SURGA DAN NERAKA (LUKAS 16:19-31)

  

PENDAHULUAN

Saat masih duduk di bangku sekolah minggu, guru sekolah minggu bertanya; “Siapa yang mau masuk neraka, angkat tangan?” Tidak ada yang berani mengangkat tangan. Karena bagi kami neraka tempat hukuman di dalamnya ada api yang menyala-nyala, tempat hukuman amat sangat mengerikan. Kemudian guru bertanya lagi, “siapa yang mau masuk sorga, angkat tangan?” kami semua berlomba-lomba mengangkat tangan. Bagi kami sorga itu tempat yang penuh kebahagiaan. Apa itu neraka dan sorga? Draf PPAG GMIT, mengatakan neraka adalah penderitaan yang dihasilkan dari kesadaran bahwa seseorang telah menginvestasikan seluruh hidupnya pada apa yang fana. Dalam Kamus Teologi, surga diartikan sebagai tujuan akhir dan pemenuhan kerinduan terdalam manusia, keadaan kebahagiaan tertinggi dan pasti. Bacaan kita tentang Lazarus dan orang kaya, kehidupan mereka di bumi dan di akhirat.

PEMBAHASAN TEKS

Latar belakang perumpamaan tentang seorang kaya dan Lazarus yang miskin disampaikan oleh Yesus pada saat orang banyak berduyun-duyun datang mengikuti Yesus (Luk. 14: 25). Kedua orang ini keturunan bapa Abraham, yang membedakan keduanya adalah status sosial. Pada zaman itu, kemakmuran diukur sebagai tanda seseorang memiliki kesukaan sorga. Orang kaya memiliki harta yang banyak dengan ditandai berpakaian kain ungu, sedangkan orang miskin duduk dekat orang-orang kaya.

Dalam perumpamaan ini, Yesus tidak hanya menceritakan kehidupan sehari-hari namun memberikan rincian yang jelas mengenai situasi di akhirat dengan melibatkan sosok Abraham. Abraham adalah figur apokaliptik dalam kisah yang bernuansa retoris. Perumpamaan ini harus dilihat sebagai sebuah fakta kehidupan setelah kematian. Ada pemisahan bagi orang yang jahat dan orang yang baik di kehidupan setelah kematian.

Kita dapat membagi cerita ini dalam dua bagian:

Pertama, ayat 19-21. Narasi perumpamaan ini dimulai dengan pembandingan antara orang kaya dan Lazarus, orang miskin. Orang kaya dalam narasi ini tidak digambarkan sebagai orang yang sangat jahat, tetapi sebagai orang yang sama sekali tidak memperhatikan situasi orang miskin di dekatnya. Juga tidak dikatakan bahwa Lazarus sangat baik, hanya tidak ada orang yang memperhatikan dia di dunia ini. Kedua orang ini sangat berbeda di masyarakat. Orang kaya mengenakan "jubah ungu dan kain halus” setiap hari, yang menandakan bahwa dirinya adalah seorang bangsawan, ia dikatakan setiap hari bersukaria dalam kemewahan.

Lazarus digambarkan dalam kemiskinan yang ekstrem, tidak hanya dalam arti finansial tetapi juga secara fisik. Tubuhnya dipenuhi luka dan mungkin timpang, orang menempatkannya di depan pintu gerbang orang kaya itu, mungkin untuk mengemis. Lazarus ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya tersebut. Anjing-anjing datang menjilat boroknya. Tidak jelas apakah anjing-anjing itu dimaksudkan sebagai hewan liar jalanan atau hewan peliharaan milik orang kaya. Namun perlu kita garis bawahi bahwa diserahkan kepada anjing-anjing dianggap sebagai penghinaan yang besar (1 Raj 21.19; Mzm. 22.16, 20). Ironinya, anjing-anjing ini mungkin memakan sisa makanan yang seharusnya diberikan kepada Lazarus, kemudian menghabiskan makanan mereka dengan menjilati lukanya, sehingga memperburuk keadaannya.

