CAMP PEMUDA KLASIS AMANUBAN TIMUR : JAWABANNYA ADALAH PEMBENTUKAN SPIRITUALITAS PEMUDA

 Selama empat malam tiga hari, 30 jemaat di Klasis Amanuban Timur mengutus pemuda dan pemudi ke Kaeneno mengikuti Capm Pemuda Klasis Amanuban Timur. Kegiatan dimulai dari tanggal 21 sampai dengan 23 Agustus 2025. Setiap jemaat mengutus 13 sampai 15 orang termasuk dengan pendeta, vikaris dan mahasiswa (jemaat yang ada vikaris dan mahasiswa). Peserta camp disambut sangat meriah oleh tuan dan nyonya rumah. Kepala Desa Kaeneno, Dominggus Fallo, ketua panitia menggerakkan semua warga untuk terlibat dalam kegiatan tersebut. Sesuai dengan informasi yang diperoleh bahwa beberapa tenda didirikan oleh keluarga yang beragama Islam dan Katolik. Mereka menyambut gembira kegiatan tersebut.

Setiap tenda perjemaat didirikan di halaman rumah. Pemilik halaman rumah dalam rayon tersebut bertanggung jawab memperhatikan kebutuhan peserta camp. Mereka mengantar kayu api, beras, sayur, bahkan menghantar daging ke setiap tenda.

Pertanyaannya adalah; apa yang hendak dicapai oleh kegiatan ini? Apa dampaknya terhadap orang-orang muda di Klasis Amanuban Timur?

Kata orang, ada tiga generasi yaitu orang dewasa, pemuda dan anak-anak. Orang dewasa adalah tiang gereja dan bangsa masa kini. Orang muda adalah tiang gereja dan bangsa hari esok. Anak-anak anak adalah tiang gereja dan bangsa hari lusa.

Orang muda merupakan suatu “masalah yang sukar” dan sekaligus juga penting bagi gereja dan bangsa. Di mana-mana orang muda bergerak dan bertindak, suka berbaris dan bersaksi. Mereka menggemari perarakan dan upacara, ingin berorganisasi serta mengikuti pemimpin-pemimpin yang dikagumi. Orang muda bersifat dinamis, dan mau berjuang untuk mewujudkan cita-citanya. Mereka sangat emosional. Mereka tidak puas dengan ketidakadilan. Idealisme mereka tak ada batasnya. Tidak mengherankan jika terkadang pemimpin-pemimpin pelbagai gerakan politik atau sosial selalu menggerakkan pemuda dan pemudi turut berjuang bagi cita-cita dan program mereka.

Mereka juga terkadang cepat terpengaruh oleh zaman dan masyarakat umum tempat di mana mereka hidup dan bertumbuh. Ada pengaruh yang positif tetapi juga ada pengaruh yang negatif. Di situlah letak masalah yang sukar dan sekaligus penting.  Refleksi ini dikhususkan untuk orang-orang muda Kristen di Klasis Amanuban Timur. Pertanyaan kita ialah: bagaimana semangat itu lahir dari spiritualitas Kristen yang baik, yang walaupun banyak pengaruh-pengaruh negatif dari zaman ini dan lingkungan, namun mereka tidak terpengaruh melainkan mempengaruhi?

Bagai saya, jawabannya adalah pembentukan spiritualitas. Spiritualitas berhubungan dengan kuasa ilahi yang menggerakkan atau mengarahkan seseorang untuk melakukan hal-hal yang positif. Spiritualitas Kristen mengarahkan pengikut Kristus untuk hidup lahir dan batin di hadapan Allah dan terarah kepada damai sejahtera di tengah-tengah pergumulan dunia ini. Roh Kuduslah yang merupakan daya, kuasa yang mengarahkan. Roh, daya atau kuasa dalam bahasa Latin spiritus, istilah ini juga mengandung pengertian “sikap batin”. Dalam pengertian ini spiritualitas adalah daya atau dorongan kuasa yang memberikan semangat, memotifasi dan mengarahkan manusia untuk melakukan sesuatu menurut cara-cara tertentu. Spiritual itu sesuatu yang dinamis tidak statis. Intelektual dan emosional seseorang hanya dikendalikan oleh spiritualitas seseorang. Jadi sebagai pemuda dan pemudi Kristen, semangat, emosi, bergerak, bertindak berbaris dan bersaksi, dll, harus di dorong oleh spiritualitas agar tidak terpengaruh melainkan mempengaruhi.

ORANG MUDA BELAJAR DARI YESUS

Kitab-kitab Injil menceritakan bahwa Yesus sebelum memulai pekerjaan-Nya Roh Kudus turun ke atas-Nya saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan. Selanjutnya Ia dituntun oleh Roh Kudus. Ia mengarahkan diri-Nya kepada pekerjaan-Nya, Ia mengesampingkan segala hal yang lain. Ia fokus dan tidak terpengaruh walaupun ada cobaan/tantangan dari iblis (Mat. 4:1-11; Luk. 4:1-13), dari manusia, yaitu murid-murid-Nya sendiri (Mat. 16:16-17,22-23). Dari orang luar ahli-ahli Taurat, arang Farisi dan Saduki. Nada cobaan pada umumnya meminta Yesus untuk menunjukkan kuasanya sebagai Tuhan dan mengesampingkan visi dan misi yang Ia emban. Salah satu cobaan yang Yesus hadapi di masa muda-Nya adalah pencobaan dari “tiga arah”. Menurut  Donal B. Kraybill, Yesus sebelum memulai pekerjaan-Nya, Dia dicobai “tiga Kerajaan yang tegak lurus”. Pencobaan yang dialami-Nya adalah siksaan yang berat selama empat puluh hari. Pencobaan pertama menurut Kraybill, pencobaan “politik gunung” yaitu nafsu untuk berkuasa. Pencobaan kedua “kesalehan Bait Suci”. Kesalehan Bait Suci (keagamaan) menunjukkan kekuasaan dalam Bait Suci. Pencobaan ketiga adalah “roti padan gurun” yakni membuat orang hidup instan dan tidak mau berpihak kepada orang-orang susah. Yesus tidak terpengaruh dengan cobaan-cobaan tersebut karena Dia fokus pada panggilan-Nya.

