MENAHAN DIRI DARI PERJUDIAN (AMSAL 30:7-9)

 

PENDAHULUAN

Ada bermacam-macam perjudian, mulai dari judi yang mewah gaya Las Vegas di Amerika atau Macau, sampai judi perorangan di kampung- kampung termasuk di NTT, wilayah pelayanan GMIT. Bentuknya pun beraneka ragam, mulai dari permainan meja seperti poker dan blackjack, mesin-mesin judi taruhan uang dalam pertandingan olahraga, sampai judi nomor seperti bingoken, kupon putih, dll. Bahkan yang lagi marak adalah judi onelineJudi dipraktikkan bukan hanya di kalangan lapisan ekonomi atas, menengah atau bawah saja, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat, mulai dari strata sosial yang paling atas sampai yang paling bawah.

Pada hakikatnya judi mencakup tiga komponen: Pertama, sesuatu yang berharga, umumnya uang, yang dipertaruhkan, kedua, keuntungan atau kerugian yang tidak dapat atau sulit ditebak, dan ketiga, pengambilan risiko yang didasarkan pada kemungkinan yang acak. Seseorang mengeluarkan sejumlah uang untuk dipertaruhkan di mana keuntungan atau kerugiannya tidak dapat atau sangat sulit untuk ditebak karena keuntungan atau kerugian tersebut bukan didasarkan pada kalkulasi yang jelas, tetapi pada untung-untungan yang sifatnya acak.

Judi berbeda dengan bekerja walaupun keduanya bisa mendatangkan “keuntungan”. Bekerja mengandung aspek yang tidak ada pada judi, yaitu aspek penatalayanan (stewardship) terhadap modal-modal tertentu yang harus dikembangkan. Jika seorang petani mau menikmati untung yang banyak, maka ia harus memelihara tanah dengan baik dan mengelolanya dengan bijaksana. Jika petani mau mendapat untung yang banyak, ia harus memberikan pelayanan (service) kepada orang lain. Aspek penatalayanan dan pelayanan semacam ini tidak ada dalam judi, itu sebabnya judi bukanlah bekerja.

Judi juga bersifat hiburan, itu bukan sesuatu yang salah. Harus diakui bahwa judi memang mengandung unsur “permainan” (game) dan “hiburan” (entertainment), tetapi permasalahannya kedua hal tersebut bukan hakikat judi. Keduanya hanyalah sarana (means) dan efek samping (side effect) dari judi itu sendiri. Hakikat judi kembali kepada ketiga komponen yang seperti disebutkan di atas.

Bacaan kita saat ini tidak langsung berbicara tentang judi, GMIT memberi tema renungan Menahan Diri dari Perjudian. Kita bisa mengambil beberapa nilai dari bacaan ini untuk menyatakan perjudian bertentangan dengan firman Tuhan dan orang Kristen sepantasnya menjauhkan diri dari perjudian.

PEMBAHASAN TEKS

Amsal 30 sebagai perkataan Agur Bin Yake. Identitas Agur maupun ayahnya, Yake, tidak banyak diketahui. Kemungkinan mereka berasal dari suku Masa, suatu keturunan Ismail yang menetap di bagian utara Arabia. Para sarjana Yahudi-Kristen masih memiliki perbedaan pandangan mengenai pesan, struktur, dan identitas penulis Amsal 30. Namun mereka sepakat bahwa Amsal 30 termasuk bagian dari sastra hikmat. Beberapa ahli berpendapat bahwa Agur adalah Salomo dan Yake adalah Daud. Teori lain mengatakan bahwa Agur bukanlah nama diri seseorang melainkan sebutan untuk pengumpul Amsal atau orang-orang yang menyusun Amsal ini. Namun kepentingan kita bukan mencari tahu siapa si Agur.

Dalam bacaan ini, si Agur mampu menggabungkan pertanyaan-pertanyaan teologis yang luhur dari hasil perenungan dengan praktik-praktik teologi yang akan memberikan pemaknaan hidup yang berharga. Melalui perkataan-perkataannya, tampak Agur bin Yake adalah seorang yang sangat pandai. Ia adalah seorang pemuja Tuhan orang Israel, Sumber kebijaksanaan. Hal ini semakin diperjelas dengan penempatan Amsal 30:7-9 dan juga seorang yang rendah hati.

Agur berdoa agar Tuhan menolongnya, karena ia menyadari kelemahannya sendiri di dalam menghadapi kekayaan dan kemiskinan. Kekayaan dapat membuat seseorang melupakan bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan. Di dalam doanya, Agur menyatakan bahwa manusia memerlukan bantuan dari Tuhan untuk memanfaatkan kekayaan dan merespon kemiskinan.

