Renungan Natal: MARILAH SEKARANG KITA PERGI KE BETHLEHEM (LUKAS 2:1-20)
Renungan
Natal tgl. 25, 2024.
Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
jadi perwakilan gereja untuk memutuskan tema Natal Nasional. Demikian pula di
Natal 2024 ini, dua lembaga ini secara resmi mengumumkan tema Natal tahun ini
adalah "Marilah sekarang kita pergi ke Bethlehem... (Bdk. Lukas 2 :
15)". Tema ini menjadi menarik karena gemah anti Zionis terjadi di
mana-mana, akibat dari perang antara Israel, Hamas dan Hizbullah di Timur
Tengah. Apa pesan Natal dari tema ini?
Bethlehem
dalam bahasa Ibrani “Beit-lehem”, yang berarti Rumah Roti. Dalam bahasa
Arab Bayt Lahm berarti “rumah daging”. Bethlehem adalah sebuah
kota yang berada di Tepi Barat-Palestina, yang terletak sekitar 10 Km di
sebelah Selatan Yerusalem. Kota di mana Yesus Kristus dilahirkan ini juga
menjadi tempat kelahiran raja Daud, raja kedua pada masa pemerintahan Kerajaan
Israel (1010 SM - 970 SM).
Bethlehem
pertama kali disebutkan dalam Alkitab sebagai tempat di mana pemimpin suku
Rahel meninggal dan dimakamkan (Kejadian 48:7). Namun yang lebih penting, kota
kecil itu menjadi dikenal oleh seluruh Israel karena garis keturunan Raja Daud.
Nenek
buyut Daud, Rut, adalah menantu perempuan Naomi yang berasal dari Moab, yang
keluarganya berasal dari Bethlehem. Setelah kehilangan suami dan anak-anaknya
di tanah Moab, Naomi kembali ke Bethlehem. Dan Rut bersumpah untuk mengikutinya
ke mana pun ia pergi.
Bacaan
Alkitab dalam perayaan Natal tahun ini bercerita tentang Kelahiran Yesus dan
Gembala-gembala. Kita dapat mencatat beberapa hal:
Pertama,
ayat 1-5. Pada ayat ini, Lukas menempatkan kelahiran Tuhan Yesus dalam dua
catatan sejarah dunia pada waktu itu, ketika Agustus menjadi kaisar dan
Kirenius menjadi wali negeri, yakni Gubernur Siria. Pada waktu itu Palestina
bagian dari wilayah provinsi tersebut. Keadaan waktu itu manusia mengalami
ketakutan dan kejenuhan yang sangat amat meresahkan. Peperangan dan penindasan
serta pertumpahan darah yang terus menerus terjadi di mana-mana. Rezim yang
satu datang menumbangkan rezim yang lain, kaisar yang satu berkuasa setelah
membunuh kaisar yang lain. Karena itu orang berharap Agustus yang bijaksana dan
memiliki pasukan yang luar biasa dapat menciptakan kedamaian. Konon, sensus
yang dilakukan itu dalam rangka penataan ekonomi dan militer di seluruh wilayah
Romawi. Pada masa Agustus, Kekaisaran Romawi mengalami masa damai sementara,
tetapi setelah Agustus meninggal Kekaisaran Roma kembali mengalami peperangan.
Di
tengah harapan itulah Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari sebuah keluarga
yang berasal dari keturunan Daud. Keluarga ini tentu mengalami kecemasan dan
harapan pada zamannya. Mereka takut dengan pemerintah yang sedang berkuasa.
Maria dan Yusuf tidak menyadari bahwa Allah juga sedang bekerja memenuhi
harapan umat manusia pada waktu itu dengan cara yang berbeda. Bukan dengan
sensus penduduk namun mewujudkan nubuatan para nabi tentang datangnya seorang
raja damai. Ia memulai misinya dari Bethlehem bukan dari kota Roma sebagai
pusat peradaban pada waktu itu.
