Renungan Bulan Budaya: SENTUHAN YANG MEMULIHKAN (Yohanes 20:19-29)



 Manusia adalah makhluk makna, yang hidup dalam lingkungan alamiah dan simbolik. Objek tidak memiliki makna sendiri, melainkan karena mendapatkan artinya dari manusia. Salah makna simbolik terlihat dari budaya berkomunikasi dengan carah sentuhan. Misalnya, suku Atoni Meto, jika dua yang berkenalan bertemu di jalan atau pasar, pertama yang disuguhkan adalah sirih pinang. Sirih pinang adalah alat pembuka komunikasi dan menunjukkan budaya sopan santun. Bahkan siri pinang dalam upacara-upacara adat sebagai simbol komunikasi religius. Selain itu, penyuguhan sirih pinang adalah simbol untuk membangun keakraban, kekeluargaan dan rasa persahabatan, serta menjaga hubungan baik. 

Atau seperti salah satu suku di NTT, yakni suku Sabu, yang memiliki tradisi unik mencium hidung (Hengad`do) satu sama lain saat bertemu, kapanpun, di mana pun, dengan siapapun. Masyarakat Sabu menilai hidung merupakan alat pernafasan, dengan mencium hidung maka akan menimbulkan rasa keakraban, dan rasa keterikatan antara satu dengan yang lain sebagai tanda persaudaraan. Hidung adalah alat pernapasan yang berhubungan dengan kehidupan. Tangan memegang bahu melambangkan bukti relasi yang harmonis.  Dengan filosofi tersebut, masyarakat Sabu memaknai sebagai unsur yang bisa menghidupkan rasa kekeluargaan antara satu dengan yang lain sekalipun baru pertama kali bertemu. 

Contoh-contoh yang disebutkan di atas merupakan sentuhan untuk membangun dan mempererat persaudaraan serta memperkenalkan identitas suku. 

Di minggu kedua Bulan Budaya, tema renungan adalah sentuhan fisik yang memulihkan. Bacaan kita dalam minggu ini, tentang Yesus menampakan diri kepada murid-murid. Penampakan itu di tempat yang sama namun dalam rentang waktu yang berbeda. Dalam penampakan itu, kita tidak menemukan bahwa mereka menyentuh Yesus secara fisik atau Yesus menyentuh mereka. Ketika Yesus menampakan diri kepada Maria Magdalena, Yesus tidak mau disentuh (ay. 17). Dari kedua cerita ini, Yesus menunjuk tanda dan meminta Tomas untuk menaruh jari ke dalam bekas luka, namun kita tidak diberi tahu, apakah Tomas jadi menaruh jari di bekas luka ataukah tidak. Tomas hanya mengatakan, “Ya Tuhanku dan Allahku!”

Penampakan pertama, ayat 19-23. Penampakan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya sesudah kebangkitan-Nya, tanpa Tomas.  Ternyata murid-murid belum mengenal dan memahami “siapakah Yesus yang sebenarnya”. Bukan hanya kematian Yesus yang telah membuat mereka panik dan tenggelam dalam rasa takut yang amat sangat, melainkan juga berita tentang kebangkitan Yesus, justru telah menambah ketakutan dan kepanikan di kalangan para murid. Sebab mereka dituduh mencuri mayat Yesus (Mat. 28:13). 

Dalam situasi seperti ini tidak ada jalan lain bagi para murid kecuali mengurung diri dalam ruangan yang terkunci sampai situasi aman. Dalam kondisi demikian, “datanglah Yesus dan…..” (ay 19b). Pada saat para murid sementara dalam suasana takut dan panik itulah Tuhan yang bangkit itu telah bertindak. Ia hadir si tengah-tengah mereka untuk memberi keterangan dan ketentraman, Ia menyapa mereka dengan sapaan persahabatan yang akrab “damai sejahtera bagi kamu”. Dengan begitu kehadiran-Nya di antara para murid pada waktu itu tidak menambah ketakutan dan kepanikan mereka, tetapi justru rasa aman, rasa tentram dalam semangat persahabatan. 

Untuk lebih memberi kepastian kepada para murid, Yesus selanjutnya memperkenalkan dirinya dengan menunjukkan ciri yang menandai kematian-Nya, untuk menyatakan bahwa Ia yang hadir saat itu di antara mereka, adalah Dia yang mereka lihat mati di salib, bahwa dia yang mati itu adalah benar-benar Dia yang telah bangkit. Mereka tidak perlu meragukan-Nya lagi. Bukti yang ditunjukkan kepada mereka, yaitu tangan dan lambung-Nya. Dia dapat pergi keluar dari kain kapan tanpa membuka kain kapan itu, dan pintu-pintu yang terkunci tidak menghalangi Dia, jadi tubuh-Nya sudah berubah. Maka dari segi tubuh-Nya ada kesamaan dan ada perbedaan, tetapi dari segi pribadi-Nya, Dia yang mereka lihat adalah Dia yang mereka kenal dari dulu.