Ada Jarak sosial di antara keduanya. Hal tersebut terlihat dari penggunaan ungkapan pintu gerbang (pintu rumah). Orang kaya digambarkan secara berlebihan, bahkan keterlaluan, sementara Lazarus termasuk di antara “barang-barang yang bisa dibuang” dalam masyarakat. Fakta bahwa ada "gerbang" di mana Lazarus berbaring berarti bahwa orang kaya itu tinggal di sebuah rumah besar yang dikelilingi oleh dinding yang dirancang untuk menjaga jarak dari "orang miskin". Dinding dan gerbangnya menunjukan bahwa kemiskinan mengelilinginya, orang kaya itu tidak ingin melihatnya atau melakukan apa pun untuk meringankannya. Lazarus, sebaliknya, dikatakan sebagai seorang pengemis "berbaring" di pintu gerbang, atau dikatakan bahwa ia "dibaringkan" di sana.  Menunjukkan ketidakberdayaannya. Dia harus ditempatkan di pintu gerbang setiap hari oleh teman-teman (bdk. Orang lumpuh di Yoh 5:7).

Kedua, ayat 22-31. Situasi si kaya dan Lazarus di balik kematian dan percakapan antara si kaya dan Abraham. Kemudian kedua tokoh ini mati. Lazarus jiwanya dibawa ke pangkuan Abraham. Ungkapan ini sesuai dengan sejumlah ungkapan PL (lih. Kej 15:15; 47:30; Ul 31:16; Hak 2:10). Kenaikan dengan bantuan malaikat memperlihatkan bahwa kematian Lazarus di pandang sebagai orang benar. Lazarus dibawa ke pangkuan Abraham, pangkuan Abraham sendiri dipandang sebagai keadaan diberkati setelah kematian, bahkan tempat peristirahatan terakhir. Kontras dengan kematian orang kaya, dia dikuburkan. Kemungkinan, penyebutan dikuburkan merujuk kepada penghormatan terakhir yang bisa diberikan orang kepadanya karena kekayaannya. Tetapi itu bukan akhir dari masalahnya. Meskipun dia dikuburkan, dia segera muncul di tempat siksaan atau di alam maut yaitu Hades (ay.23).

Istilah Hades dipahami sebagai tempat di mana orang mati hanya tinggal untuk waktu yang singkat (Kis. 2:27,31; Why. 20:13-14) sebelum penghakiman terakhir (Why. 20:13). Namun memiliki harapan akan penebusan, tetapi dia masih dapat "memandang" dan melihat Abraham dan Lazarus (ay. 23). Orang kaya tersebut melihat Lazarus di tempatnya Abraham, lalu ia berseru dan seruan orang kaya ini kemudian disusul dengan sebuah sapaan yang sopan "Bapa Abraham," seolah-olah mengingatkan Abraham akan keturunannya dari sang patriark. Kemudian dimulailah dialog dalam tuturan langsung yang akan berlanjut hingga ayat 31.

Dia ingin Abraham mengarahkan Lazarus untuk melakukan beberapa tugas atas namanya. Pertama, dia ingin Lazarus memberinya kelegaan dari kondisinya yang mengerikan, sesuatu yang tidak akan dia lakukan untuk Lazarus ketika mereka berada di bumi. Orang kaya itu menderita kehausan. Kedua, dia meminta Abraham untuk menyuruh Lazarus ke rumahnya memperingatkan saudara-saudaranya. Pernyataan orang kaya di ayat 24 ini mempunyai fungsi ganda. Pertama, sebagai antithesis dari kehidupannya di dunia, di mana ia hidup dalam kemewahan namun kini ia menderita, kemewahan digantikan dengan penderitaan. Kedua, ayat tersebut mengarah pada jawaban Abraham. Jawaban Abraham yang dengan jelas menolak permintaan orang kaya itu dengan pernyataan “Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. Selain dari pada itu diantara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu atau pun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang.”

