Renungan Bulan Pendidikan: BELAJAR DARI MASA LALU, PELAJARAN BERHARGA UNTUK MASA DEPAN (MAZMUR 78:1-16)

 

PENGANTAR

Kata orang, kita hidup di antara tiga waktu yaitu masa lalu, hari ini dan hari esok.

Masa lalu 

Kita tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi. Kita tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan. Kita tak mungkin lagi menghapus kesalahan dan mengulangi kegembiraan yang kita rasakan kemarin. Masa lalu hanya bisa dikenang, dipelajari bahkan diratapi. Apa pengalaman masa lalu kita tentang pendidikan, baik pendidikan kita atau pendidikan anak-anak kita? Apa pelajaran berharga yang bisa diteruskan dan yang tidak perlu diulangi?

Hari ini

Pintu masa lalu telah tertutup. Pintu masa depan pun belum tiba namun dia di depan kita. Hari ini Anda dan saya menentukan untuk sekolah dan menyekolahkan anak-anak akan menentukan masa depan. Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila kita mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan hari esok. Hari esok tidak perlu ditakuti jika kita mempersiapkan diri hari ini. Bersekolah hari ini, hidup hari ini, perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada kita. Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti. Ingatlah bahwa kita menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri kita sendiri. Jadi, jangan biarkan masa lalu mengekang kita atau masa depan membuat kita bingung, lakukan yang terbaik hari ini dan lakukan sekarang juga

Hari esok

Hingga mentari esok hari terbit, kita tak tahu apa yang akan terjadi. Namun kita belajar dari masa lalu dan membaca tanda-tanda zaman untuk hari ini dan hari esok, mengantisipasi dan mengambil keputusan yang tepat hari ini, kita ceria di esok hari.

PEMBAHASAN TEKS

Istilah Ibrani "Mazmur" memperoleh maknanya dari kata "Mizmor", yang berarti "Sebuah lagu yang dibawakan dengan iringan musik." Dalam Perjanjian Lama, kumpulan Mazmur disebut sebagai "Tehillim". Istilah ini berasal dari akar kata “Halel” yang biasa diterjemahkan menjadi “pujian atau nyanyian pujian”.

Asaf sang pemazmur, dalam Mazmur 78 menuliskan bait-bait nyanyian tentang pentingnya memberitahukan atau mengajar kepada anak-anak agar takut akan Tuhan, memegang perintah Allah dan tidak seperti kegagalan nenek moyang mereka yang jatuh bangun bahkan gagal mengikuti kehendak Allah. Si Pemazmur mengingatkan umat untuk hari ini belajar dari nenek moyang mereka di masa lalu.

Dari baacaan kita saat ini, kita dapat membagi dalam beberapa kelompok ayat.

Pertama, ayat 1-4. Pemazmur mengawali mazmurnya dengan mengajak umat Allah untuk mendengarkan dengan baik. "Pasanglah telinga….". Pemazmur hendak menyampaikan Amsal (kebijaksanaan, hikmat). Apa yang telah mereka dengar tentang kehidupan masa lalu nenek moyang mereka. Frasa “yang telah kami dengar dan kami ketahui” mengacu pada pengalaman spiritual yang diterima oleh komunitas Israel secara turun temurun, yang bukan sekadar informasi, tetapi pengetahuan yang dibentuk oleh relasi dan pengalaman hidup bersama Allah. Selanjutnya, bagian “Yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami” menegaskan metode pengajaran iman dalam tradisi Yahudi yang mengandalkan pengisahan ulang perbuatan Allah dalam sejarah mereka.

Tradisi ini paralel dengan perintah dalam Ulangan 6:7, di mana orang tua diajarkan untuk berbicara tentang hukum Tuhan kepada anak-anak mereka dalam berbagai situasi kehidupan sehari hari. Ketika Pemazmur menyatakan, “kami tidak hendak sembunyikan kepada anak anak mereka,” hal itu menunjukkan adanya tanggung jawab moral untuk menyampaikan nilai-nilai rohani kepada generasi berikutnya. Penyampaian ini bukan hanya berupa ajaran verbal, tetapi juga dalam bentuk tindakan nyata dan penyembahan yang hidup.

Penekanannya pada “Puji-pujian kepada Tuhan dan kekuatan-Nya, dan perbuatan perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya” menunjukkan bahwa pengajaran iman harus fokus pada penyembahan kepada Allah sebagai pusat kehidupan rohani.