Kedua,
ayat 6-7. Di Bethlehem Maria melahirkan seorang anak, dan anaknya itu seorang
laki-laki, dan anak itu adalah anaknya yang sulung. Kedua predikat tersebut merupakan
syarat putra mahkota sebuah kerajaan dan sekaligus bagi Israel. Anak sulung
dipersembahkan kepada Allah.
Anak
itu dibungkus dengan kain lampin dan dibaringkan dalam palungan. Dua hal ini
memiliki makna yang menjadi kepribadian bayi tersebut di kemudian hari. Kain
lampin tidak saja menunjukkan kepada keadaan ekonomi yang sederhana, tetapi
juga secara budaya, tanda bahwa seorang yang lahir diterima oleh kedua orang
tuanya, ia akan dibungkus dengan lampin. Tetapi mereka yang ditolak akan
dibiarkan telanjang bulat dan dibuang. Jadi Yesus dibungkus dengan lampin
artinya Maria dan Yusuf menerima anak itu sebagai anak sulung yang sah.
Kemudian dikatakan bahwa Ia dibaringkan di dalam palungan. Hal itu tidak saja
merupakan wujud solidaritas-Nya dengan para gembala yang adalah manusia dari
stratafikasi sosial yang paling rendah, tetapi menunjuk kepada profesi dan gaya
kepemimpinan raja Daud yang mulanya adalah seorang gembala. Karena itu, di
kemudian hari Ia akan memerintah umat-Nya sebagai seorang gembala. Cara itulah
menjadikan pemerintahan yang damai. Itulah yang dinyanyikan oleh para Malaikat
di padang Efrata.
Ketiga,
ayat
8-20. Pertama, memaparkan kelahiran Yesus sebagai sebuah bentuk cinta kasih
Allah (ay. 8-14) dan kedua, berisi panggilan bagi para gembala untuk mewartakan
kabar gembira yang telah mereka terima dari Allah (ay. 15-20). Kita dapat
membaginya dalam beberapa poin.
Pertama,
dipanggil para gembala merayakan kelahiran Yesus menunjukkan pentingnya para
gembala itu dalam karya penyelamatan Allah. Mereka adalah orang-orang yang
menjaga dan merawat kehidupan. Khususnya domba-domba gembalaannya. Pada bagian
lain Yesus menyebut diri-Nya sebagai Gembala yang baik. Bukan sebuah kebetulan,
tetapi Allah memanggil mereka yang bersedia memelihara dan merawat kehidupan.
Allah berbelah rasa pada mereka yang berjuang demi kehidupan.
Kedua,
hari ini telah lahir bagimu seorang Juruselamat. Apa yang telah lama
dinanti-nantikan, terjadi malam ini. Dia yang datang sebagai Sang pembela.
Gelar juruselamat (soter) memiliki makna yang penting karena dinyatakan oleh
para Malaikat untuk memberitakan kelahiran Yesus. Gelar ini berlatar belakang
Perjanjian Lama sebagai Penyelamat atau Mesias yang bertindak membebaskan
dengan semangat bela rasa bagi orang-orang yang tertindas, tersingkir dan luput
dari perhatian dunia. Bagi para gembala, hadirnya berita gembira sebagaimana
yang didengar, dilihat dan dirasakan menimbulkan pengharapan. Pengharapan
semakin kuat manakala para Malaikat memuji Allah, “kemuliaan bagi Allah di
tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang
berkenan kepada-Nya.”