Keinginan orang kaya itu itu tidak terkabul. Ia telah menerima bagiannya dalam hal-hal baik (seolah-olah persediaannya terbatas) di dunia. Apalagi jurang pemisah antara orang kaya di Hades dan Lazarus dengan Abraham terlalu besar untuk dilintasi. Tidak mungkin baginya untuk melakukan perjalanan dalam hal apa pun. Diskusi antara orang kaya dan Abraham, di mana orang kaya berusaha agar kelima saudaranya diselamatkan oleh peristiwa ajaib. Bagian ini adalah permintaan orang kaya kepada Abraham, supaya Abraham mengutus Lazarus untuk “memperingatkan” (secara harfiah= menyaksikan) kelima saudaranya supaya mereka tidak bernasib sama seperti dia. Untuk pertama kalinya dalam perumpamaan ini, orang kaya tampak menunjukkan kepedulian terhadap sesama walaupun anggota keluarganya sendiri (ay.27). Namun demikian, dia masih ingin memanfaatkan Lazarus untuk kepentingannya sendiri. Ayat 29 permintaan kedua dari orang kaya ini pun ditolak oleh Abraham dengan menyatakan bahwa “di antara mereka ada kesaksian Musa dan Para Nabi, biarlah mereka mendengarkannya”. Kata kerja “mendengar” (ay. 29,31) sepertinya merujuk pada kebaktian Sinagoga (bdk. Luk 4:16-21). Mendengar berarti bertobat (ay. 30), sedangkan tidak mendengar berarti tidak yakin (ay. 31). Dengan kata lain, jika seseorang ingin memahami apa yang Tuhan minta dari umatNya dalam hal kepedulian terhadap sesama, ia membaca Alkitab PL.

Ayat 30-31, orang kaya itu kemudian mencoba berargumen dengan Abraham bahwa Musa dan para nabi saja tidak cukup, karena itu dia meminta bukti ajaib yang akan membuat seseorang mengambil keputusan, jika seseorang kembali dari kematian. Pernyataan orang kaya ini kemungkinan datang dari pengalaman pribadinya bahwa wahyu ini tidak cukup bagi saudara-saudaranya, yang menurutnya memerlukan bukti bahwa seseorang datang kepada mereka dari kematian untuk memperingatkan mereka.

Jawaban Abraham di ayat 31 menggarisbawahi fakta bahwa jika masalahnya adalah masalah moral, maka tidak ada bukti yang bisa menggoyahkan orang untuk bertobat. Mukjizat kebangkitan pun tidak akan menggoyahkan hati yang keras. Sebuah mukjizat tidak akan mengubah mereka yang tidak menggunakan sarana yang telah Tuhan berikan kepada mereka. Fakta bahwa kembalinya seseorang dari kematian secara ajaib tidak akan membawa reformasi di kalangan orang kaya yang tidak mengindahkan kesaksian Musa dan para nabi.

Gambaran mengenai alam maut memperlihatkan pentingnya kehidupan setelah kematian. Dalam perumpamaan ini, kondisi dan situasi alam maut menggambarkan kenyataan yang tragis dan serius. hades yang merupakan terjemahan dari kata sheol di dalam PL, merujuk ke tempat siksaan, ke tempat yang marjinal. PL menjelaskan hades sebagai tempat penghukuman bagi orang jahat yang mati, dengan lukisan-lukisan mengenai keberadaan di sana yang penuh dengan kegelapan yang sangat pekat sampai terang yang ada di sana serupa dengan kegelapan, sebuah tempat yang kacau balau, dan suram (Ayb.10:21-22), sebuah tempat yang sangat sunyi (Mzm.94:17), tempat di mana rasa sakit di tubuh dan kesedihan yang mendalam akan dirasakan (Ayb.14:22). sheol/hades adalah tempat penghukuman bagi orang yang mati, di mana orang yang mati sebagai orang orang fasik akan dilahap oleh kekeringan dan panas di hades (Ayub 24:19), di sana mereka akan diterpa kekejaman (Kidung Agung 8:6).

