Renungan Bulan keluarga: MERAWAT KASIH DAN KESETIAAN DALAM KELUARGA (Amsal 3:1-10)

 PENDAHULUAN

Adakah di antara kita (yang sudah menikah) pernah berkhayal bahwa masa depan keluarga kita dibangun di atas ketidakbahagiaan? Pernahkah terbayang dalam pemikiran ketika seseorang mengambil keputusan untuk berumah tangga bersama dengan orang yang dicintainya kelak kehidupan rumah tangganya bagaikan neraka? Mungkin tak terlintas sedikitpun, karena sang kekasih yang awal mereka berkenalan kemudian berpacaran sangat diidolakan, simpatik, penuh kelembutan, cinta, kesetiaan, penuh bunga-bunga asmara, kemudian mereka berumah tangga, berjalannya waktu berubah menjadi bunga-bunga yang berduri. Hal itu tidak terlintas dalam pikiran. Harapan dari setiap orang, keluarganya hidup dalam kasih dan kesetiaan. Firman Tuhan di minggu kedua menjadi perenungan kita.

PEMBAHASAN TEKS

Kitab Amsal 3:1-10 adalah pengajaran guru-guru hikmat. Kita dapat membagi bacaan dalam beberapa pokok.

Pertama, ayat 1-4. Nasehat seorang ayah yang juga seorang guru supaya anak memperoleh panjang umur, lanjut usia serta sejahtera. Dia memulai dengan mengatakan “Hendaklah hatimu memelihara…” Agak bernada perintah, sementara “biarlah..” lebih bernada ajakan, himbauan. “Panjang umur dan lanjut usia …” Ayat 1, merupakan persyaratan pertama untuk memperoleh berkat hikmat yaitu jangan melupakan, hendaklah (biarlah) hatimu memelihara perintahku.” Kata “ajaranku” dan “perintahku” menunjuk kepada pengajaran  guru hikmat sebagai bapa terhadap anaknya.

 Kata-kata “jangan melupakan” dan “hatimu memelihara” merupakan ajakan, anjuran dan perintah untuk sungguh-sungguh memelihara dengan segenap hati, segenap pertimbangan yang bersifat intelektual, emosional (hati dan perasaan) dan moral (etik). Ayat 2, yang memenuhi persyaratan pertama dari hikmat akan menerima umur panjang yang disertai keselamatan dalam bentuk kesehatan  dan kecukupan (kesejahteraan). Inilah gambaran yang lengkap tentang berkat hikmat: umur panjang, sehat, berkecukupan.

Ayat 3, untuk memperoleh berkat hikmat, “Janganlah meninggalkan, kalungkanlah pada leher …. tuliskan pada loh hati ….” Di sini ada sang murid diingatkan supaya ia jangan melepaskan kasih dan setia, seakan-akan kasih dan setia adalah subyek atau pribadi yang bisa pergi meninggalkan sang murid; sementara bagian kedua justru sang murid adalah subyek yang bertindak untuk menjaga kasih dan setia dengan jalan mengalungkan pada leher dan menuliskan di hatinya. “mengalungkan pada leher” mengandaikan bahwa kasih dan setia adalah hiasan yang mencerminkan identitas diri sang murid. Tetapi bukan cuma hiasan saja melainkan hiasan yang keluar dari hati yang terus mengingat dan mengikuti perintah dan ajaran sang guru. Jadi sebagaimana ia menjadi hiasan di leher yang bisa dilihat orang, sebegitu juga hiasan itu memancar dari hati sebagai perbuatan, tindakan dalam perilaku sehari-hari. Kata-kata kasih dan setia atau kebaikan dan kebenaran di sini adalah gambaran untuk menjelaskan hubungan antar manusia dan manusia dengan Tuhan. Kata kasih atau kebaikan menunjuk kepada sikap dan tingkah laku kepada sesama dan Tuhan. Sedangkan kata setia taat kebenaran mencakup sikap dan tingkah laku yang benar, akurat dan dapat dipercaya oleh sesama manusia mau pun oleh Tuhan. Di sinilah ketak karakter yang indah dari orang  berhikmat, yang ber-Tuhan,  yaitu karakter yang dipelihara dengan segenap keinginan dan pertimbangan secara intelektual, emosional dan moral. Memelihara pengajaran guru sama dengan memelihara perintah Tuhan. Hikmat yang guru ajarkan adalah hikmat Tuhan. Ayat 4, dengan mengikuti syarat ini maka berkat hikmat yang diperoleh adalah kasih atau kemurahan hati, disenangi dan penghargaan dalam pandangan Allah dan manusia. Artinya mendapat reputasi dalam masyarakat.

Kedua, ayat 5-6. Percaya kepada Tuhan dengan segenap hati dan mengakui Dia dalam segala hal. Bentuk perintah “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu”, dan larangan “Janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri” bergantung pada Tuhan sebagai sumber hikmat dan tuntunan bukan pada pengertian dan kebijaksanaan sendiri. Di sini dorongan ini diberikan mengingat pola pikir murid yang mudah sekali dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia hidup dan oleh hawa nafsunya sendiri. Karena itu bergantung pada Tuhan dalam arti terus mencari yang benar haruslah dilakukan dengan segenap hati, yaitu dengan segala  keinginan dan pertimbangan, tidak hanya secara intelektual dan emosional tetapi juga secara moral. Ayat 6: Akuilah Dia dalam seluruh hidupmu. “akuilah” bermakna ketaatan, mencakup mengenal Tuhan dan kebijaksanaan serta kehendak-Nya lalu bersedia tunduk dan patuh pada Tuhan serta mempedomani kehendak-Nya dalam seluruh kegiatan dan tujuan hidup, karena hikmat Tuhan adalah hikmat yang tertinggi.