Pencobaan-pencobaan yang dialami oleh Yesus akan dihadapi oleh orang-orang muda Kristen sebagai pengikut Kristus. Pencobaan dalam bentuk tawaran nafsu untuk berkuasa secara politik, nafsu berkuasa dalam gereja dan juga orang muda yang bernafsu untuk mau hidup instan secara ekonomi.

BAGAIMANA PEMBENTUKAN SPIRITUALITAS PEMUDA?

Pembentukan spiritualitas (spiritual formation) merupakan unsur penting bagi pemuda-pemudi. Banyak faktor yang membentuk spiritual seseorang, namun di sini saya mencatat tiga hal bagi orang-orang muda di Klasis Amanuban Timur.

Pertama, berdoa, membangun relasi yang akrab dengan Tuhan. Ada waktu-waktu khusus untuk saat teduh, meditasi. Jadikan Tuhan sebagai sahabat orang muda. Belajar dari Yesus, kitab-kitab Injil mencatat bahwa ada saat-saat di mana Ia harus menyendiri untuk berdoa kepada Bapa-Nya. Dalam hidup dan dan pekerjaan-Nya doa menempati tempat yang penting. Sebagai Anak Allah, Ia menanyakan kehendak Bapa-Nya. Hal ini menunjukan bahwa Ia bergantung kepada Allah sebagai Bapa-Nya, sehingga pelayanan-Nya terarah dan selalu dituntun oleh Roh Allah. Berdoa berarti mempercayakan hidup kepada Allah untuk diarahkan, dipimpin dan dituntun untuk bertindak. Hati dan emosi kita terarah.

Namun perlu kita ingat bahwa doa itu bukan hanya sekedar kata-kata, tetapi doa adalah sikap hati, sikap hidup. Ada orang yang mengatakan berdoa itu harus omong apa dan bagaimana. Salah! Kita bisa berdoa dengan diam, bukan hanya dengan mulut tetapi dengan hati. Oleh karena itu, jangan hanya mengucapkan doa! Jangan hanya membaca doa! Jangan hanya menghafal doa! Jangan hanya mendengarkan doa, tetapi jadilah doa. Dalam bahasa Inggris: don`t pray! Be a pray!. Jadikan seluruh hidup kita itu sebuah doa. Artinya, di mana pun, kapan pun dan dalam keadaan apapun kita memelihara komunikasi dengan Allah.

Berdoa yang tekun, yang sungguh, akan merubah diri kita. Kita akan diubah menjadi lebih hidup, lebih dinamis, lebih kuat, lebih tahan dan lebih ulet. Doa memampukan kita untuk mengubah hal-hal yang dapat kita ubah dan kita mampu mempengaruhi bukan dipengaruhi. Doa adalah unsur paling utama dalam pembentukan spiritualitas kita.

Kedua, tekun membaca Alkitab. Berdoa berarti kita menyampaikan isi hati kepada sahabat kita. Membaca Alkitab berarti mendengarkan isi hati Sahabat kita. Alkitab berisi firman Tuhan, oleh karena itu dalam spiritualitas Kristen sangat diutamakan adanya kontak “teratur” dengan Alkitab. Ada waktu untuk membaca Alkitab dan merenungkan. Entalah itu pada malam hari atau pagi hari maupun siang hari.

Spiritual Kristen terbentuk jika kita menjadikan Allah sebagai sahabat melalui berdoa dan membaca Alkitab yang tekun. Dalam persahabatan itu kita saling mendengar. Makin banyak hal yang kita alami bersama Tuhan. Persahabatan adalah sesuatu yang kita nikmati, bukan kita teliti. Demikian juga dengan Allah. Kita mengadakan waktu beribadah setiap hari untuk menghasilkan perubahan, penyegaran rohani, pertumbuhan kasih, penyesuaian hati dan pikiran dengan Allah dan menikmati kehadiran-Nya. Spiritualitas Kristen yang terbentuk itu akan menghasilkan buah, yaitu buah etis moral. Kata Yesus........ pergi menghasilkan buah………… buah di sini adalah pertobatan dalam Galatia 5:22-23, dan menjadi berkat bagi sesama atau hidup bermanfaat bagi sesama dan lingkungan atas dasar kasih.

Selain dari dua unsur di atas, ada unsur lain yang turut membentuk spiritual seseorang, yaitu tokoh-tokoh Kristen yang menjadi inspiratif, baik itu di dalam keluarga, lingkungan dan gereja. Tokoh yang memiliki keistimewaan atau keunikan khusus. Misalnya keistimewaan dalam kemampuan, kebijaksanaan dan penampilan. Dari tokoh inspiratif tersebut kita bisa belajar tentang hikmat, kebijaksanaan, intelektual dan kepribadian seperti rendah hati. Untuk itu, pergaulan menjadi sangat penting. Dengan siapakah kita bergaul? Itulah turut membentuk spiritualitas kita.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)