 Isi doa Agur bin Yake menunjukkan kerendahan hati, karena doa ini adalah permohonan untuk hidup cukup, tidak berkekurangan dan tidak lebih dari yang dibutuhkan agar keberadaannya tidak menjadi gangguan bagi orang lain dan tidak mencemarkan nama Tuhan.

Ayat 7. Permohonan ini berisi pengajaran tentang doa yang disampaikan dengan menggunakan struktur kalimat hikmat angka yang dilengkapi oleh kalimat perintah, yang terletak pada kata “dua hal aku mohon kepada-Mu. Ayat 7 ini menunjukkan keadaan  dari refleksi seseorang tentang situasi pribadinya. Angka dua secara eksplisit ditunjukkan di dalam doa ini, namun isi doanya meminta tiga hal, yaitu: tidak ada kepalsuan (kecurangan dan kebohongan), tidak ada kemiskinan atau kekayaan, makanan yang cukup. Selain itu, kita dapat melihat urgensi dari doa Agur bin Yake yang dideskripsikan melalui ungkapan “aku mohon kepada-Mu” dan “jangan Kautolak” serta “sebelum aku mati”.

Nada permohonan ini sangat mendesak, hal ini tampak di dalam tiga cara, yaitu adanya peralihan suasana indikatif ke suasana imperatif, adanya perubahan dari ungkapan “aku mohon kepada-Mu” menjadi “jangan Kau tolak”, dan dengan menambahkan ungkapan “sebelum aku mati”. Ungkapan-ungkapan ini menunjukkan kesungguhan yang luar biasa dari Agur dalam doanya seperti orang berdosa yang sedang sekarat memohon Tuhan mendengarkan doanya.

Kalau kita membandingkan dengan Mazmur 39:14, makna “sebelum aku mati” berarti tidak lama lagi aku akan mati. Doa pemazmur menjadi mendesak karena sebagai pendosa, ia menyadari umurnya tidak lama lagi. Namun kata “sebelum aku mati” di dalam ayat 7 ini berarti selama aku hidup atau pada sisa seluruh hidupku.

 Agur sungguh-sungguh mengutarakan permohonannya kepada Tuhan, hal ini dilakukannya karena ia mengenal Tuhan dan memiliki pengalaman iman bersama Tuhan. Agur percaya bahwa Tuhan yang menjadi tujuan permohonan dan berharap Tuhan akan mendengar doanya dan mengabulkan doanya selama ia masih hidup.

Ayat 8. Agur mengemukakan dua petisi negatif, yaitu kata-kata “jauhkanlah dariku” dan klausa “jangan berikan kepadaku”. Pada pada kalimat yang terakhir, Agur menyampaikan permohonannya secara positif yang digambarkan dalam kata-kata “biarkanlah aku”. Agur meminta agar Tuhan menjauhkannya dari kecurangan yang berarti kekosongan, kesia-siaan, kepalsuan, ketiadaan dan kebohongan yang berarti dusta, penipuan, hal yang memperdayakan. Kecurangan dan kebohongan adalah perbuatan dan perkataan yang memperdayakan, kosong, penuh kepalsuan, dusta dan kesia-sian. Maksud kata ini adalah diperlakukan orang lain dengan curang dan memperlakukan orang lain dengan tindakan yang curang.

 Kecurangan dan kebohongan merupakan kata-kata yang bertentangan dengan kebenaran. Agur memohon kepada Tuhan agar dijauhkan dari kecurangan dan kebohongan yang bukan hanya dapat merusak hubungan dengan Allah tapi juga dengan sesama manusia. Agur menginginkan hidup yang penuh integritas, apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan tidak bertolak belakang tapi penuh kebenaran.

Agur meminta agar dijauhkan dari kemiskinan dan kekayaan karena keduanya dapat membuat manusia meninggalkan Tuhan apabila tidak dipandang dan direspon dengan bijaksana. Keadaan “pertengahan” (tidak miskin dan tidak kaya) yang dimohonkan Agur di dalam doanya mencerminkan keugaharian. Seperti arti ugahari itu sendiri, yaitu: sedang, pertengahan, sederhana. Hal ini bukan berarti Agur bin Yake mengajarkan untuk membenci kekayaan atau untuk memandang sinis terhadap kemiskinan. Keadaan pertengahan (ugahari) justru menjadi jembatan bagi orang yang hidup di dalam kelimpahan dan bagi orang yang hidup di dalam kemiskinan. Orang yang memiliki kekayaan dapat membagikannya kepada orang yang membutuhkan. Selanjutnya, Agur memohon “biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku,” roti yang dibutuhkan yang diberikan oleh Tuhan. Di dalam TB2 diterjemahkan “makanan yang menjadi bagianku”.

