini.

Rehoboth adalah kata benda diri rechovoth, yang berarti, “ruang.” Bruce K. Waltke, “Mungkin ini lokasi Reheibeh, sekitar 19 mil barat daya Beersheba. Lokasi ini menempatkan sumur itu sekitar tiga puluh hingga tiga puluh lima mil dari Gerar, yang cukup jauh dari kepentingan ekonomi atau politik orang Filistin. Sumur itu menghasilkan air dalam jumlah yang sangat besar, dan kawanan ternak Ishak sangat banyak jumlahnya.

Tuhan memberi mengaruniakan berkat kepada Ishak atas imannya dengan memberikan banyak air dan tempat untuk kawanan ternaknya yang sangat banyak. Nama ketiga sumur itu tidak hanya mencerminkan konflik dan perjuangan Ishak melawan orang Filistin tetapi juga kemenangannya. Fakta bahwa Ishak akhirnya menemukan tempat untuk kawanan ternaknya merupakan bukti lain berkat Tuhan.

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, di minggu ketiga bulan lingkungan ini kita diingatkan oleh firman Tuhan untuk tidak bertengkar sampai bermusuhan karena air. Namun sumber-sumber air dijaga bersama untuk memenuhi kebutuhan manusia. Menurut cerita orang-orang tua di pedalaman Timor, bahwa jika ada sumur di halaman rumah maka pemiliknya tidak kikir dengan tetangga yang hendak datang menimba, karena apabila kikir terhadap maka mata air itu akan kering. Di mana ada mata air sama-sama menggunakan mata air tersebut. Ada kepercayaan di balik pemahaman orang Timor tentang air. Kita belajar dari Ishak bahwa ia tidak mau bertengkar tentang air. Ia mau memelihara toleransi, sabar dan murah hati dengan orang-orang Gerar. 

Kedua, krisis air yang sementara dialami saat ini karena berbagai faktor. Misalnya, polusi air yang disebabkan penggunaan pupuk pestisida yang hanyut dari aktivitas pertanian serta aktivitas industri yang menghasilkan limbah dan sampah. Kemudian membuang sampah sembarangan, kepadatan penduduk, kerusakan hutan, dst. Bahkan di daerah-daerah tertentu, krisis air terjadi karena konflik antar kelompok suku yang mengklaim bahwa air ini berada di lokasi mereka atau milik mereka. Jika kebutuhan akan air dibawa masuk ke dalam kepentingan tertentu maka akan terjadi perselisihan yang akan berdampak pada krisis air. Hal ini terlihat dalam cerita ini. Pertengkar terjadi karena kepentingan, namun Ishak sebagai seorang tamu ia tidak mau mencari musuh hanya karena air.

Ketiga, Pulau Timor dikenal dengan pulau karang. Tanahnya berbatu dengan curah hujan yang sedikit. Melalui firman Tuhan saat ini kita belajar dari Rehobot yakni “membuka ruangan” dengan menanam air. Ada lokasi bagi air. Sekarang kita mengenal istilah menanam air. Kita menanam air berarti meningkatkan pengendapan, dan membersihkan air, melepaskan oksigen ke dalam air, dll. Kita memanfaatkan cura hujan yang sedikit di atas tanah yang berbatu ini. Dengan menanam air maka kita akan memanen air pada saatnya. Di mana ada penampungan air seperti embung maka akan muncul mata-mata air di sekitarnya. Ishak menamai sumur itu Rehobot, arti Rehobot seperti yang telah dijelaskan yaitu ruangan. Air membutuhkan ruangan tempat tertampung. Jangan membiarkan air mengalir ke laut karena laut tidak membutuhkan air, tanah, manusia, hewan dan tanaman yang membutuhkan air. Amin.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)