Identifikasi Yesus ini yang serentak pada saat itu juga telah merubah seluruh suasana hati para murid. Suasana yang semula diliputi dukacita, ketakutan dan kepanikan kini berubah total: “murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan”. Selanjutnya kita membaca bahwa kepada murid-murid Yesus tidak saja memperkenalkan identitas fisiknya semata. Tetapi Ia juga sekaligus membuka dirinya secara utuh: “sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu”. Kehadiran-Nya saat itu di antara para murid sekaligus untuk menegaskan tugas pengutusannya yang harus dilanjutkan. Setelah mereka melihat tangan dan lambung-Nya, mereka menerima berkat “damai sejahtera”, maka Dia mengucapkan-Nya lagi kepada mereka. "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu." 

Pernyataan Amanat Agung ini tidak boleh dipisahkan dari konteks Injil Yohanes, di mana kalimat “Bapa mengutus” Yesus dipakai 41 kali. Kalau kita hendak mengerti bagaimana Dia mengutus murid-murid, maka kita harus mengerti bagaimana Bapa mengutus Dia.  Kemudian Yesus mengembusi mereka. Kata kerja yang diterjemahkan adalah bernafas, memberi nafas kepada murid-murid. Lembaga Alkitab Indonesia mengatakan "mengembuskan kepada mereka". Hal ini mengingatkan kita tentang Tuhan menciptakan manusia dalam Kejadian 2. Setelah Tuhan membentuk manusia dari debu tanah maka Tuhan Allah mengembusi nafas hidup ke dalam hidungnya (Kej. 2:7). Menurut para penafsir hal ini menunjuk kepada dua hal: pertama, kepada manusia baru. Ketika Yesus mengembusi nafas berarti memberi mereka semangat baru dan hidup baru. Kematian Yesus membuat murid-murid tidak berdaya, mereka kembali kepada kehidupan lama, hilang harapan, namun kini murid-murid kembali hidup dengan semangat baru dan hidup yang baru. Kedua, tanpa kuasa Ilahi (hembusan) dari kebangkitan Yesus maka manusia hanya seperti debu tanah yang hina, namun ketika dengan peristiwa Paskah,  manusia dimuliakan, kemudian manusia memperoleh kemampuan untuk bersaksi. Murid-murid diberi kuasa untuk menyatakan segala sesuatu (ay. 23)

Penampakan kedua, ayat 24-29. Yesus menampakan diri kepada murid-murid ada Tomas. Karena waktu penampakan pertama kepada murid-murid tidak ada Tomas (ay. 24). Murid-murid yang lain bertemu Tomas menceritakan kepadanya bahwa Yesus telah menampakan diri kepada mereka namun Tomas tidak percaya. Tomas berkata: “sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan  tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” Artinya Tomas mau mengatakan bahwa kalau dia belum melihat bukti maka dia tidak akan percaya bahwa Yesus telah bangkit.

 Delapan hari kemudian ketika murid-murid kembali berkumpul dalam rumah itu (rumah yang pertama dalam ay. 19) pintu terkunci, namun Yesus hadir dan menampakan diri kepada mereka. Tujuan penampakan ialah kepada Tomas, meyakinkan dia bahwa Yesus adalah Tuhan yang telah bangkit.  Ruangan terkunci namun Yesus bisa hadir dan berkata kepada Tomas (baca ay. 27)...... Tomas melihat langsung dan dia merasa malu serta berkata: “Ya Tuhanku dan Allahku” sebuah pengakuan dari Tomas bahwa Yesus adalah Tuhan dan Yesus berkata kepada Tomas, “karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” Pertanyaan kita ialah: mengapa Yesus harus menunjukan bukti kepada Tomas? Karena Yesus mengasihi Tomas. Yesus tidak mau supaya murid-Nya itu tersesat.

Kemudian Yesus berkata kepada Tomas (baca ay. 29). Pernyataan Yesus itu menegaskan bahwa pemberitaan tentang Yesus Kristus yang membuat gereja bertumbuh sampai saat ini. 

Yesus melayani di Pasletina kurang lebih tiga tahun setengah kehadiran-Nya terbatas karena hanya di Palestina, namun setelah Ia bangkit kehadiran-Nya tidak terbatas dan di mana pun Dia bisa hadir. Dia adalah Tuhan yang menembus ruang dan waktu. 