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, nasib orang yang tidak peduli dengan orang miskin di akhirat. Perumpamaan ini memperlihatkan bahwa harta di dunia sama sekali tidak memberikan kompensasi apapun setelah kematian. Cara hidup mewah orang kaya dan tidak peduli terhadap orang miskin berbeda dengan nasib setelah kematian. Orang yang menutup hati terhadap perasaan belas kasih yang sejati, dengan ketidakpedulian terhadap orang miskin adalah sebuah tindakan mempersiapkan kehancuran sendiri di akhirat.  Alam maut adalah tempat penghukuman kepada mereka yang jahat dan tidak peduli kepada sesama, kepada mereka yang tidak mempergunakan kekayaan untuk menolong orang miskin. Kehidupan setelah kematian adalah kehidupan yang tidak dapat diubah keadaannya. Mari kita saling memperhatikan.

Kedua, jangan menjaga jarak dengan orang-orang miskin. Mari kita berefleksi; jangan sampai rumah kita, bangunan kita, menjaga jarak antara orang miskin? Jadilah rumah bagi orang-orang miskin. Jangan sampai tembok yang mengelilingi rumah kita untuk menjaga jarak dengan mereka yang susah? Gereja yang megah menjaga jarak dengan orang-orang yang miskin untuk mendekatkan diri dalam persekutuan? Dari  perumpamaan  tersebut kita belajar, ada jarak sosial antara keduanya. Ungkapan “pintu gerbang” dan orang kaya itu tinggal di sebuah rumah besar yang dikelilingi oleh dinding yang dirancang untuk menjaga jarak dari "orang miskin". Dinding dan gerbangnya menunjukan bahwa kemiskinan mengelilinginya, orang kaya itu tidak ingin melihatnya atau melakukan apa pun untuk meringankannya.

Ketiga, percaya bukan karena melihat mujizat atau menunggu orang mati datang memperingati kita. Alkitab telah menyaksikan kepada kita tentang kehidupan yang peduli dengan sesama dan pertobatan. Setelah kematian kita ke mana dan apa upah yang diterima oleh setiap orang. Pendeta, Pastor, Penatua, Diaken dan Pengajar  setiap saat menyampaikan kebenaran firman Tuhan untuk kita, mari kita mendengar dan bertobat. Karena tidak ada pertobatan lagi setelah kematian. Kita memperhatikan permintaan pertama dan kedua dari orang kaya kepada Abraham, apa kata Abraham, ada jarak antara pangkuan Abraham dan alam maut di akhirat. Tidak ada waktu lagi untuk memperbaiki atau saling menolong di tempat tersebut. Oleh karena itu, mari kita bertobat dan percaya akan kesaksian firman Tuhan.

Keempat, Anda kaya tidak berdosa dan tidak ditentukan untuk hidup di alam maut. Namun mari menolong orang miskin dengan apa yang ada pada kita. Kekayaan tidak dibawa saat mati. Bukan berarti menolong orang miskin supaya masuk sorga, tidak. Kedua tokoh ini anak-anak Abraham sehingga si kaya memanggil “bapa Abraham” dan Abraham menyebut “anak”, namun respon si kaya terhadap keselamatan tidak sesuai dengan firman Allah. Si kaya menciptakan jarak dengan kehadiran Kerajaan Allah melalui orang miskin. Ia menciptakan keterasingan bagi dirinya dengan orang lain. Itulah yang membuat dia keluar dari keselamatan. Dia yang menciptakan hades untuk dirinya.

Berarti  biar jadi orang miskin, peminta-minta supaya masuk sorga, tidak. Miskin karena apa? Apakah miskin karena sebuah kebijakan politik (struktural) atau miskin karena pemalas kerja (budaya)? Tuhan Allah adalah Allah yang bekerja. Yesus menggunakan perumpamaan ini untuk menyindir orang-orang kaya, para imam dan ahli Taurat menciptakan jarak dengan orang-orang kecil, miskin dan termarjinal. Orang-orang seperti Lazarus tidak berdaya untuk bangkit dari kemiskinan karena kebijakan dan sistem politik yang membuat mereka menderita. Orang miskin namun pemalas, menghalalkan segala cara untuk mengatasi kemiskinan tempatnya di alam maut, orang kaya yang melakukan kehendak Tuhan dengan suka menolong orang tempatnya di pangkuan Abraham. FN

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)