Renungan Hari Pasutri: SUAMI ISTRI YANG BERKOMUNIKASI DAN BERSEPAKAT (KPR 18:1-4)

 PENGANTAR

Apa yang menjadi hambatan komunikasi antara pasangan suami-istri dalam keluarga di masa kini? Tentu hambatannya yang dihadapi berbeda-beda. Kita mencatat beberapa contoh; pertama, budaya patriarki membuat laki-laki mengambil keputusan sendiri (masalah umum). Walaupun istri tidak dilibatkan namun istri tunduk karena  budaya laki-laki. Kedua, kesibukan agenda membuat suami-istri tidak memiliki waktu untuk duduk bersama dan berkomunikasi. Ketiga, perkembangan teknologi membawa perubahan pada komunikasi antara suami-istri. Sama-sama di satu kamar namun masing-masing asyik dengan gadgetnya. Suami-istri seperti terasing di antara mereka. Perangkat teknologi dapat mendekatkan yang jauh tetapi menjauhkan yang dekat. Keempat, ketertutupan antara suami-istri dalam rumah tangga. Kelima, tempat tinggal yang berbeda karena pekerjaan, itu juga menjadi hambatan. Sekarang komunikasi dimudahkan, namun komunikasi melibatkan sentuhan fisik secara emosional tidak berjalan. Hal ini bisa berakibat buruk bagi komunikasi antara suami-istri. dst..(silakan menyebut yang lain). Banyak faktor yang membuat pasangan suami-istri dalam rumah tangga mereka tidak berkomunikasi dengan baik.

Di hari pasangan suami-istri ini kita belajar dari sebuah keluarga yaitu Akwila dan Priskila. Mereka hidup dalam sebuah konteks modern pada masanya.

PEMBAHASAN TEKS

a. Latar Belakang Kota Korintus

Setelah Paulus meninggalkan Atena ia datang di Korintus. Dari semua pusat strategis pada masa itu, kota Korintus yang sangat menonjol, orang menyebutnya “Kota di pinggir dua lautan” karena teluk Saronik dengan pelabuhannya dan Korintus dengan pelabuhannya, yaitu Lekeum. Orang juga menyebut Korintus sebagai “jembatan Yunani,” sebab semua lalu lintas yang tidak lewat laut harus melalui Korintus dalam perjalanan dari utara ke selatan. Kota Korintus dijuluki “Pasar negeri Yunani”. Pada waktu itu bayak barang-barang berharga yang didatangkan dari pelabuhannya, yaitu minyak balsam Arab, lontar Mesir, kurma Finisia, gading sibia, permadani Babel, buluh kambing Kilkia, buluh domba Likaonia dan juga budak-budak Firgia. Dari sini kita sudah mendapat gambaran tentang kemazyhuran Korintus pada waktu itu.

Kemudian kota Korintus menjadi tempat pertandingan Istimia yang hanya kalah hebatnya dari pertandingan Olimpiade. Kota  Korintus adalah kota yang paling jahat di dunia. Ada ungkapan dari bahasa Yunani kepada kota tersebut yang berbunyi, “Berkelaku seperti orang dari Korintus”. Ungkapan ini menggambarkan orang-orang Korintus hidup berpesta pora, bermabuk-mabukan dan melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Yang paling penting, di Akropolis (salah satu tempat di Korintus) terdapat kuil Afrodite-Akropolis, sebuah gunung batu yang cukup tinggi. Gunung itu merupakan benteng yang kuat, barang siapa yang menguasai gunung itu dia berbuat sekehendak hati. Kuil itu tempat pemujaan bagi dewi cinta Yunani yang bernama Afrodite. Kuil itu memiliki seribu imam wanita yakni pelacur-pelacur yang dianggap suci. Demi kepentingan sang dewi, setiap malam imam-iman itu turun ke jalan untuk menjalankan perdagangan yang tak berahklak. Maka lahirlah pepatah Yunani ini, “Tidak setiap pria mampu pergi ke Korintus”. Bukan hanya itu saja, para pedagang dan pelaut dari berbagai negara membawa kejahatan ke kota Korintus, sehingga kota Korintus menjadi kota sinonim untuk kemewahan dan sekaligus kenajisan. Kalau kita membaca surat-sarat Paulus, kita mendapatkan nasehat-nasehat untuk menjauhkan diri dari percabulan dan berbagai kejahatan.

Dalam konteks yang demikian, membuat Paulus harus singgah di kota tersebut untuk memberitakan Injil. Paulus lebih lama tinggal di Korintus dari pada kota-kota lain, kecuali kota Efesus.

b.     b. Paulus Tinggal Bersama Akwila dan Priskila

Paulus meninggalkan Athena dan menuju ke Korintus, ia tinggal serumah dengan seorang Yahudi dan istrinya, Akwila dan Priskila. Pekerjaan mereka pembuat tenda juga, dan Paulus bekerja sama dengan mereka, sebab Paulus tidak mau menerima bantuan dari Gereja atau dari siapa pun juga, dan ia selalu bersih keras untuk membayar sendiri segala keperluannya. Paulus seperti biasanya, ia berkhotbah di rumah-rumah ibadah meyakinkan orang Yahudi dan orang Yunani tentang Kristus yang ia beritakan.