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, kehidupan masyarakat modern yang individualistik membuat tradisi saling menyapa, berbagi dan bercerita semakin menghilang di dalam kehidupan masyarakat. Bahkan orang sakit dan susah di sebelah rumah pun kita tidak tahu. Walaupun kita hidup di budaya modern, yang membuat kita bisa berjumpa di media sosial, bisa saling menyapa, namun kehadiran kita secara langsung, bertatapan muka secara fisik jarang terjadi padahal dibutuhkan sebagai makhluk sosial. Perjumpaan secara langsung (sentuhan fisik), memengaruhi psikologis dan emosional dalam relasi. Melalui firman Tuhan saat ini, kita belajar tentang Yesus yang berjumpa dengan murid-murid untuk memperkenalkan diri-Nya. Ia hendak menguatkan kembali murid-murid, membangun kembali relasi di antara mereka, memulihkan kembali kepercayaan serta menghidupi semangat mereka.  

Kedua, kita mengenal seseorang melalui budaya yang menjadi ciri kas. Cium hidung merupakan tradisi orang Sabu, menyuguhkan sirih pinang merupakan tradisi orang Timor. Tanda dan simbol-simbol ini memiliki makna dan nilai yang mendalam sebagai orang yang berbudaya, yaitu keramatamahan, pemulihan relasi, membangun persahabatan, menghargai kehidupan, dst. Dalam bacaan firman Tuhan saat ini, murid-murid mengenal Yesus melalui tanda bekas luka, namun tanda yang paling menonjol dalam dua cerita ini ialah ucapan salam "Damai Sejahtera". Yesus mengulangi beberapa kali dalam perjumpaan tersebut. Pertanyaan kita adalah tanda-tanda yang menjadi tradisi dalam setiap suku kita yang harus kita rawat untuk menghadirkan makna dan nilai dalam kehidupan bersama?

Ketiga, kita hidup dalam dunia yang semakin hari membuat orang takut, cemas, kuatir, dst. Ketakutan-ketakutan tersebut membuat orang mengurung diri, menutup diri terhadap sesama dan lingkungan. Akhir-akhir ini banyak orang muda yang stres, depresi hingga sampai bunuh diri. Menutup diri bagi mereka itulah jalan satu-satunya. Apa yang membuat mereka cemas dan takut? Banyak faktor. Dari firman Tuhan ini kita belajar bahwa peristiwa Paskah merupakan kehadiran Tuhan secara baru menembus semua tembok yang menghalangi manusia untuk menemukan jalan keluar bagi setiap masalah. Murid-murid berkumpul dalam rumah yang selalu tertutup karena ketakutan. 

Firman Tuhan saat ini mengingatkan kita untuk tidak membiasakan “ketertutupan” sebab ada Tuhan yang menolong kita. Gereja harus menjadi tempat yang terbuka untuk menerima dan mendengar mereka yang merasa tidak ada jalan keluar untuk persoalan hidup jemaatnya. Roh Kudus yang dihembuskan memampukan orang percaya, gereja, untuk menembus kebekuan budaya yang memberi rasa takut kepada umat Tuhan.

Keempat, jangan tinggalkan persekutuan kita sebagai umat Allah yang terdiri dari berbagai latar belakang suku, bahasa, dan etnis. Dalam persekutuan tersebut kita saling membangun iman dan saling percaya sebagai murid Yesus. Mengapa Tomas tidak percaya? Karena ia tidak bergabung dalam perkumpulan murid-murid yang pertama. Walaupun kesaksian tentang kebangkitan Yesus disampaikan kepada dia, namun Tomas tetap tidak percaya, sampai  ia melihat langsung. Lalu Yesus berkata, “berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.” Gereja Kristus berdiri sampai saat ini karena perkataan Yesus tersebut. Anda dan saya sampai saat ini ada dan tetap sebagai warga gereja yang percaya kepada Kristus karena pernyataan Yesus tersebut. Rasul Paulus mengatakan bahwa kami hidup bukan karena melihat namun karena percaya (2 Kor. 5:7).

Kelima, Paskah memberi kita semangat baru untuk bersaksi dengan menghadirkan salam damai sejahtera bagi sesama kita. Di bulan budaya ini ada tradisi, adat, tarian, nyanyian, dll., yang menjadi sarana untuk menghadirkan damai sejahtera. Sisi budaya yang gelap kita terangi dengan firman Tuhan. Budaya kekerasan kita hilangkan agar kita menghidupi budaya damai sejahtera yang Tuhan berikan. Amin. (FN).






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)