YESUS UNTUK ORANG-ORANG DISABILITAS (YOHANES 9:1-12)
PENGANTAR
Jika ada sesama kita kondisi yang menyebabkan individu memiliki
keterbatasan jangka panjang dalam hal fisik, intelektual, mental atau sensorik
yang membuatnya kesulitan berinteraksi dan berpartisipasi penuh dalam
masyarakat, baik itu dibawa dari lahir atau karena musibah: pertama pasti kita bertanya;
mengapa dia mengalami hal itu? Apakah ini penyakit turunan? Dari sisi medis juga
dapat dianalisis. Di kalangan masyarakat tradisional, setiap orang yang
mengalami penyakit, misalnya kelemahan fisik dibawa dari lahir atau karena
musibah selalu menghubungkan dengan sebuah hukuman atau teguran dari leluhur
yang telah meninggal, atau dengan alam atau juga dengan yang Transenden.
Dalam masyarakat kita, mereka yang mengalami kelemahan fisik,
terkadang jadi sasaran bully, baik bully secara verbal, non verbal, bully
fisik, bully sosial dan seterusnya. Dalam sosial masyarakat, mereka yang
mengalami kelemahan fisik adalah orang nomor terakhir dalam strata sosial.
Bacaan kita saat ini tentang Yesus menyembuhkan orang buta
sejak lahir. Gereja Masehi Injili di Timor memberi tema renungan Yesus dengan
Orang-orang Disabilitas. Orang-orang yang disabiltas adalah mereka yang
memiliki kondisi yang mempengaruhi fisik, mental, intelektual atau sensorik
seseorang. Disabiltas itu meliputi disabilitas fisik, disabilitas mental,
disabilitas intelektual dan disabilitas sensorik.
PEMBAHASAN TEKS
Pada hari Raya Pondok Daun Yesus melakukan suatu tanda ajaib
yang menimbulkan amarah orang-orang Yahudi. Hal itu terjadi pada hari Sabat. Di
salah satu pintu gerbang Bait Allah ada salah seorang peminta-minta yang buta
sejak lahirnya. Bagaimana rasanya menjadi orang buta? Tentu semuanya gelap, mereka
hanya mengandalkan indra lain. Bagi aturan orang Yahudi, pada hari Sabat tidak
boleh meminta-minta namun hanya duduk-duduk saja; mungkin ada yang murah hati
memberi sedekah. Yesus lewat dan melihat seorang buta yang sementara duduk.
Murid-murid juga melihat orang tersebut sehingga mereka
bertanya kepada Yesus siapa yang berbuat dosa. Bagi murid-murid, seperti
anggapan orang pada umumnya, segala sesuatu terjadi karena ada sebab akibat.
Sehingga mereka bertanya kepada Yesus “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang
itu sendiri atau orang tuannya, sehingga ia dilahirkan buta?” (ay. 2). Dari pertanyaan
murid-murid menyimpulkan dua hal. Pertama, murid-murid memiliki pemahaman
teologis tradisional, yaitu Allah yang membalas kesalahan Bapa kepada anak-anak-Nya
(Kel. 20:5; Bil. 5:9; Yeh. 18:19-21). Bagi orang Yahudi penyakit lumpuh, buta,
kusta adalah akibat dari kutukan Allah karena
dosa yang sangat berat. Kedua, pertanyaan tersebut kita melihat sifat manusia
suka mencari tahu dan sering, membicarakan dan terkadang menjadi hakim bagi sesama.
Namun apa respons Yesus? Rupanya respon Yesus berbeda. “Bukan dia dan bukan
juga orang tuannya,” yang mengakibatkan orang tersebut buta sejak lahir. Dengan
jawaban tersebut maka Yesus berdiri di pihak orang buta tersebut dan juga orang
tuanya. Yesus tidak mau mencari sebab akibat kelemahan fisik dari orang ini.