 Agur bin Yake di dalam doanya meminta makanan yang dibutuhkannya sesuai dengan takaran yang telah Tuhan tetapkan baginya. Pada teks Amsal 30:7-9 mencatat kesamaan struktural dalam pola kiastik dengan Doa Bapa Kami dalam Matius 6:9-13 40, dan di dalam versi Lukas 11:2-4. Ia juga menguraikan doa yang dipanjatkan Agur bin Yake berisikan dua permohonan yang menggunakan kalimat negatif (menunjukkan penolakan), yaitu: yang pertama, permohonan agar dijauhkan dari kecurangan dan kebohongan. Yang kedua, permohonan agar jangan diberikan kemiskinan atau kekayaan. Selain itu, doa Agur bin Yake berisikan permohonan yang positif yaitu diberikan kesempatan untuk menikmati makanan yang menjadi bagiannya. Kata “makanan” di dalam teks ini disebutkan sebagai majas pertautan yang menggantikan kata “kebutuhan seseorang”. Kontras dengan kehidupan yang dipenuhi kelebihan dan kehidupan dalam kekurangan, Agur memohon kepada Tuhan agar diberikan kecukupan sesuai dengan kebutuhannya.

 Permohonan ini menggambarkan bahwa Agur adalah orang yang memiliki hikmat untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi untuk keberlangsungan hidup sedangkan keinginan belum tentu yang penting yang menyangkut keberlangsungan hidup. Yang menjadi prioritas untuk dipenuhi adalah kebutuhan bukan keinginan dan hidup sesuai dengan takaran yang diberikan Tuhan.

Ayat 9. Menunjukkan tujuan, harapan, motivasi dari ayat 7 dan 8 terdapat di klausa terakhir. Kalimat motivasi ini ditunjukkan dengan kalimat negatif  “supaya jangan kalau aku kenyang, aku menyangkalMu dan berkata: Siapa Tuhan itu?”. Hal ini memperlihatkan bahwa motivasi dari doa yang dipanjatkan oleh Agur bin Yake supaya nama Allah dimuliakan di dalam kehidupannya. Ayat ini menggambarkan alasan atau tujuan permohonan Agur untuk maksud yang baik. Agur meminta permohonan ini bukan untuk kebutuhan pribadinya, namun yang menjadi motivasinya di dalam berdoa adalah kemuliaan Tuhan. Kebaikan yang biasanya positif dari rasa kenyang menjadi negatif ketika seseorang merasa kenyang melampaui porsi yang telah ditentukan.

 Kondisi kenyang diletakkan berlawanan dengan kondisi lapar dalam teks ini. Kenyang merupakan kondisi dipuaskannya keinginan atau rasa lapar seseorang. Secara umum kondisi ini juga berbentuk keadaan memiliki kelimpahan dan masih menginginkan lebih banyak lagi. Keadaan ini cenderung membawa seseorang merasa tidak perlu bersandar pada Tuhan tetapi mengandalkan kekayaannya, melupakan pertolongan dan berkat Tuhan yang telah diterimanya.

 Kekayaan dapat mengarahkan seseorang kepada penyangkalan terhadap Tuhan, sedangkan kemiskinan dapat menimbulkan godaan untuk mencuri yang mencederai nama Tuhan.  Oleh karena itu, seperti di dalam keseluruhan ayat 7-9, tidak mengidealkan kemiskinan dan bukan pula mengutuk kekayaan. Namun memberikan pengajaran agar setiap orang berhikmat dalam memandang, memperoleh dan menggunakan kekayaan. Orang yang tidak bijaksana di dalam memandang kekayaan dapat menimbulkan bencana karena rasa percaya diri yang berlebihan. Demikian juga apabila memandang kemiskinan sebagai sebuah kemalangan akan merusak kepercayaan kepada Tuhan serta menimbulkan penghujatan. Hikmat yang diperlihatkan di ayat 9 adalah keugaharian yang diwujudkan dalam hidup sederhana, merasa cukup, berada di pertengahan antara kaya dan miskin, sedang-sedang saja, bergaya sesuai kemampuan agar tidak jatuh ke dalam keserakahan.

