Renungan Bulan Lingkungan Hidup Minggu Ketiga : KELUARAN 15:19-21
PENGANTAR
“Amazing Grace” adalah sebuah himne Kristen yang ditulis pada tahun 1772, oleh John Newton (1725-1807), seorang penyair Anglikan Inggris. Syair lagu ini ditulis oleh Newton berdasarkan pengalaman pribadinya. Ia tumbuh tanpa keyakinan religious apa pun, namun jalan hidupnya dibentuk oleh berbagai liku-liku hidup. Ia direkrut paksa untuk mengabdi kepada Angkatan Laut Kerajaan, dan setelah itu, ia terlibat dalam perdagangan budak Atlantik. Pada tahun 1974, badai dasyat menghantam kapalnya di lepas pantai County Donegal, Irlandia, dengan begitu dahsyatnya sampai ia berseru kepada Allah untuk memohon belas kasihan. Momen ini yang menandai pertobatannya. Singkat cerita, ia belajar teologi Kristen dan menjadi pendeta. Kemudian ia bersama William Cowper menulis syair lagu tersebut. “Amazing Grace” menjadi lagu yang sangat populer dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa di dunia. Dalam bahasa Indonesia terdapat dalam Kidung Jemaat 40 “Ajaib Benar Anugerah”. Himne ini lahir karena sebuah pengalaman hidup yang dialami oleh Newton.
Bacaan kita saat ini berbicara tentang pujian yang dinyanyikan oleh Musa, Miryam dan umat karena pengalaman mereka bersama Tuhan.
PEMBAHASAN TEKS
Tuhan Allah telah membawa umat Israel keluar dari tanah Mesir, namun dalam perjalanan nyawa mereka terancam ketika Firaun dan pasukannya mengejar mereka (Psl. 14). Bangsa itu terjepit, di belakang Firaun dan pasukannya, di depan laut. Betapa gentingnya bangsa Israel pada waktu itu. Dari belakang dilihatnya abu mengepul, yang ditimbulkan Firaun dengan para tentara, di depan terbentang laut yang sangat menakutkan bagi mereka (14:10). Musa menjadi sasaran amukan umat, namun ia tetap menguatkan mereka. Tuhan menunjukkan kuasa-Nya melalui tongkat yang di tangan Musa, laut terbelah dua. Orang Israel menyeberang dan berjalan seperti di tanah kering.
Dari bacaan saat ini, kita mencatat beberapa hal tentang peristiwa ini, baik dari makna simbolis maupun fakta dari cerita ini.
Pertama, dalam narasi PL, air (termasuk air laut) muncul sebagai simbol yang kaya akan makna, mulai dari penciptaan dunia hingga pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Dalam kisah penciptaan, air digambarkan sebagai elemen primordial yang diorganisir oleh Tuhan, yang mencerminkan kekuatan dan otoritas-Nya. Namun di lain pihak, ancaman dan khaos dalam Alkitab mempunyai bentuk air laut dan air sungai. Jadi boleh dikatakan bahwa air laut dan air sungai muncul sebagai simbol dari kekuatan khaos dalam Alkitab.
Kisah air laut dalam pembebasan bangsa Israel dari Mesir melalui Laut Merah adalah salah satu contoh paling jelas dari simbolisme air sebagai kekuatan yang merusak, menghambat dan mengancam kehidupan. Dari cerita kuno di Palestina tentang Dewa El’at, yang hidup dan berkuasa di bawah tanah kedalaman laut merupakan simbol dari kematian. Oleh karena itu laut menakutkan bagi siapa pun bagi orang di zaman itu. Namun melalui peristiwa air laut terbelah dua, mau menunjukkan bahwa Tuhan adalah penguasa atas segala-galanya. Dia yang memerintah dan mengendalikan alam semesta ini. Sejak penciptaan, laut dengan kuasanya yang merusak telah ditaklukkan sehingga Tuhan membelah laut melalui Musa, air menjadi tembok yang melindungi bangsa Israel dari tentara Mesir. Dalam konteks ini, air berfungsi sebagai penghalang yang memisahkan mereka dari penindasan dan perbudakan, memberikan mereka kesempatan untuk melanjutkan perjalanan menuju kebebasan.
Kedua, kisah ini juga dapat dilihat sebagai ilustrasi dari perjalanan spiritual individu dan kolektif bangsa Israel. Ketika bangsa Israel melintasi Laut Merah, mereka tidak hanya meninggalkan Mesir secara fisik, tetapi juga melepaskan diri dari belenggu mental dan emosional yang selama ini mengikat mereka. Air laut di sini berfungsi sebagai medium transisi; dari kehidupan lama yang penuh penindasan menuju kehidupan baru yang penuh harapan dan potensi.