“Tetapi pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan melalui dia.” Melalui si
lumpuh ini nama Tuhan dipermuliakan. Ada maksud Allah melalui penyakit
tersebut.
Bagi para imam, orang-orang yang mengalami penyakit tersebut harus
diusir keluar. Orang Yahudi menggunakan tiga tingkat tata tertib (tata disiplin,
tata pembinaan). Pertama tata tertib yang enteng, orang bersalah cukup
dinasihati. Kedua, untuk sementara diusir keluar dari rumah ibadat (biasanya 30
hari lamanya). Ketiga, kutuk (kherem). Orang yang dikutuk tidak bergaul dengan
orang Yahudi yang saleh, sebab dianggap sebagai orang kafir. Tidak heran biasanya
ibu-ibu dari orang buta sangat takut.
Kemudian Yesus mengatakan: “Kita harus mengerjakan pekerjaan
Dia yang mengutus Aku, selama masih siang, akan datang malam di mana tidak ada
seorangpun yang dapat bekerja” (ay. 4). Kata “waktu” di sini menunjukkan bahwa tinggal
beberapa bulan lagi Yesus ada dalam dunia. Waktu tersebut yang membuat Yesus
terus bekerja melakukan tugas yang diberikan oleh Bapa-Nya di dalam dunia. Kita
melihat bagaimana Yesus menggunakan waktu dan kesempatan yang ada untuk menolong
orang-orang membutuhkan pertolongan. Ia dekat dan memulihkan mereka yang
dianggap oleh agama dan masyarakat sebagai orang kafir yang diasingkan.
Di sini Yesus mengulangi perkataan yang pernah Ia katakan dalam Yohanes 8:12. Yesus adalah terang yang bercahaya untuk menerangi dunia. Oleh
karena itu, Ia membuka mata orang buta untuk melihat terang. Si buta dengan
tenang menantikan apa yang akan terjadi pada dirinya. Kemudian Yesus meludah ke
tanah dan mengaduk ludah-Nya itu dengan tanah, dioleskan kepada mata orang buta
itu sambil berkata kepadanya: “Pergilah, basuhlah dirimu di kolam Siloam
artinya yang diutus. Maka pergilah orang itu, membasuh dirinya lalu kembali
dengan matanya yang sudah melek” (ay. 7). Melalui tata cara penyembuhan yang
dilakukan oleh Yesus nama Allah dipermuliakan. Kesembuhan bukan sesuatu yang
“turun dari langit” secara tiba-tiba melainkan ada media dan sarana yang dipakai
oleh Yesus untuk nama Allah dipermuliakan. Mukjizat tidak turun langsung dari
langit tetapi Tuhan memakai ludah yang diludahi di tanah dan air di kolam Siloam. Umumnya ludah
dianggap dapat menyembuhkan penyakit (bdk; Markus 7:33).
Mengapa ia harus pergi ke kolam Siloam? Kolam itu agak jauh
dari Bait Suci. Selama hari raya Pondok Daun kolam itu penting artinya; air
adalah tanda karunia Allah menghadirkan berkat bagi umat Israel. Si buta tidak
lama berpikir dan berjalan ke sana. Tanda bahwa ia percaya dan memiliki
semangat untuk sembuh. Sampai di sana matanya dibasuh dengan air dan menjadi
sembuh. Ia dapat melihat. Puluhan tahun ia tidak dapat melihat, berjalan dalam
kegelapan, tak pernah melihat manusia dan alam ciptaan Allah, kini sebuah
keajaiban yang ia alami, yakni terang yang tak bisa dilukiskan.
Melihat bahwa si buta yang meminta-minta kini telah menjadi
sembuh, orang-orang di sekitarnya tidak percaya. Mereka bertanya kepadanya
siapakah yang menyembuhkannya. Katanya orang itu, “Orang yang disebut Yesus
yang mengaduk tanah, mengolesnya pada mataku dan berkata kepadaku: pergilah ke
Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi dan membasuh diriku dan aku dapat
melihat.”