Akibat dari sikap ini adalah Ia (Tuhan) akan meluruskan jalanmu. Maksudnya akan nada tuntunan yang pasti dan benar dalam langkah hidup seseorang. Tuhan akan membuang segala hambatan dan juga memberi kekuatan untuk mengatasi hambatan dalam perjuangan seorang untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan.

Ketiga, ayat 7-8. Bergantung sepenuhnya pada Tuhan dan tidak pada diri sendiri. Percaya kepada Tuhan berarti rendah hati. Perhatikan ayat 7. "Janganlah engkau menganggap dirimu bijak". Orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan seharusnya adalah orang yang takut akan Tuhan dalam arti menghormati Tuhan dan menyegani kekudusan nama-Nya dan menyembah-Nya dan menjauhi yakni berpaling dari kejahatan. Ayat 8, akibat dari sikap hidup di ayat 7 adalah seseorang menjadi sehat dan segar. Sehat secara keseluruhan baik fisik mau pun kesegaran jiwa. Ungkapan memulihkan tubuh … menyegarkan tulang … berarti kesehatan dan kesegaran yang Tuhan beri itu mencakup seluruh eksistensi hidup manusia.

Keempat, ayat 9-10. Memuliakan Tuhan dengan harta. Cara hidup seperti inilah yang menjadi manifestasi ketergantungan manusia kepada Tuhan, Sang Sumber Hikmat. Dorongan untuk menyerah kepada Tuhan adalah muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan buah pertama dari segala penghasilanmu. Memberikan persembahan buah pertama atau hasil pertama dan terbaik. Bisa jadi dimaksudkan juga persembahan persepuluhan bagi kepentingan orang miskin dan para pelayan (Ul. 14:28-29; 18:1-4; Bil. 18:12,13). Angka sepuluh melambangkan keseluruhan, jadi persembahan persepuluhan adalah persembahan  terbaik karena seluruh penghasilan diberikan. Ayat 10, akibat dari menyerah kepada Tuhan dengan memberi persembahan dari hasil pertama, yang terbaik dan persepuluhan adalah Tuhan akan memberi gandum dan hasil lainnya serta anggur berlimpah-limpah. Gandum dan anggur adalah tanaman utama orang Israel (Ul. 7:13; Neh 5:11). Kelimpahan dalam hasil tanaman adalah tanda melimpahnya berkat Tuhan.

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, Keluarga Kristen yang merawat kasih dan setia dengan hikmat dari Tuhan. Keluarga yang memelihara perintah Tuhan dengan segenap hati dan akal budi, Tuhan akan mengaruniakan panjang umur, keselamatan dan kecukupan. Menurut firman Tuhan, kasih dan setia dalam rumah jangan dilepaskan, karena jika, tidak terawat dia akan pergi. Banyak pasangan keluarga Kristen yang memulai rumah tangganya dengan kasih, namun berbagai faktor maka kasih dan setia itu menghilang, akibatnya terjadi kehancuran dalam rumah tangga. Firman Tuhan mengingatkan kita di bulan keluarga ini, agar kalungkan kasih dan setia di leher dan tulis pada loh hati. Rawat kasih dan setia dalam rumah tangga kita. Kasih dan setia adalah hiasan keluarga Kristen yang mencerminkan identitas setiap rumah tangga Kristen.

Kedua, Merawat kasih dan kesetiaan dalam keluarga dengan tetap percaya kepada Tuhan. Tidak bersandar kepada pengertian sendiri. Di masa kini banyak tantangan yang membuat kasih dan kesetiaan dalam keluarga menjadi pudar, tawar, hal itu disebabkan karena manusia mengandalkan kemampuannya sendiri dengan memilih jalan sendiri. Firman Tuhan mengingatkan kita agar setiap keluarga Kristen tetap bergantung kepada Tuhan, mengandalkan Tuhan dalam kehidupan. Tuhan akan menuntun langkah kita dan membuang segala hambatan  serta memberi kekuatan untuk mengatasi hambatan dalam perjuangan setiap keluarga Kristen untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan.

Ketiga, Keluarga yang merawat kasih dan kesetiaan adalah adalah keluarga yang rendah hati. Keluarga yang tidak menganggap remeh keluarga yang lainnya melainkan menghormati sesamanya. Jika menganggap dirinya dan keluarga sendiri bijak, hal itu adalah sebuah kejahatan. Apabila ada penghormatan kepada sesamanya maka itu adalah penghormatan kepada Tuhan dan keluarga yang takut akan Tuhan. Keluarga yang demikian akan dikaruniai kesehatan.  Lihat ayat 8, akibat dari sikap hidup di ayat 7.  Seseorang menjadi sehat dan segar. Sehat secara keseluruhan baik fisik mau pun kesegaran jiwa. Kesehatan dan kesegaran yang Tuhan beri itu mencakup seluruh eksistensi hidup manusia.

Keempat, Keluarga yang merawat kasih dan kesetiaan dengan mempersembahkan apa yang dimiliki kepada Tuhan. Memuliakan Tuhan dengan apa yang dimiliki. Keluarga yang tidak melupakan Tuhan dengan apa yang diperoleh dari penghasilannya. Dengan demikian ayat 10, menjadi jawabannya. Tuhan akan memberi gandum dan hasil lainnya serta anggur berlimpah-limpah. Kelimpahan dalam hasil tanaman adalah tanda melimpahnya berkat Tuhan bagi setiap keluarga Kristen. Amin. (FN).



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)