Kedua, ayat 5-11, Tuhan telah menetapkan aturan supaya umat percaya dan belajar dari masa lalu yakni nenek moyang mereka.  Nenek moyang mereka yang tidak setia kepada Tuhan. Kegagalan generasi pendahulu untuk taat kepada perintah Tuhan mempengaruhi generasi penerus. Oleh karena itu, dengan pengajaran yang terus menerus maka kegagalan tersebut tidak lagi diteruskan kepada generasi berikutnya. Sebab kegagalan tersebut yang mendatangkan hukuman atas nenek moyang mereka. Saat ini dan seterusnya penting bagi anak cucu untuk secara teratur belajar mengenal Tuhan. Apa yang harus dilakukan oleh orang tua dan generasi hari ini? Terus menceritakan agar tidak dilupakan oleh generasi berikutnya. Generasi ini dan generasi yang akan datang perlu mengetahui perbuatan-perbuatan Tuhan di masa lalu, sehingga akhirnya mereka dapat mengalami secara pribadi kuasa Tuhan di dalam hidup mereka.

Ketiga, ayat 12-16. Pada bagian ini, Pemazmur menceritakan keajaiban-keajaiban Tuhan yang telah dikerjakan kepada nenek moyang bangsa Israel di masa lalu. Dalam ketidaktaatan mereka Allah tetap menyatakan kasih setia-Nya. Ketidaktaatan kepada Allah tidak membuat Allah menahan kasih-Nya. Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa kasih Allah dan keadilan-Nya berjalan beriringan kepada umat Israel. Di mana Allah memelihara umat dalam kesulitan, kehausan, kelaparan, siang dan malam Allah menyertai mereka, namun Dia juga menghukum mereka ketika mereka memberontak kepada-Nya.

POKOK-POKOK RENUNGAN

Bulan Juli ditetapkan oleh Gereja Masehi Injili di Timor sebagai Bulan Pendidikan. Dari bacaan yang telah diuraikan di atas, kita mencatat beberapa pokok refleksi.

Pertama, kita berkaca dari sejarah Israel, bagaimana pentingnya bagaimana pentingnya pendidikan dalam keluarga (oikos). Dari ayah, ibu, anak-anak dan setiap orang yang ada dalam satu rumah/kemah, menjadi bagian dalam mewariskan ajaran iman dan segala pembelajaran hidup, maka pendidikan di dalam keluarga tidak bisa dikesampingkan, walaupun sesibuk apa pun orang tua dalam pekerjaan. Pendidikan di sini tidak hanya menunjuk kepada pendidikan formal, namun pendidikan dalam bentuk pengajaran disampaikan kepada mereka dalam kehidupan mereka sehari-hari. Di rumah, di kebun, di dapur bahkan di atas tempat tidur. Karena kalau tidak mendidik anak-anak sejak dini dalam keluarga, maka suatu generasi bisa menjadi generasi yang “terhilang,” dalam artian generasi yang tidak takut Tuhan dan bahkan tidak mengenal Tuhan. Richard Berenden mengatakan, ruang kelas terbaik di negara ini atau negara mana pun bukanlah di sekolah atau universitas, tetapi berada di sekitar meja makan di rumah. Rumah mempengaruhi dua pertiga kehidupan aktif seorang anak.

Kedua, meneruskan pengetahuan kepada generasi penerus. Hal ini mencerminkan tanggung jawab moral dan spiritual untuk menyampaikan kebenaran dan pengalaman rohaniah kepada generasi berikutnya. Cerita-cerita yang baik harus diwariskan, namun tidak mengabaikan pengalaman yang tidak baik. Pengalaman yang tidak baik menjadi catatan dan rambu-rambu untuk hari esok.

Ketiga, memberikan dasar pendidikan iman Kristen dan pengetahuan akan Allah. Dasar pendidikan iman Kristen yang teguh memampukan mereka dalam persaingan di era modern. Mereka tidak kehilangan identitas sebagai orang yang percaya kepada Kristus. Mereka memiliki spiritualitas Kristen yang baik. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus “dikontrol” dengan spiritualitas kristiani. Banyak orang pintar secara pengetahuan di daerah ini, namun tidak dikendalikan dengan rasa takut akan Tuhan sehingga ilmu pengetahuan yang mereka miliki bukan untuk melayani masyarakat melainkan melayani diri sendiri. Menurut Payaman J. Simanjuntak, setiap gerakan dan tindakan seseorang dipengaruhi oleh empat jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan inteligensia, kecerdasan emosional, kecerdasan budaya dan kecerdasan spiritual. Ketiga kecerdasan harus dikendalikan oleh kecerdasan keempat ini. Mungkin itu masa lalu, namun saat ini (hari ini) dengan mendapat pendidikan yang baik maka masa depan (hari esok). Oleh karena itu, Pemazmur mengatakan “Pasanglah telingamu…” (ay. 1).

Keempat, di bulan pendidikan ini kita bertanya: Apakah pendidikan penting? Jika penting; apa yang saya sesali tentang pendidikan saya dan Anda di masa lalu? Bagaimana dengan anak-anak saya sekarang? Apakah mereka akan menyesal seperti saya? Atau Anda dan saya cukup puas karena memperoleh kesempatan untuk sekolah? Atau pendidikan anak-anak kita harus lebih dari saya? Jika mereka harus lebih dari saya, maka sejak dini akan terus menerus mengajarkan mereka dan memberi kesempatan kepada mereka untuk belajar. Amin. FN

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)