Rupanya ia mendengar
nama Yesus namun sosok Yesus seperti apa ia tidak mengenal-Nya. Mereka berusaha
mencari Yesus untuk mempersalahkan Yesus karena menyembuhkan orang buta pada
hari Sabat, apalagi sudah ada kebencian kepada Yesus (ay. 8-12).
POKOK-POKOK RENUNGAN
Dari cerita tersebut kita mencatat beberapa pokok renungan.
Pertama, janganlah menjadi hakim atau membully mereka yang mengalami kelemahan
fisik sebab mereka sesama ciptaan Allah. Mereka juga dipakai Allah untuk
kemuliaan nama-Nya. Kita semua sama menjadi alat di tangan Tuhan untuk kemuliaan
nama Tuhan. Dari cerita ini Yesus tidak mempersalahkan dia atau orang tuannya,
tapi Ia melihat si buta secara utuh sebagai ciptaan Allah dan menjadi alat di
tangan Tuhan.
Kedua, dalam konteks kita di mana mereka yang disabilitas dianggap oleh
masyarakat (mungkin gereja juga) bahwa orang-orang terbelakang. Seharusnya kehadiran
Yesus adalah kehadiran kita membawa terang dalam kegelapan. Gereja menjalankan
misi Allah, belajar dari Yesus yang tidak melewati orang buta tetapi berhenti
untuk menolong si buta. Hadir untuk menolong bukan mencari tahu dan
membicarakan dosa orang. Anda dan saya perlu “bertobat” dari sifat yang berdiri
sebagai hakim yang mencari tahu dosa orang-orang lemah. Tidak ada manusia yang lahir meminta untuk
memiliki keterbelakangan fisik. Setiap orang tua melahirkan anak dan
mengharapkan agar anak bertumbuh secara normal. Jika demikian, maka jangan
membully dan menghakimi mereka memiliki kondisi fisik, mental, intelektual atau
sensorik yang mengalami keterbelakangan. Jangan menganggap mereka yang
disabilitas sebagai orang yang terbelakang. Kita semua sama di mata Tuhan, Anda,
saya, saudara/I yang disabilitas berharga di mata Tuhan. Lewat kehidupan kita
nama Tuhan dipermuliakan.
Ketiga, kita belajar dan taat kepada perkataan Tuhan Yesus. Si buta selama ini
mendengar nama Tuhan Yesus dan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh Tuhan
Yesus. Dia tidak melihat langsung namun percaya perkataan Yesus. Yesus menyuruh
untuk membasuh matanya di kolam Siloam, ia mengikuti kata Tuhan dan matanya
menjadi melek. Mujizat itu terjadi dalam kehidupan kita karena kita percaya kepada Tuhan dan taat akan
perintah-Nya. Orang kuat adalah orang imannya mengalahkan kelemahan fisik.
Banyak contoh orang-orang disabilitas yang dipakai Tuhan menjadi isnpiratif.
Misalnya, Nich Vujicic lahir tanpa kaki dan tangan namun menjadi motivator
terkenal di dunia. Kini ia aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Stephen
Hawking, dll. Di Indonesia Putri Ariani, penyanyi cilik berprestasi, dll.
kemudian di NTT, Dina Noach, seorang gadis penyandang disabilitas yang diangkat
menjadi staf khusus gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Mereka adalah
contoh orang-orang beriman dan taat kepada Tuhan.
Keempat, Tuhan memakai apa yang ada dan tersedia untuk menyatakan mujizat-Nya.
Tuhan memakai media ludah, tanah dan sarana air di kolam Siloam untuk
menyembuhkan si buta. Tuhan memakai obat tradisional, dokter dan rumah sakit
untuk menolong kita yang sakit. Orang sakit yang beriman adalah orang yang
berdoa, rajin cek kesehatan dan apabila sakit ia pergi berobat. Amin. (FN).

Komentar
Posting Komentar