Ketiga,
berita dari Malaikat disambut oleh para
gembala. “Lalu mereka cepat-cepat berangkat menjumpai Mari dan Yusuf dan bayi
itu (ay. 16). Para gembala tidak pasif. Dengan aktif mereka bergerak mencari
tanda yang menunjukkan kehadiran Allah. Secara imajinatif kita bisa saja
membayangkan, mereka meninggalkan domba-domba, sumber ekonomi mereka. Mereka
keluar dari sumber hidup sehari-hari mencari sumber hidup sejati. Atau dengan
kata lain, mereka mencari sumber berkat itu. Mereka meninggalkan homo economicus dan menjadi homo religiosus. Upaya aktif
meninggalkan kelekatan diri menuntun mereka menemukan pengharapan baru pada
sang bayi Natal yang terlahir. Lukas mencatat, “maka kembalilah gembala-gembala
itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengan
dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka
(ay. 20). Mereka kini memilik cara pandang baru, pengharapan baru sehingga
mampu mengalahkan ketakutan dan hidup dalam kegembiraan.
POKOK-POKOK
RENUNGAN
Pertama, tema
Natal tahun ini merupakan ajakan para gembala ke Bethlehem untuk berjumpa
dengan Gembala Agung yang baru lahir. Mata dan hati kita tidak terarah kepada
kota kecil itu, namun kepada Anak Allah yang dilahirkan di sana. Para gembala
tidak ke sana untuk melihat kota itu tetapi melihat bayi yang baru lahir.
Karena Bayi yang baru lahir merupakan harapan umat manusia. Ia memberi harapan, kepastian, bagi Anda dan saya
yang cemas akan masa kini dan masa depan. Namun tidak dibantah bahwa kota kecil
itu menjadi kota yang terkenal karena di sana lahir Yesus Kristus Anak Allah.
Perayaan Natal tahun ini mengingatkan kita bukan kepada tempatnya, gedungnya,
hiasan dindingnya, tetapi kepada Tuhan telah hadir di tengah-tengah kecemasan
hidup kita. Bethlehem, lampin dan palungan menunjuk kepada Dia yang hadir memberi
pengharapan kepada umat manusia.
Kedua, marilah sekarang kita pergi ke Bethlehem. Bethlehem tidak hanya sekedar “rumah
roti” namun membawa kita kepada sumber berkat. Dialah Roti Hidup. Para gembala
meninggal pekerjaan mereka sejenak untuk pergi berjumpa dengan sumber berkat.
Merayakan Natal berarti gereja menjadi rumah roti, sumber berkat bagi mereka
yang membutuhkan makanan. Gereja, Anda dan saya merayakan kelahiran Yesus maka
Anda, saya dan Gereja memberi pengharapan hidup bagi mereka yang berjuang untuk
mempertahankan kehidupan. Natal tak berguna jika Gereja, Anda dan saya tidak
menjadi Bethlehem bagi mereka susah.
Ketiga,
marilah sekarang kita pergi ke Bethlehem. Di padang Efrata dan Bethlehem kita
belajar bahwa semua orang bisa mengalami kehadiran Ilahi. Mereka yang dianggap
tidak mengenal ritual keagamaan, berdosa sekalipun bisa merasakan sapaan Allah.
Natal mendekatkan kita kepada Tuhan. Mari kita saling mengajak untuk pergi
berjumpa dengan Dia. Ajak bapa, mama, anak-anak dan semua keluarga. Siapapun
boleh datang berjumpa dengan Dia. Sekat dan batas-batas yang ditentukan oleh
aturan agama kini dirubuhkan dengan peristiwa kelahiran di Bethlehem.
Keempat,
marilah sekarang kita pergi ke Bethlehem. Di sana kita menemukan seorang
pemimpin akan yang menggembalakan umat-Nya. Mazmur 23 mengatakan bahwa Tuhan
adalah gembala yang baik. Jika di Bethlehem kita berjumpa dengan pemimpin yang
akan menggembalakan umat-Nya, maka perayaan Natal tahun ini, para pemimpin baik
di gereja maupun dalam pemerintahan meneladani kepemimpinan Sang Gembala Agung,
Yesus Kristus. Amin. FN.
Kami mengucapkan selama Natal 2024.
Komentar
Posting Komentar