Ketiga, isi kitab ini merupakan nyanyian Musa dan Miryam bersama dengan seluruh bangsa Israel. Dari nyanyian ini kita mencatat beberapa poin. Pertama, Musa mengajak seluruh bangsa Israel untuk menaikkan pujian tentang Tuhan yang sangat agung dan mulia. Kedua, menyuarakan tentang karya penyelamatan yang dilakukan Tuhan, yang telah membebaskan mereka dari tangan para musuh. Ketiga, menyuarakan tentang atribut yang melekat pada Allah: Allah disebut sebagai pribadi yang agung dan mulia, pribadi yang kudus dan sangat mengagumkan, dan juga Dia adalah Allah yang memiliki kasih yang tidak terhingga. Motivasi yang mendorong mereka untuk memuji Allah karena keberadaan-Nya sebagai mana Dia telah ada. Apa yang telah Allah lakukan. Perbuatan Allah yang telah mereka nikmati dan relasi yang khusus dengan Allah.
Keempat, Miryam memimpin perempuan-perempuan memuji Tuhan, katanya, "Menyanyilah bagi Tuhan, sebab Ia tinggi luhur; kuda dan penunggangnya dilemparkan-Nya ke dalam laut". Tuhan membalikkan air laut menimpa mereka. Kuda melambangkan kekerasan dan kecongkakan. Tetapi bani Israel berjalan di tanah kering di tengah-tengah laut. Motivasi dari nyanyian Miryam dan perempuan-perempuan lahir sebuah perasaan kelepasan dari perbudakan. Kita dapat membayankan bahwa dalam kondisi-kondisi seperti ini, perempuan dan anak-anak sangat menderita. Namun kini mereka merasakan kelepasan sehingga mereka memuji Allah.
Siapakah Miryam? Miryam, sang nabiah, saudara perempuan Harun, jadi dia juga saudara perempuan Musa ( Kel. 4:14 ). Dalam kitab Bilangan 26:59, menunjukkan bahwa Musa hanya memiliki satu saudara perempuan. Kita tahu bahwa saudara perempuannyalah yang mengawasi peluncuran keranjang ke sungai Nil untuk menyelamatkan nyawanya (Kel. 2:4) dan mengatur pengangkatan ibu Musa sebagai pengasuhnya. Miryam memiliki semacam karunia kenabian.
POKOK-POKOK RENUNGAN
Dari pembahasan di atas kita mencatat beberapa pokok refleksi.
Pertama, kuasa chaos dari alam yang merusak kehidupan manusia sudah ditaklukkan oleh Allah pada masa penciptaan. Hal ini ditegaskan lagi dengan peristiwa laut terbelah menjadi dua. Kini alam memberi kehidupan bagi manusia. Laut menyumbang oksigen untuk keberlangsungan hidup manusia dan juga sumber mata pencaharian bagi manusia. Oleh karena itu, mari kita memuliakan Tuhan, “Ajaib benar anugerah-Mu…”. Akan tetapi ini menjadi catatan untuk kita, bahwa alam akan menjadi ancaman bagi para penindas. Ketika manusia bermusuhan dengan alam maka alam akan bermusuhan dengan manusia. Firaun, para tentara dan kereta berkuda merupakan simbol kuasa penindas dimusnahkan oleh alam.
Kedua, kisah ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kita juga bisa “melintasi laut” dalam hidup kita, meninggalkan masa lalu yang menghambat masa depan. Masa depan hanya digapai apabila kita beriman dan berani keluar meninggalkan masa lalu. Orang Israel harus keluar dari belenggu yang mengikat mereka sebagai orang tertindas. Namun masa depan bukan dimulai di sebuah jalan tol yang hotmix, melankan jalan yang berliku-liku bahkan membuat kita putus asa. Kita belajar dari cerita ini, mereka melihat ke belakang ada musuh yang datang, memandang ke depan ada ancaman laut yang menakutkan, namun Tuhan menunjukkan kuasa-Nya. Orang yang beriman kepada Tuhan dan terus melangkah maju ada jalan terbuka yang terbentang sambil melantunkan madah “Ajaib benar anugerah-Mu…”.
Ketiga, perempuan dan laki-laki bergandengan tangan memuliakan Allah bersama. Sorotan dalam cerita ini karena munculnya seorang nabiah, perempuan yang menjadi pemimpin, di mana Musa menjadi pusat sentral pada waktu itu. Perempuan muncul sebagai seorang nabiah untuk menyaksikan keajaiban Tuhan. Di mana Tuhan memakai alam untuk menghapus penindasan sehingga memberi pembebasan bagi orang tertindas. Mereka yang tertindas seperti kaum perempuan mendapat kelepasan. Mereka seperti gambaran orang Timor tentang alam adalah ibu yang kini menderita karena ulah para penindas, di bawah budaya patriarki dan pandangan androsentris. Ketika laut terbelah dua dan orang Israel jalan di tanah kering kemudian para penindas dihanyutkan, maka sukacita kegirangan keluar dari mulut perempuan-perempuan yang mengalami penderitaan. Mari kita semua katakan, “Ajaib benar anugerah-Mu…” Di bulan lingkungan ini, mari kita mendengar suara alam, ibu kita: tangisankah atau pujian? Jika tangisan, mari kita membuat dia kembali tersenyum, jika pujian mari kita membuat suaranya semakin lantang dan kita bersama-sama memuji Sang pembebas kita, “Ajaib benar anugerah-Mu…” Amin. (FN).

Komentar
Posting Komentar