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, firman Tuhan menyadarkan dan mengingatkan kita sebagai manusia, bahwa setiap saat kita diperhadapkan dengan berbagai godaan untuk mendapatkan kekayaan dengan yang cara instan. Dapat gaji dan tunjangan dengan cara yang gampang. Judi adalah salah satu cara untuk mendapat uang dengan cara gampang. Mendapat dengan cara yang gampang disadari oleh Agur. Kita melihat nada permohonan sangat mendesak, “aku mohon kepada-Mu” menjadi “jangan Kau tolak”, dan dengan menambahkan ungkapan “sebelum aku mati”. Sebuah kesungguhan yang luar biasa dari Agur memohon kepada  agar Tuhan mendengarkan doanya. Mari kita semua bersungguh-sungguh berdoa untuk diri kita, keluarga kita, jemaat kita para pemimpin kita agar tidak mendapat gaji dan kekayaan dengan cara yang instan.

 Selain mendapat segala kekayaan dengan cara yang instan, kita juga berdoa dan mawas diri untuk tidak mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang kotor. Orang yang mencari uang dengan cara berjudi, bisa menggunakan cara-cara yang kotor untuk memperoleh uang. Oleh karena itu, seperti doa Agur jauhkan “jauhkanlah dariku” dan “jangan berikan kepadaku”. Judi dapat menyebabkan seseorang ketagihan atau bahkan menyeret seseorang ke dalam hutang, pencurian, kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, obat-obatan terlarang, dan lain sebagainya.

 Kedua, firman Tuhan mengingatkan kita dalam berkecukupan agar tidak melupakan Tuhan. Kita hidup di pasar modern yang menawarkan berbagai produk sehingga membuat kita merasa tidak cukup. Mari kita belajar dari Agur yang memohon kepada Tuhan agar diberikan kecukupan sesuai dengan kebutuhannya. Kita juga berdoa dengan sungguh-sungguh seperti Agur, agar diberi kebijaksanaan untuk dapat membedakan kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi untuk keberlangsungan hidup, sedangkan keinginan belum tentu yang penting yang menyangkut keberlangsungan hidup. Judi hanya memuaskan keinginan. Judi patut dihindari karena “kepuasan” atau “kesenangan” yang ditimbulkan dari judi nilainya tidak setara dengan kepuasan atau kesenangan hasil kerja sendiri.

Ketiga, mari kita bekerja keras karena Allah kita adalah bekerja. Jika kita malas kerja dan hanya berjudi untuk mendapat kesuksesan, maka kita menciderai gambar Allah dalam diri kita. Kita baca dalam kitab Kejadian 1 bahwa Allah yang bekerja dengan keteraturan dan ketertiban. Yesus mengatakan bahwa Ia bekerja karena BapanNya sampai sekarang masih bekerja. Rasul Paulus seorang pekerja. Seperti yang telah dijelaskan bahwa judi berbeda dengan bekerja walaupun keduanya bisa mendatangkan “keuntungan”. Bekerja mengandung aspek yang tidak ada pada judi, yaitu aspek penatalayanan (stewardship). Aspek ini tidak ada dalam judi, itu sebabnya judi bukanlah bekerja. Kecukupan dan kepuasan untuk menikmati hasil kerja hanya didapat melalui keras keras.

Keempat, mempercayakan dan menggantungkan hidup kepada pemeliharaan Allah. Bukan seperti judi yang tergantung kepada keberuntungan dan ketidakpastian. Tuhan memelihara anak-anakNya dengan kepastian, jika kita kerja yang benar dan jujur. Itulah yang diyakini oleh Agur. Oleh karena itu, dia berdoa meminta kepada Tuhan agar menjauhkan cara-cara yang tidak benar untuk mendapatkan kekayaan. Ia percaya kepada bahwa Tuhan memelihara dia dengan berkecukupan, yakni memakan makanan yang menjadi bagiannya. Tuhan memeliharanya dia dengan hasil pekerjaannya bukan keringat orang lain atau bergantung kepada keberuntungan. Mari kita mempercayakan hidup kita kepada Tuhan.

Kelima, bersyukur dengan apa yang kita miliki. Judi tidak memberi kepuasan, dia akan membuat seseorang terus mengumpulkan lebih banyak jika dia beruntung dan terus mengejar jika dia kalah. Judi membuat Anda yang menang akan melupakan segalanya, menyangkal Tuhan, tetapi jika Anda kalah Anda akan jatuh miskin dan mengkhianati Allah. Jauhkan dirimu dari perjudian, mari kita menikmati berkat Tuhan yang kita peroleh dengan kerja keras sambil mengucapkan syukur kepada Tuhan. Amin. FN

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)