Apakah Paulus ke  Korintus dalam keadaan yang baik-baik saja? Tidak, Paulus dari Tesalonika karena keributan dengan orang Yahudi (Kis. 17). Orang Yahudi mencarinya untuk dibunuh. Kemudian Paulus berangkat ke Berea, namun orang Yahudi tetap mengejarnya, kemudian ia berangkat lagi ke Atena. Lalu ia meninggalkan Atena karena dia diejek tentang ajarannya (Kis. 17:32-33).

Siapa itu Akwila dan Priskila? Pasangan suami-istri ini adalah orang Yahudi yang telah mendengar tentang Paulus. Si Paulus yang dulunya menganiaya orang Kristen kini bertobat dan memberitakan Yesus Kristus yang ditolak oleh bangsa Yahudi. Kini orang Yahudi memusuhinya. Kini Paulus dikejar-kejar karena pemberitaannya. Pasangan suami-istri ini menerima Paulus dengan pertimbangan, komunikasi dan sebuah kesepakatan yang serius. Kita mencatat beberapa hal: Pertama, Akwila dan Priskila adalah orang percaya kepada Kristus yang diberitakan. Kepercayaan kepada Kristus membuat keluarga ini tidak  terpengaruh dengan kondisi yang ada. Kedua, mereka dengan Paulus sebangsa yang hidup bersama diperantauan, dan mereka juga menjalankan usaha yang sama. Ketiga, mereka telah bersepakat untuk menerima apapun resikonya dengan kehadiran Paulus dari orang-orang sebangsanya.

Oleh karena itu, mereka menerima Paulus dengan baik dan mau hidup bersama dengan Paulus. Paulus tidak dianggap lawan oleh mereka dalam usaha tenda. Akwila dan Priskila menjadi murid Kristus yang menyertai Paulus sampai Antiokhia dan Efesus. Ketika Apolos datang ke Efesus, Akwila dan Priskila datang menjemput Apolos dan membawanya ke rumah mereka (ay. 26)

 POKOK RENUNGAN YANG BISA DISAMPAIKAN

1.    Perlu di sadari oleh pasangan suami-istri Kristen yang hidup dalam dunia modernt, terjadi kecepatan perkembangan di berbagai bidang kehidupan memberikan dampak negatif dan positif. Oleh karena itu, komunikasi dan kesepakatan antara pasangan suami-istri untuk merespons perkembangan merupakan hal penting. Mungkin di antara kita tinggal tidak bersama dengan pasangan karena pekerjaan namun komunikasi dan kesepakatan diharapkan tidak terputus. Kita belajar dari Akwila dan Priskila, dalam kota Korintus yang demikian (latar belakang) mereka tetap bersatu menjalankan usaha mereka sebagai pasangan suami-istri.

2.    Apa pun kesibukan sebagai pasangan suami-istri, namun harus menyediakan waktu untuk  berdiskusi dan mengambil keputusan bersama. Walaupun kita hidup dalam budaya patriarki, namun kita membiasakan untuk saling mendengar dan sama-sama bersepakat. Dalam diskusi harus bersama-sama melepaskan gadget di tangan kita. Mungkinkah  kita “diet” gadget bersama saat komunikasi agar komunikasi berjalan dengan lancar. Sebab komunikasi dan kesepakatan sebagai pasangan suami-istri tidak hanya kata-kata namun ada komunikasi sentuhan fisik dan emosional sebagai pasangan suami-istri.

3.     Menjadi pasangan suami-istri yang terus beriman di tengah-tengah tantangan dunia. Kesibukan karena pekerjaan membuat kita bisa saja jarang berdoa bersama bersama bahkan ibadah bersama. Kurangnya jam ibadah bersama bisa saja membuat iman kita goyah, sehingga terjadi pertengkaran, kecurigaan, kecemburuan, dll. Mari kita membayangkan  kesibukan dari pasangan suami-istri ini, Akwila dan Priskila. Dalam kesibukan, mereka tetap bersatu hati menerima Paulus karena mereka beriman kepada Tuhan yang Paulus beritakan. Kesatuan hati bukan hanya komunikasi dan kesepakatan yang baik namun karena juga sehati dalam berdoa bersama

4.     Menjadi pasangan suami-istri yang terbuka menerima setiap orang yang datang membawa kabar baik kepada kita. Amin. FN.

Selamat merayakan Hari Pasutri buat Pasutri GMIT di mana pun berada.

Pendeta Frans Nahak, pelayan di Jemaat Betel Tetus, Oelet, Klasis Amanuban Timur.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan : MENDOAKAN HIDUP, MENGHIDUPI DOA (Lukas 11:1-13)

Renungan Minggu Sengsara Kedua: YESUS MENDERITA AKIBAT DOSAKU (1 Petrus 2:18-25)

Renungan Minggu Sengsara Pertama: KASIH BAPA DALAM PENGORBANAN ANAK TUNGGAL ALLAH (MAT. 21:33-46)